Fien Clark mengawasi gadis bertudung hitam yang sering datang mengunjungi Erick Davis di pemakamannya. Erick telah tiada sepuluh hari yang lalu, sebuah kemenangan besar yang tak terduga bagi Fien Clark.
Ya, Fien Clark mencapai kemenangan dengan menguasai beberapa distrik pengolahan wine di Kanada, dua buah garmen di Washington dan sebuah perusahaan besar perdagangan kosmetika yang menguasai hampir empat puluh persen pasar Eropa. Bintang seolah jatuh di ujung kakinya tanpa harus susah payah meraihnya di atas langit.
Semua aset Erick Davis total menjadi milik Fien Clark setelah kematian Erick Davis, lebih tepatnya karena seseorang telah membunuhnya.
Fien Clark terus mengawasi gadis itu yang tersedu sendirian. Melihatnya menangis dalam beberapa saat, Fien menjadi marah.
"Lihatlah, kenapa ada orang yang menangis karena kau pergi? Aku tak menyukainya, Erick. Kenapa semua orang selalu mencintaimu, bahkan setelah kau di dalam tanah?" Fien terus bergumam. Ia membenci Erick Davis, saudara tirinya itu.
Fien berbeda ibu dengan Erick. Akan tetapi Fien Clark adalah putra dari istri pertama ayahnya. Dan Erick adalah putra dari istri kedua. Kedua ibu mereka telah diceraikan Tuan Fernandez karena ketahuan selingkuh.
Erick lebih muda darinya, akan tetapi kemampuannya dalam banyak hal tidak bisa diremehkan. Itulah sebabnya Fien merasa minder karena sering diremehkan ayahnya dan bahkan orang-orang di sekitarnya. Ia sangat membenci Erick dan memiliki sifat dendam yang selalu meletup di dadanya dari waktu ke waktu.
Setelah gadis itu pergi, Fien tersenyum smirk. Berjalan mendekati pusara dan melihat rangkaian bunga yang ditinggalkan gadis itu. Fien mengambil sebuah kartu yang ada pada rangkaian bunga tersebut, terselip diantara bunga edelweis yang dijuluki bunga abadi.
~Erick & Alya~
"Jadi kau bernama Alya?" gumamnya dengan cibirannya.
"Kenapa aku merasa tak asing dengan nama ini?"
Fien berusaha mengingat nama yang mungkin terlintas di kepala, barang kali ia ingat wajah pemilik nama tersebut.
"Erick, kurasa gadismu kesepian sekarang ini, hmm? Sayang sekali kau membuatnya menderita dan menangis? Ha ha ha," tawanya pecah menakutkan.
Ujung sepatunya menginjak kartu yang di bacanya tadi dengan memutarnya kuat di atas tanah, dimana kartu tersebut bertuliskan nama Erick dan Alya.
"Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus menghiburnya juga? Ahh, bagaimana kalau dia tak mau? Haruskah aku memaksanya?" Fien tertawa lagi. "Benar juga, sebagai rasa terima kasih, seharusnya aku menghibur pacarmu itu."
Fien sedang meluapkan semua kekesalannya di pusara Erick. Ia sangat kesal karena meskipun ia telah mendapatkan seluruh harta Erick, orang tetap memandangnya sebelah mata.
Seperti kejadian semalam dimana beberapa temannya berkumpul, ia mendengar percakapan mereka dari balik tirai.
"Aku masih ragu dengan kemampuan Fien, dia hanya penerus yang payah," kata Freddie saat itu berbicara dengan dua teman pria dan juga dua teman wanitanya.
"Benar juga, perusahaan ini pastinya akan hancur di tangan Fien karena sebenarnya Fien hanya pecundang beruntung. Aku tahu Fien sangat payah seperti yang kau bilang," Sherly menimpali.
"Ayolah kawan, kita adalah teman Fien. Bagaimanapun kita harus mendukungnya. Itu bukan urusan kita, toh kita hanya bersenang-senang bukan?"
"Hmm, benar juga. Itu samasekali bukan urusan kita."
"Ah, padahal aku sangat jatuh hati dengan Erick yang ganteng itu, ternyata dia sudah pergi meninggalkanku, aku sungguh tak percaya ini," kata Anne sedih yang sebenarnya ucapan itu sangat menyakiti Fien Clark yang mendengar percakapan mereka diam-diam. Anne adalah gadis yang paling disukai Fien Clark, ia senang berdekatan dengan gadis itu. Tapi sekarang ia tau Anne mendekatinya karena Erick.
Mengingat itu hati Fien sedih. Ia selalu menjadi orang yang tersisihkan dan tak pernah dipercaya. Bahkan seorang gadis yang ia yakini menyukainya ternyata menyukai saudara tirinya.
Fien Clark terluka, kecewa bahkan setelah kematian Erick Davis.
*
Alice menggigit ujung jarinya karena gelisah. Ia belum bisa melupakan kejadian malam naas yang menewaskan kekasihnya. Ia melihat seseorang mendekati mobil Erick malam itu, ya, ia melihat pria bertopi mendekati mobil Erick saat ia berkunjung ke kafe tempatnya bekerja.Sayangnya, tak ada kamera pengawas yang bisa merekam kejadian itu karena sudah pasti pelaku sempat merusak terlebih dahulu kamera dimana Erick sering memarkirkan mobilnya. Sangat mungkin pelakunya adalah orang yang sudah merencanakan hal itu sejak lama.
"Kau belum pulang?" tanya Violet melihat Alice Greyson masih mengawasi area parkiran seorang diri.
"Vio, kenapa orang membunuh seseorang?" ujarnya kepada sahabatnya.
"Hmm, beberapa faktor sih. Dendam, wanita atau uang. Apakah belum ketemu siapa pelakunya?"
Alice menggeleng. "Beberapa petunjuk mengarah pada saudara tirinya, tapi tak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya. Polisi tak menemukan apapun untuk membuktikan dia pelakunya."
"Ayo kita pulang, ini sudah malam Al, semua sudah berlalu dan polisi juga sudah berusaha mencarinya. Kau akan mengacaukan dirimu sendiri.
Lagipula, kenapa saudara tirinya berbuat semacam itu, mungkin itu hanya dugaan orang Al. Aku dan saudara tiriku juga tak pernah ada masalah," terang Violet."Entahlah, Erick sering mengeluh karena tak akur. Akan tetapi sebenarnya Erick sangat menyayangi saudara tirinya itu karena dialah saudara satu-satunya. Bahkan yang paling mengejutkan adalah Fien mewarisi seluruh kekayaan Erick karena sebuah surat wasiat."
"Surat wasiat?"
"Ya, Erick seperti mendapatkan firasat buruk sehingga ia sudah menulis wasiat dalam beberapa hari yang lalu."
"Ini sangat aneh. Erick masih muda, bagaimana mungkin ia berpikir menulis surat wasiat?"
Alice tak mengerti. Bahkan Erick tak menunjukkan apapun tentang firasat tersebut.
Mereka mengobrol sambil terus berjalan, hingga tak terasa sudah sampai di dekat rumah kost yang tak jauh dari kafe dimana mereka bekerja.Terlihat seorang pria berjas hitam menunggu langkah mereka.
"Nona Alice Greyson?" tanya pria tersebut.
"Benar, saya adalah Alice. Adakah yang bisa saya bantu Tuan?"
"Saya Ferguson, pengacara Tuan Erick. Tuan Erick meninggalkan ini untuk Anda," kata pria itu menyerahkan sebuah kotak kecil untuk Alice.
"Apa ini?"
"Ini adalah kartu debit dan juga kartu kredit yang bisa Anda gunakan dengan bebas sampai kapanpun," kata Ferguson.
Violet membelalakkan matanya mendengar apa yang telah Ferguson katakan. Berbeda dengan Alice yang tak bergeming.
"Maafkan Tuan, saya tak bisa menerima ini," ujarnya lemah. Alice merasa tak pantas menerima semua itu. Ia tak berhak menerimanya.
Ferguson tersenyum mengerti.
"Nona, saya tidak punya wewenang untuk menerima kembali kartu ini. Tugasku hanya menyampaikan pesan dan wasiat dari mendiang, maaf."
Setelah mengatakan hal itu Ferguson benar-benar meninggalkan Alice yang masih tertegun.
"Apa kau gila?" Vio terkejut karena mendengar keputusan Alice."Aku merasa ini adalah tugasku, Vio. Lihatlah bagaimana Erick meninggalkan banyak sekali uang untukku, itu berarti aku harus bekerja keras untuk membalas dengan pekerjaan yang setimpal. Aku akan kembali bekerja di perusahaan itu lagi meskipun hanya sebagai tukang sapu, aku akan mencari tahu apakah ada petunjuk bahwa saudara tirinya itu terlibat dalam pembunuhan itu atau tidak," ujarnya."Oh God, Erick tak mungkin setuju kalau dia masih hidup. Mana mungkin ia akan membiarkanmu terlibat dengan pembunuh. Ayolah Al, jangan bercanda. Nikmati saja hidupmu, itulah yang dimaukan Erick, hmm?"Alice tak bergeming, menatap jauh keluar jendela yang menghadap ke hutan kecil.Ia tahu pria sebaik Erick tak akan membiarkan dirinya dalam bahaya. Akan tetapi ini berbeda, Alice seperti berhutang budi kepada pria itu."Kenapa orang baik selalu mendahului kita, Vio. Aku akan selalu mengingat bagaima
Alice menyiapkan dirinya, menyisir surai hitamnya lalu mengikat dengan satu ikatan di belakang. Ia sudah mengenakan tunic berwarna putih tulang dengan potongan punggung sedikit rendah. Celana jeans dan sepatu kets berwarna putih. Ia mematut dirinya di cermin."Perduli apa dengan pakaian mahal, aku tak akan berada di garda terdepan, aku juga tidak sedang menarik perhatian pria. Dasar! Kenapa tak sekalian memakai seragam tukang bersih-bersih toilet saja?" gerutunya."Sayangnya aku tak bisa melamar jadi sekretaris perusahaan yang bisa banyak tahu urusan pribadimu," gumamnya lagi. "Oh Erick, aku pasti akan menemukan siapa yang telah membuat kita terpisah seperti ini, aku akan membalas mereka Erick."Sementara itu Fien Clark telah mengubah kantor pribadi Erick menjadi dapur spesial untuknya. Ia juga membuat sebuah kamar tidur seperti suite room sebuah hotel. Ia melakukan perombakan total agar tidak terlalu meninggalkan jejak Erick Davis di dalam hidupnya.
Setelah memberikan perintah, Fien Clark mengurung dirinya di kamar. Alice mulai mengenakan apron berwarna hijau dengan motif floral di tubuhnya. Alice tak bisa berhenti mengagumi tatanan ruangan milik Fien Clark yang terkesan bebas dan bergaya anak muda, sedikit urakan tapi tetap rapi dan elegan.Lalu ia melangkah menuju meja dimana beberapa makanan tersedia. "Dibuang? Apa dia sudah gila?" Alice menggerutu melihat makanan lezat yang harus dibuangnya. Dengan segera Alice mengambil makanan tersebut dan memasukkannya ke dalam kulkas.Tidaklah sulit menyiapkan makanan untuk Fien, akan tetapi ia tak yakin apakah masakannya cocok untuk pria tersebut.Bertepatan dengan masakannya yang selesai, Fien keluar dari kamar dengan setelah jas berwarna merah maroon dengan dasi bercorak linier besar. Alice hampir saja tertawa melihatnya, tapi ia segera sadar kalau ia tak boleh membuat kekacauan dengan pria ini."Aku tau kau mencibir ke arahku," Fien duduk dan
Alice tersengal mengatakannya. Ia berpikir Fien marah karena rahasia penting perusahaan, nyatanya Fien hanya marah karena americano yang menjadi dingin. Alice segera mengambil kopi itu kembali dan menuju keluar pintu."Ah ya, jangan sampai kau mengatakan apapun tentang pembicaraan kami atau aku akan menggigit bibirmu sampai hilang," ujar Fien santai dan membuat Alice menoleh garang."Brengsek," lirih Alice pelan. Sayangnya gerakan bibir Alice bisa tertangkap jelas oleh Fien sehingga Fien tahu apa yang diucapkan Alice.Alice menghilang dari balik pintu, tapi Fien terkekeh karenanya. Ia berhasil membuat gadis comel itu mengumpat dirinya."Kau tahu kalau aku sangat brengsek bukan? Jadi jangan coba-coba bermain-main denganku Alice. Kurasa Erick juga tak menyukai gadis comel sepertimu sehingga kau harus pergi dari perusahaan ini. Tapi baiklah, setidaknya kau bukan penggemar Erick sehingga aku harus memberikan penghargaan kepadamu," ujarnya kemudian.*
Eddie masih tak bergeming saat Fien Clark memberinya perintah menyematkan nama Alice Greyson di daftar kepemilikan saham, seolah ini hal yang tak seharusnya."Apa kau merasa aku terlalu sedikit memberimu komisi ini Eddie? Kau merasa Alice Greyson tak layak menerimanya bukan?"Eddie menghela napas. Sesuatu yang memberatkan kepalanya adalah kenyataan bahwa Alice adalah kekasih Erick dan Fien Clark tak mengetahui. Padahal bagi Fien, segala sesuatu yang berkaitan dengan Erick harus dihancurkan. Bagaimana kalau Fien menghancurkan gadis itu?Disisi lain mengapa Fien menyerahkan sepuluh persen saham secara cuma-cuma, mungkinkah kematian Erick adalah kerjasama antara Fien dan gadis itu? Itukah sebabnya Eddie tak perlu bertanya kenapa Fien memberikannya."Masalah itu, aku hanya merasa Anda menyukainya, Tuan Fien?" suara Eddie membuat Fien terkesima."Tutup mulutmu! Apa kau gila aku menyukai gadis kurus kurang gizi itu? Ada hal yang mendorongku untuk melakuk
Fien mengambil sebuah ketapel yang tergantung di dinding peralatan kebun. Ada dua buah ketapel di sana, tentu saja salah satunya adalah milik Erick. Setelah hampir satu bulan lamanya Fien merasa hidupnya sedikit hampa tanpa Erick.Terkadang Erick memintanya untuk datang bersama ke kebun strawberry, tapi ia selalu menolaknya. Ia selalu menghindar jika Erick mengajaknya ke suatu tempat bersama."Kenapa kau selalu berbuat baik kepadaku padahal aku membencimu? Ini terlalu memuakkan!" Fien melempar ketapel satunya ke lantai. Lalu ia segera pergi keluar dimana ada sebuah pintu kebun yang mengarah ke sebuah kebun apel. Biasanya mereka akan mengejar tupai dengan ketapel tersebut."Hai! Aku akan melempar tupai itu!" seru Erick kecil dengan bersemangat. Bocah itu mulai membidik tupai yang berada di batang pohon apel.Fien kecil juga ikut membidik pada tupai itu sehingga mereka secara bersamaan melepaskan peluru ke arah tupai yang sama."Dapat!" Erick b
Alice tak akan muncul lagi di hadapan Fien Clark. Ia sudah bertekad karena ia mengkhawatirkan dirinya sendiri. Bagaimanapun Erick telah tiada, sementara berdekatan dengan Fien semakin menyulut emosinya. Ia berjalan pulang menuju jembatan di dekat sungai Cameron. Baginya tempat itu membuatnya lebih tenang dan bersyukur.Berada diantara orang-orang yang membutuhkan membuatnya merasa berharga, daripada berada di sekeliling orang seperti Fien Clark yang bergelimang harta. Sehingga memandang sesuatu selalu seperti sampah tak berguna.Ia berjalan santai dan menikmati udara malam yang tidak terlalu dingin. Memandang langit yang bertaburan bintang dan cahaya bulan menerangi langit. Suasana seperti ini akan lebih indah dilihat di atas jembatan sungai Cameron.Alice menatap hulu sungai yang bergerak lambat. Kilauan cahaya bulan seperti permata diantara derak riak air yang mengalir. Alice sungguh tersenyum dan terhibur karenanya.Fien Clark yang melihatnya men
"Tuan Fien Clark, kompensasi sebesar itu tidak relevan untuk seorang koki dan babu sepertiku," kata Alice memrotes lembaran kontrak kerja di tangannya. Ia mengibas-ngibaskan lembaran tersebut di depan Fien."Kenapa tidak? Mempekerjakan orang asing masuk ke dalam area pribadiku pastilah penuh resiko. Banyak raja mati diracuni oleh pelayannya. Belum lagi aku menggajimu lebih besar dari yang lain. Apa aku salah?""Tapi...,""Bukannya kau telah membaca surat kontrak tersebut ketika wawancara tempo hari? Lihatlah, ada tanda tanganmu di situ."Alice membola, rasanya meskipun membaca sepintas ia tak melihat kesepakatan tentang uang satu miliar dolar itu. Bahkan ia tak mendapatkan salinan dari surat kontrak tersebut. Apakah poin terakhir tersebut adalah poin yang sengaja disisipkan tanpa sepengetahuannya? Ah, Alice menjadi sangat frustasi."Sial!" katanya dengan melempar berkas itu kasar."Aku jadi merasa, kau bahkan banyak menentang saudaraku Erick