"Belum Bu, aku tidak menceritakannya. Sebetulnya berencana akan menceritakan kepada semua ketika usaha aku ini sudah lebih maju dan aku sudah mempunyai rumah sendiri.""Berarti toko baju ini benar punya kamu, Sar?""Iya Bu, tapi tempat ini aku masih nyewa. Rencana Bu Indra yang menelepon aku tadi akan menjualnya kepadaku jadi aku putuskan akan aku beli.""Makanya tadi pegawai di sini terlihat sangat menghormati kamu. Ternyata benar firasat Ibu, kalau toko ini adalah punya kamu. Aku sangat bangga kepada kamu Sari. Diam-diam kamu punya usaha sendiri. Dan ku lihat toko kamu ini sangat besar, bajunya bagus-bagus, dan lengkap. Dari underwear, lingerie, sampai dengan peralatan ibadah pun ada di toko kamu," sanjung ibu."Iya Bu. Namun, aku jarang ke sini, Bu. Semua ini aku percayakan kepada Desti sebagai pengelolanya. Selama ini aku hanya memantau dari jauh. Kalau tidak ada hal-hal yang penting, aku tidak akan pergi ke sini. Karena takut ketahuan Mas Nanang. Mas Nanang tidak tahu jika aku me
"Iya Bu, memang Saya juga sedang mau mencari tempat yang setrategis di jalan Argosari. Untuk harganya berapa Bu?" tanyaku."Kalau sama Mbk Sari aku kasih harga murah. Karena saya sedang butuh uang," kata beliau.Kemudian Bu Indra memberikan aku rincian harga tanah yang tempat yang aku sewa ini dengan tanah yang ada di jalan Argosari. Setelah aku mengetahui harganya, dalam hatiku, tanah dan bangunan yang dijual Bu Indra ini sangatlah murah sekali bahkan harganya di bawah jauh rata-rata harga pasar. Dalam hatiku berkata, "Apa mungkin karena lagi butuh uang jadi beliau banting harga.""Ibu sudah membawa kelengkapan surat-suratnya, Bu?" tanyaku ingin memastikan."Sudah Mbk, ini sudah saya bawa semua, lengkap.""Syukurlah. Saya boleh lihat sebentar sertifikat tanahnya, Bu?""Boleh Mbak, silakan!" Setelah itu Bu Indra mengeluarkan dua sertifikat tanah dua tempat yang ditawarkan Bu Indra.Aku kemudian melihat surat-surat yang dibawa Bu Indra. Dari dua buah sertifikat yang aku pegang terjadi
"Mungkin firasatku benar kalau sertifikat yang diperlihatkan kepadaku itu palsu. Ah sudahlah yang penting aku belum memberikannya uang," kataku dalam hati."Sar, kamu sedang mencari siapa? Dari tadi celingukan nggak jelas," tanya Desti yang tiba-tiba datang mengagetkan aku. "Ini loh aku sedang cari Bu Indra, padahal aku tadi memintanya untuk menungguku di sini," terangku."Itu barusan dijemput suaminya," timpal Desti."Dasar orang nggak jelas.""Nggak jelas maksud kamu gimana? Gimana harganya udah cocok?" tanya Desti."Kalau harganya sih cocok, tapi aku takut jika sebetulnya bu Indra berniat ingin menipuku.""Bu Indra ingin menipu kamu?" tanya Desti kaget."Iya Des, Buktinya bu Indra aku ajak pergi ke kantor PPAT tidak mau. Aku curiga kalau sertifikat itu palsu. Soalnya sertifikat tanah yang diberikan kepadaku keduanya berbeda, terlihat jelas dari sampul buku, stempel dan tanda tangannya. Jika sertifikat itu nggak ada masalah, pastinya dia mau aku ajak pergi ke kantor PPAT," terangku
Ternyata benar wanita itu adalah Hana. Selingkuhannya Mas Nanang. Rasanya hatiku seperti diremas-remas melihat selingkuhan Mas Nanang ada di sini. Namun, tetap aku harus mengontrol emosiku. Kalau aku hadapi sekarang juga percuma."Lagi bosen makan di kantin. Entah dia jadi istirahat atau tidak, soalnya mas Nanang lagi sibuk, banyak kerjaan. Karena aku keburu lapar makanya aku tinggal," jawabnya."Katanya kamu mau diajak nikah sama Nanang, Han?" Goda laki-laki yang lain."Iya, tapi aku nggak mau. Dia kan sudah beristri. Nggak ah, aku nggak mau ganggu hubungan mereka," jawab Hana."Sudah beristri tapi tiap hari kencan dengan Nanang ya, Han?" ledek seorang teman lelaki yang lain."Siapa yang kencan, kita hanya berteman saja. Maklumlah Mas Nanang kan kakak kelasku waktu SMA makanya kami bisa dekat. Sebenarnya mah kita cuman berteman saja, tidak lebih dari itu, kok," katanya sedikit genit.Mendengar perkataan Hana aku hanya bisa mengusap dadaku. Dalam hatiku berkata, "Dasar wanita kegatela
Karena ditelepon tidak diangkat, akhirnya aku kirim pesan ke beliau aku sangat berharap kalau pesan aku segera dibuka.Sambil menunggu kabar dari Ibu, aku pun berinisiatif untuk memesan Go Mobil, karena sakitnya sudah tidak tertahan.Ingin rasanya aku menelepon Desti, namun ku rasa butuh waktu yang cukup lama untuk dia sampai di sini. Karena jarak dari rumah Desti ke rumahku cukup lumayan jauh.Sambil menunggu Go Mobil datang, aku pun bersiap-siap dan tak lupa tas yang berisi semua keperluan persalinan, yang telah aku siapkan sebelumnya aku taruh di dekat pintu agar nanti tidak terlupa dan bisa langsung diangkat oleh Pak Sopir.Tak butuh waktu lama, Go Mobil pun datang. Aku pun langsung segera masuk mobil. Dan mobil itu pun langsung bergerak cepat menyusuri malam."Ibu, ke Bidan sendirian?" tanya Pak Sopir."Iya Pak, suami saya sedang ditugaskan ke luar kota. Baru sampai rumah besok pagi. Ini saya sudah menghubungi Ibu saya kok Pak, Paling sebentar lagi akan datang.""Ya Allah, semoga
"Dek, anak kita cewek atau cowok?" tanyanya."Cowok Mas," jawabku malas."Maaf ya Dek, kemarin Mas mendadak ke luar kota karena ditugaskan kantor untuk memantau hasil produksi di pabrik yang baru beroperasi. Makanya Mas tidak bisa pegang ponsel sama sekali. Karena sedang sibuk," katanya beralasan."Oh ...." "Kamu gimana kondisinya sekarang? Baik-baik kan?""Iya, aku baik-baik saja.""Kapan bisa pulang dari sini?""Besok siang katanya sudah bisa pulang, tapi kita lihat besok saja. Semoga memang sudah bisa.""Iya, Dek.""Baju-baju kamu yang kotor ada di mana, Dek? Akan aku segera bawa pulang untuk dicuci," kata Mas Nanang lagi."Tidak perlu repot-repot, Mas. Karena semua sudah diurus sama Ibu." Sebetulnya aku sih tidak tega melihat Ibu mengurus semua keperluan aku dan bayiku. Tapi mau gimana lagi Ibu memaksa, sedangkan Mas Nanang sebagai suami tidak tanggung jawab kepada kami. Sekarang giliran ada ibu dia berpura-pura perhatian kepadaku."Biarkan Ibu yang mengurus semuanya, Sari. Ngg
"Ayah sudah lama ada di sini?" "Ayo sudah ditunggu di depan!" kata Ayah tanpa menjawab pertanyaanku.Kami pun menurut apa yang diperintahkan Ayah. Memang sebelumnya kami sengaja menutup pintu kamarku saat mengobrol, karena takut kalau terdengar orang lain. Namun tak terkira ada Ayah di depan pintu. Sejak kapan juga Ayah di sana kami pun juga tidak tahu.Setelah selesai acara aqiqah anak kami, Ayah dan Ibu berpamitan. Semua baik-baik saja. Ayah tidak ada menanyakan hal yang serius kepadaku.***Dalam satu bulan ini, ku rasa sekarang Mas Nanang jadi lebih perhatian. Sekarang jadi tidak sering menginap, ya meski masih sering pulang malam, namun sudah tidak seperti sebelum-sebelumnya. Mas Nanang sekarang tanpa disuruh pun menjadi lebih peka untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saat Putra mengajakku begadang, dia pun juga mau bangun tengah malam.Aku sendiri tidak yakin seratus persen kalau dia akan berubah, tapi seenggaknya di lebih baik dari sebelumnya. Tapi aku selalu bersyukur
"Ya sudah, simpan foto dan video yang kamu dapat. Sebelum aku minta jangan kamu kirimkan ke aku dulu. Takut Mas Nanang tahu dan barang bukti itu dihapus olehnya."Siap Sar."Saat itulah hatiku terasa seperti diremas-remas. Sebegitu sayangnya dia dengan Hana. Padahal sejak bulan madu, Mas Nanang tidak pernah mengajakku main ke luar. Lah ini dengan Hana, dia sering banget ke hotel."Ya sudah Des, terimakasih banyak."Aku pun langsung video call Mas Nanang, namun tidak juga dia angkat. Mungkin dia takut jika ketahuan sedang makan malam dengan Hana.Kemudian aku langsung chat Mas Nanang.[Kamu makan malam bersama siapa itu, Mas? Katanya, kamu ada meeting?]Namun chat dariku tidak dia respons. Mana mungkin direspons dibuka saja tidak.Aku mencoba untuk tetap tenang. Karena aku juga lagi mengAsihi jadi aku harus tetap waras, agar Asiku tetap lancar.[Sar, suami kamu mampir ke toko kita. Dia bersama kekasihnya itu membeli beberapa helai baju haram.] Terdapat pesan masuk dari Desti.[OK. Teta