Share

10. Hadiah Kecil

Aвтор: Yellowflies
last update Последнее обновление: 2021-06-08 10:01:01

Merona ingat saat dirinya kecil dahulu, ketika merayakan ulang tahunnya bersama Pelangi. Ingatan yang pada akhirnya membawa perih, sebab sejak kecil selalu Pelangi yang didahulukan. Saat Merona meminta kue ulang tahunnya bertema unicorn tapi, yang ada hanya kue ulang tahun yang Pelangi mau dengan tema princess Disney Land. Merona mengalah saat ayahnya bilang kalau Pelangi sedang sakit.

Bahkan pernah beberapa kali Merona tidak mendapat gaun ulang tahun dan juga hadiahnya. Bertahun-tahun hal itu terjadi sampai Merona tidak lagi merengek ini dan itu pada orang tuanya. Merona pendam sendiri sakit hatinya saat dibanding-bandingkan dengan Pelangi yang penurut, Pelangi yang cerdan dan Pelangi yang manis. Bahkan keluarga besarnya lebih suka Pelangi dibandingkan dirinya.

Hal yang kemudian Merona syukuri adalah dirinya yang tak memiliki wajah serupa dengan Pelangi. Mereka bukan kembar identik yang sama persisi, hanya pada mata dan garis wajah saja yang serupa. Selebihnya Merona warisi rupa ayahnya dan Pelangi adalah perpaduan kedua orang tuanya.

Malam ini Grazian memberikan Merona sebuah kejutan kecil seperti ulang tahun Merona sebelumnya tapi, kali ada yang yang spesial. Grazian mengaja Merona makan malam di roof top apartemen yang disulapnya menjadi tempat makan malam romantis. Meja kayu dengan dua kursi dihiasi bunga Edelweiss dalam pot kaca. Lampu-lampu tumbrl kekuningan menggantung di atas kepala, musik romantis sebagai pengiring.

Merona mendekati meja dan dia tertawa kecil melihat hidangan yang tersaji di sana. Bukan menu makan malam ala restoran mewah tapi, makanan cepat saji dipesan Grazian dari restosan pizza khas Amerika. “Aku kira makanannya sekelas steak gitu?”

“Aku lagi pengen makan Pizza, Roo.” Grazian berkata sambil menarik kursi untuk Merona duduk. “Duduk sini.”

“Terima kasih, Zian.”

“Sama-sama Roo.” Grazian mengambil tempat duduk berhadapan dengan Merona, lalu membuka box pizza dan menyodorkannya pada Merona. “Makan selagi masih hangat.”

“Lumayanlah.” Kata Merona mengapresiasi usaha Grazian dalam memberikannya kejutan kecil.

“Biar lebih dari lumayan aku harus kasih apa, Roo?” tanya Grazian yang juga mengambil sepotong pizza.

Dalam hati Merona berkata sambil menatap mata Grazian. “Kasih hati kamu buat aku, Zian.” Akan tetap yang keluar dari mulut Merona adalah hal lainnya. “Bunga-bunga gitu dibentuk hati, ada lilin-lilin kecil, ada layar yang menampilkan foto-foto aku. Musik beneran dan makanan beneran.”

Grazian terkekeh. “Ini juga makanan beneran, Roo.”

“Iya sih tapi, kan aku pengennya yang enak. Pizza sih sering aku makan.”

“Bilang terima kasih, bukannya protes dan nawar.” Lantas Grazian menarik hidung Merona dengan gemas.

“Terima kasih Grazian.” balas Merona dengan senyum mengembang. Sebenarnya tentu saja hal yang sudah Grazian lakukan lebih dari cukup untuk Merona.

Saat tengah menikmati pizzanya yang ditemani kentang goreng, dan beberapa makanan khas restoran cepat saji lainnya, tiba-tiba saja Grazian menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru muda kesukaan Merona. “Hadiah buat kamu.”

 Merona menerima pemberian Grazian. kotak biru muda itu dibuka dan isinya membuat Merona takjub. Sebuah kalung cantik dengan bantul berbentuk bunga Edeleiss yang terbuat dari emas putih. Pada bagian tengahnya berlian-berlian kecil menyerupai bentuk asli bunganya. Rantai kalungnya kecil berupas emas putih yang berkilau. Merona merabanya, memperhatikan detailnya yang indah.

“Kenapa Edelweiss?” tanyanya kemudian dengan mata memandang Grazian.

Sebenarnya ada yang ingin Grazian jabarkan lewat bunga Edelweiss yang mempunyai nama lain Leontopodium. Jenis bunga yang berbeda dari yang Grazian berikan pada Merona saat senja beberapa waktu lalu. Bunga yang Grazian berikan itu adalah Edelweiss lokal hasil budiya tapi, sama-sama keduanya melambangkan kesejatian cinta. Edelweiss adalah bunga yang tak mudah gugur itu alasan disebut bunga abadi.

Grazian ingin mengatakan itu, mengatakan bahwa perasaannya pada Merona ingin selalu abadi tapi, yang dikatakan langsung pada Merona adalah hal lain. “Kalau kasih bunga mawar kan udah pasaran, Roo.”

“Iya juga sih.”

Grazian berdiri dari tempat duduknya. “Biar aku yang pakaikan.”

“Nih.” Merona memberikan kalung itu pada Grazian dan membiarkan lelaki itu memakaikan kalung untuknya. “Zian, kalau aku boleh menebak dan berharap, apa kalau dan bunga yang kamu kasih hari ini adalah bentuk dari perasaan kamu yang sesungguhnya?”

Grazian yang berdiri di belakang Merona itu tidak menjawab sampai dia selesai mengaitkan kalunganya. Tanpa suara lalu Grazian memeluk Merona dari belakang. Tak ada kata yang terucap dari keduanya. Sejak awal saat Grazian meminta Merona untuk tidak mengatakan perasaan cinta padanya sejak saat itu juga dirinya berikrar untuk tidak melakukan hal serupa.

***

Pagi-pagi sekali Merona dan teman satu fakultasnya sudah ada di lapangan parkir kampus dengan beberapa bus berjajar rapi di sana. Mereka akan melakukan kunjungan ke rumah sakit jantung di luar kota untuk beberapa hari. Selain itu mereka juga akan mengadakan penyuluhan kesehatan yang akan dibantu praktisi kesehatan setempat. Merona mendapatkan ucapan ulang tahun dari teman-teman yang mengenalnya.

Hanna memberinya sebuah hadiah. “Buat lo dan harus lo pake.”

“Apaan sih ini?” Merona bertanya karena hadiah dari Hanna sedikit besar meski, masih muat untuk disimpan dalam ranselnya.

“Buka aja.”

Rasa penasaran mendorong Merona untuk membuka kotak berwarna merah muda itu. Merona tertawa kecil melihat isinya. “Kamu suruh aku dandan kayak kamu?”

“Iya Roo, biar pipi lo merona kayak nama lo.”

Hanna memberikannya set make up lengkap dengan kuas dan cermin kecil. Merona memang jarang berdandan tapi, bukan berarti dia tidak bisa. Merona hanya sesekali berdandan untuk acara tertentu saja tapi, Merona tetap menghargai pemberian Hanna yang dia tahu bahwa brand make up yang Hanna berikan padanya tidaklah murah.

“Thank Hanna.”

Mata Hanna yang jeli menelisik pada leher Merona. “Lo pakai kalung? Itu hadiah dari cowok lo ya? Ayo ngaku!”

“Enggak ada, aku beli sendiri kok.” Merona berusaha mengelak.

“Gue enggak percaya.”

“Beneran deh.”

Aresh yang melihat itu pun jadi menyembunyikan hadiahnya untuk Merona. Lelaki itu kalah cepat karena Grazian sudah lebih dahulu memberi Merona kalung. Tidak mungkinkan kalau Merona memakai dua kalung di satu leher. Aresh kalah cepat, kalungnya dia masukkan ke dalam tas. Lebih baik disembunyikan dan berpura-pura lupa hari ulang tahun Merona.

Aresh berjalan menuju bus tapi, Hanna menahan langkahnya. “Lo enggak mau ngucapin ulang tahun buat Merona?”

“Emang tanggal berapa sekarang?”

“Lima belas Juni, Resh.”

“Oh iya! Gue lupa. Eh… Selamat ulang tahun Merona.”

“Terima kasih Aresh.”

Melihat Merona yang tersenyum hari ini padanya membuat Aresh teringat akan perkataan Grazian tempo lalu, benar mungkin kelak Merona akan luluh padanya jika dia bisa menjadi teman yang baik untuk Merona. Selama ini Aresh tidak pernah menunjukkan perasaannya terhadap Merona pada siapapun kecuali, pada Merona sendiri. Aresh pun tipe orang yang sama seperti Merona tak suka mengumbar urusan pribadinya di muka public.

Dosen pembimbing mereka datang mengarahkan mereka untuk masuk ke bus. Satu persatu dengan tertib mereka masuk bus sesuai dengan nomor yang ditentukan. Tempat duduk juga sudah di tentukan. Merona kebagian tempat duduk dengan Erika, gadis itu memilih duduk di dekat jendela.

Saat melihat ke luar motor Grazian masuk ke area parkir. Merona memperhatikan itu dari tempatnya. Melihat pada Grazian yang dihampiri Rachel, bahkan pipi lelaki itu dicium oleh Rachel. Grazian tersenyum membalas perlakukan Rachel padanya, lain halnya dengan hati Merona yang berdenyut perih. Dari kemarin sampai semalam rasanya Grazian masih miliknya seorang tapi, pagi ini lelaki itu sudah menjadi milik pacar-pacarnya lagi.

Helaan nafas berat Merona membuat Erika menoleh padanya. “Kamu kenapa Na?”

“Enggak apa-apa, cuma deg-degan aja sama kunjungan kita kali ini.”

“Iya sama aku juga. Apalagi di sana ada dokter Tomo, kata papa beliau itu galak. Teman papa waktu kuliah dulu.”

“Oh.”

Mata Erika lalu melihat ke jendela. “Itu Grazian sama cewek lain? dia punya pacar berapa sih?”

“Mana aku tahu.”

Pada akhirnya Erika menceritakan kisahnya pada Merona saat janjian dengan Grazian sampai pada lelaki itu disiram oleh mantannya. Merona tersenyum sekarang dia tahu cerita lengkap dari alasan kenapa Grazian hari itu pulang dengan jaket basah dan rambut yang bau kopi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Holding On To You   36. Mencari Cara

    Sagara sudah pusing melihat ibunya yang sejak tadi mondar-mandir tak karuan. Bocah lelaki itu tak mengerti karena ucapan Merona tak sesuai seperti siang hari. Sagara dilarang datang ke ulang tahun adiknya Sulki. Alhasil Sagara melewatkan ajakan beberapa teman sepermainnya.“Siang tadi Mami bilang boleh, Mami juga yang akan antar. Kenapa sekarang enggak boleh?” tanya Sagara lesu.Merona berhenti mondar-mandir, dia menatap putra tunggalnya. “Maafin Mami ya.”“Mami harus kasih alasan yang jelas dong.”Tentu saja Merona tidak tahu harus memberi alasan jelas seperti apa. Langit tidak hujan, tidak pula ada badai. Sekuat apapun Merona mencari alasan, hasilnya tetap saja buntu. Sampai kemudian pintu rumahnya diketuk dari luar, Merona terlonjak kaget. Lalu terdengar suara beberapa anak memanggil anaknya.“Sagaaa!”Sagara melompat dari kursinya. Buru-buru dia keluar menghampiri kawan-kawannya. Merona tak sempat mencegah ketika anaknya itu membuka pintu depan rumah. Sagara tersenyum melihat tema

  • Holding On To You   35. Rumah Angker

    Kabar rumah angker yang sudah dibeli dan sedang dibongkar untuk renovasi itu langsung menyebar ke seluruh lingkungan. Termasuk Sagara, bocah itu bercerita pada Merona bahwa Om tampan yang dijumpainya tempo harilah yang membeli rumah tersebuh.Merona masih tak tahu siapa om tampan yang dimaksud anaknya. Lantai dia bertanya pada Chika. “Kamu tahu siapa om tampan yang dibicarakan Sagara?”“Oh itu, waktu di taman beberapa hari yang lalu ada om-om duduk di samping Sagara terus ngajak ngobrol. Kalau enggak salah namanya Zyan Malik.”Sesaat Merona terdiam. “Saya kan sudah bilang jangan dekat-dekat orang asing.”“Bukan orang asing, Mami. Nanti om tampan itu kan jadi tetangga kita juga.” Timpal Sagara sambil duduk di meja makan dan menarik piring berisi omlete dan roti panggang untuk cemilan sorenya.“Kok kamu tahu kalau om-om itu akan jadi tetangga kita?”“Tahulah,” jawab Sagara bangga. “Pulang sekolah tadi kan aku main di rumah Sulki yang rumahnya di depan rumah angker itu, Mi.”Merona waspa

  • Holding On To You   34. Begini Saja Dulu

    Salah besar jika Grazian selama ini diam dan tidak tahu menahu keberadaan Merona. Pria itu tetap tahu kabar pujaan hatinya, meski hidup di bawah tekanan sang kakek tetap saja Grazian mengawasi Merona. Pria itu bahkan tahu soal Sagara—anaknya bersama Merona. Semua kemudahan yang Merona dapatkan pun tak lepas dari campur tangan Grazian. Hanya saja pria itu menahan diri untuk kontak langsung dengan Merona demi keselamatan mereka.Namun hari ini rupanya Grazian sudah tak sabar menahan diri lagi. Terlebih dia mempunyai kesempatan sejak kondisi kakeknya memburuk. Sepenuhnya kekuasaan sekarang ada di tangan Grazian, namun dia khawatir jika Merona enggan menemuinya. Jauh dari Merona membuat kehidupan Grazian berubah, terasa semakin kelam dan kotor dunianya. Grazian terkadang bertanya-tanya tentang apakah memang pantas dirinya untuk Merona?Grazian menatap Sagara lewat jendela mobilnya. Bocah lelaki itu tengah duduk di bangku taman bersama pengasuhnya. Ada anak-anak kecil lainnya yang bermain

  • Holding On To You   33. Sampai

    - 6 Tahun Kemudian - "Selamat pagi!" Merona hangat menyapa pada pasien pertamanya hari ini. Seorang wanita muda yang tengah berbadan dua. Datang bersama suaminya. Merona tersenyum tatkala dengan sigap sang suami menarik kursi untuk istrinya duduk. "Jadi apa yang ibu rasakan?" tanya Merona ramah. "Saya enggak merasakan apa-apa, tapi suami saya, Dok. Kan saya yang hamil, terus kenapa dia yang mual-mual dan ngidam?" Merona tersenyum mendengar penuturan si ibu muda tersebut, lanjut kembali dia menjelaskan. "Itu namanya kehamilan simpatik, atau disebut juga dengan sindrom Couvade. Walaupun bapaknya mual-mual dan ngidam itu enggak berbahaya." Sang suami menjawab. "Sebenarnya saya enggak masalah untuk hal tersebut, Dok. Saya dan istri datang ingin melihat buah hati pertama kami." "Baik," balas Merona. Lalu bertanya. "Apa sebelumnya sudah pernah melakukan pemeriksaan?" Mereka menggeleng. Kening Merona berkerut, melihat kondisi perut yang sudah besar tersebut. "USG belum pern

  • Holding On To You   32. Tanpa Tatap

    Masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatannya. Grazian yang berada di kantor kakeknya untuk sebuah urusan itu, diam-diam menyusup pergi ke kediaman lama Merona. Pria itu yakin gadisnya ada di sana. Lolos dari beberapa pengawal yang menjaganya bukanlah hal yang mudah. Grazian bahkan harus menukar pakaiannya dengan office boy, lalu menutupi wajahnya dengan topi. Keluar dari pintu belakang, Grazian menyetop taksi di depan kantor kemudian.Jika sekarang Grazian tidak memaksakan dirinya bertemu Merona, maka Grazian khawatir tidak akan pernah ada lagi kesempatan bertemu Merona. Tahu benar bahwa kakeknya itu tidak main-main dengan segala rencananya. Pikiran Grazian tidak tenang selama dalam perjalanan, bagaimana dirinya ditinggalkan begitu saja oleh Merona ketika mereka telah membagi segala rasa. Kenyataan bahwa Grazian terlampau mencintai Merona tak terelakan begitu saja.Maka saat taxi berhenti di depan rumah Merona, pemuda itu langsung turun membuka gerbang rumah yang rupanya tidak diku

  • Holding On To You   31. Tak Pernah Cukup

    Melihat bagaimana bahagianya Merona membuat Grazian tidak mempermasalahkan dirinya yang sudah mual menaiki macam-macam wahana. Malam yang semakin larut membuat keduanya semakin dekat merapat. Kembang api diluncurkan ke langit. Letupan-letupan indah itu menjadi penutup malah hangat mereka. Kini keduanya sudah kembali ke apartemen membawa serta sisa-sisa tawa.“Aku enggak nyangka kalau kamu ketakutan naik wahan ekstrim,” ucap Merona mengingat beberapa kejadian yang membuat Grazian nyaris muntah.“Bukan takut Sayang, tapi pusing.”“Udah tua ya?”“Bisa aja kamu,” lalu Grazian membawa Merona duduk di atas pangkuannya. Merapatkan tubuh ideal itu padanya. “Besok aku pergi, Roo.”Mata Merona mengerjap, kaget mendengar pengakuan Grazian. Memang sebelum Merona tahu bahwa Grazian akan pergi selama liburan, tapi dia hanya tidak menyangkan akan secepat itu. “Aku kira lusa atau beberapa hari lagi.”“Aku pikir begitu, tapi tadi sore kakek minta aku pergi besok.”Merona tidak tahu harus menjawab apa.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status