Share

10. Hadiah Kecil

Merona ingat saat dirinya kecil dahulu, ketika merayakan ulang tahunnya bersama Pelangi. Ingatan yang pada akhirnya membawa perih, sebab sejak kecil selalu Pelangi yang didahulukan. Saat Merona meminta kue ulang tahunnya bertema unicorn tapi, yang ada hanya kue ulang tahun yang Pelangi mau dengan tema princess Disney Land. Merona mengalah saat ayahnya bilang kalau Pelangi sedang sakit.

Bahkan pernah beberapa kali Merona tidak mendapat gaun ulang tahun dan juga hadiahnya. Bertahun-tahun hal itu terjadi sampai Merona tidak lagi merengek ini dan itu pada orang tuanya. Merona pendam sendiri sakit hatinya saat dibanding-bandingkan dengan Pelangi yang penurut, Pelangi yang cerdan dan Pelangi yang manis. Bahkan keluarga besarnya lebih suka Pelangi dibandingkan dirinya.

Hal yang kemudian Merona syukuri adalah dirinya yang tak memiliki wajah serupa dengan Pelangi. Mereka bukan kembar identik yang sama persisi, hanya pada mata dan garis wajah saja yang serupa. Selebihnya Merona warisi rupa ayahnya dan Pelangi adalah perpaduan kedua orang tuanya.

Malam ini Grazian memberikan Merona sebuah kejutan kecil seperti ulang tahun Merona sebelumnya tapi, kali ada yang yang spesial. Grazian mengaja Merona makan malam di roof top apartemen yang disulapnya menjadi tempat makan malam romantis. Meja kayu dengan dua kursi dihiasi bunga Edelweiss dalam pot kaca. Lampu-lampu tumbrl kekuningan menggantung di atas kepala, musik romantis sebagai pengiring.

Merona mendekati meja dan dia tertawa kecil melihat hidangan yang tersaji di sana. Bukan menu makan malam ala restoran mewah tapi, makanan cepat saji dipesan Grazian dari restosan pizza khas Amerika. “Aku kira makanannya sekelas steak gitu?”

“Aku lagi pengen makan Pizza, Roo.” Grazian berkata sambil menarik kursi untuk Merona duduk. “Duduk sini.”

“Terima kasih, Zian.”

“Sama-sama Roo.” Grazian mengambil tempat duduk berhadapan dengan Merona, lalu membuka box pizza dan menyodorkannya pada Merona. “Makan selagi masih hangat.”

“Lumayanlah.” Kata Merona mengapresiasi usaha Grazian dalam memberikannya kejutan kecil.

“Biar lebih dari lumayan aku harus kasih apa, Roo?” tanya Grazian yang juga mengambil sepotong pizza.

Dalam hati Merona berkata sambil menatap mata Grazian. “Kasih hati kamu buat aku, Zian.” Akan tetap yang keluar dari mulut Merona adalah hal lainnya. “Bunga-bunga gitu dibentuk hati, ada lilin-lilin kecil, ada layar yang menampilkan foto-foto aku. Musik beneran dan makanan beneran.”

Grazian terkekeh. “Ini juga makanan beneran, Roo.”

“Iya sih tapi, kan aku pengennya yang enak. Pizza sih sering aku makan.”

“Bilang terima kasih, bukannya protes dan nawar.” Lantas Grazian menarik hidung Merona dengan gemas.

“Terima kasih Grazian.” balas Merona dengan senyum mengembang. Sebenarnya tentu saja hal yang sudah Grazian lakukan lebih dari cukup untuk Merona.

Saat tengah menikmati pizzanya yang ditemani kentang goreng, dan beberapa makanan khas restoran cepat saji lainnya, tiba-tiba saja Grazian menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna biru muda kesukaan Merona. “Hadiah buat kamu.”

 Merona menerima pemberian Grazian. kotak biru muda itu dibuka dan isinya membuat Merona takjub. Sebuah kalung cantik dengan bantul berbentuk bunga Edeleiss yang terbuat dari emas putih. Pada bagian tengahnya berlian-berlian kecil menyerupai bentuk asli bunganya. Rantai kalungnya kecil berupas emas putih yang berkilau. Merona merabanya, memperhatikan detailnya yang indah.

“Kenapa Edelweiss?” tanyanya kemudian dengan mata memandang Grazian.

Sebenarnya ada yang ingin Grazian jabarkan lewat bunga Edelweiss yang mempunyai nama lain Leontopodium. Jenis bunga yang berbeda dari yang Grazian berikan pada Merona saat senja beberapa waktu lalu. Bunga yang Grazian berikan itu adalah Edelweiss lokal hasil budiya tapi, sama-sama keduanya melambangkan kesejatian cinta. Edelweiss adalah bunga yang tak mudah gugur itu alasan disebut bunga abadi.

Grazian ingin mengatakan itu, mengatakan bahwa perasaannya pada Merona ingin selalu abadi tapi, yang dikatakan langsung pada Merona adalah hal lain. “Kalau kasih bunga mawar kan udah pasaran, Roo.”

“Iya juga sih.”

Grazian berdiri dari tempat duduknya. “Biar aku yang pakaikan.”

“Nih.” Merona memberikan kalung itu pada Grazian dan membiarkan lelaki itu memakaikan kalung untuknya. “Zian, kalau aku boleh menebak dan berharap, apa kalau dan bunga yang kamu kasih hari ini adalah bentuk dari perasaan kamu yang sesungguhnya?”

Grazian yang berdiri di belakang Merona itu tidak menjawab sampai dia selesai mengaitkan kalunganya. Tanpa suara lalu Grazian memeluk Merona dari belakang. Tak ada kata yang terucap dari keduanya. Sejak awal saat Grazian meminta Merona untuk tidak mengatakan perasaan cinta padanya sejak saat itu juga dirinya berikrar untuk tidak melakukan hal serupa.

***

Pagi-pagi sekali Merona dan teman satu fakultasnya sudah ada di lapangan parkir kampus dengan beberapa bus berjajar rapi di sana. Mereka akan melakukan kunjungan ke rumah sakit jantung di luar kota untuk beberapa hari. Selain itu mereka juga akan mengadakan penyuluhan kesehatan yang akan dibantu praktisi kesehatan setempat. Merona mendapatkan ucapan ulang tahun dari teman-teman yang mengenalnya.

Hanna memberinya sebuah hadiah. “Buat lo dan harus lo pake.”

“Apaan sih ini?” Merona bertanya karena hadiah dari Hanna sedikit besar meski, masih muat untuk disimpan dalam ranselnya.

“Buka aja.”

Rasa penasaran mendorong Merona untuk membuka kotak berwarna merah muda itu. Merona tertawa kecil melihat isinya. “Kamu suruh aku dandan kayak kamu?”

“Iya Roo, biar pipi lo merona kayak nama lo.”

Hanna memberikannya set make up lengkap dengan kuas dan cermin kecil. Merona memang jarang berdandan tapi, bukan berarti dia tidak bisa. Merona hanya sesekali berdandan untuk acara tertentu saja tapi, Merona tetap menghargai pemberian Hanna yang dia tahu bahwa brand make up yang Hanna berikan padanya tidaklah murah.

“Thank Hanna.”

Mata Hanna yang jeli menelisik pada leher Merona. “Lo pakai kalung? Itu hadiah dari cowok lo ya? Ayo ngaku!”

“Enggak ada, aku beli sendiri kok.” Merona berusaha mengelak.

“Gue enggak percaya.”

“Beneran deh.”

Aresh yang melihat itu pun jadi menyembunyikan hadiahnya untuk Merona. Lelaki itu kalah cepat karena Grazian sudah lebih dahulu memberi Merona kalung. Tidak mungkinkan kalau Merona memakai dua kalung di satu leher. Aresh kalah cepat, kalungnya dia masukkan ke dalam tas. Lebih baik disembunyikan dan berpura-pura lupa hari ulang tahun Merona.

Aresh berjalan menuju bus tapi, Hanna menahan langkahnya. “Lo enggak mau ngucapin ulang tahun buat Merona?”

“Emang tanggal berapa sekarang?”

“Lima belas Juni, Resh.”

“Oh iya! Gue lupa. Eh… Selamat ulang tahun Merona.”

“Terima kasih Aresh.”

Melihat Merona yang tersenyum hari ini padanya membuat Aresh teringat akan perkataan Grazian tempo lalu, benar mungkin kelak Merona akan luluh padanya jika dia bisa menjadi teman yang baik untuk Merona. Selama ini Aresh tidak pernah menunjukkan perasaannya terhadap Merona pada siapapun kecuali, pada Merona sendiri. Aresh pun tipe orang yang sama seperti Merona tak suka mengumbar urusan pribadinya di muka public.

Dosen pembimbing mereka datang mengarahkan mereka untuk masuk ke bus. Satu persatu dengan tertib mereka masuk bus sesuai dengan nomor yang ditentukan. Tempat duduk juga sudah di tentukan. Merona kebagian tempat duduk dengan Erika, gadis itu memilih duduk di dekat jendela.

Saat melihat ke luar motor Grazian masuk ke area parkir. Merona memperhatikan itu dari tempatnya. Melihat pada Grazian yang dihampiri Rachel, bahkan pipi lelaki itu dicium oleh Rachel. Grazian tersenyum membalas perlakukan Rachel padanya, lain halnya dengan hati Merona yang berdenyut perih. Dari kemarin sampai semalam rasanya Grazian masih miliknya seorang tapi, pagi ini lelaki itu sudah menjadi milik pacar-pacarnya lagi.

Helaan nafas berat Merona membuat Erika menoleh padanya. “Kamu kenapa Na?”

“Enggak apa-apa, cuma deg-degan aja sama kunjungan kita kali ini.”

“Iya sama aku juga. Apalagi di sana ada dokter Tomo, kata papa beliau itu galak. Teman papa waktu kuliah dulu.”

“Oh.”

Mata Erika lalu melihat ke jendela. “Itu Grazian sama cewek lain? dia punya pacar berapa sih?”

“Mana aku tahu.”

Pada akhirnya Erika menceritakan kisahnya pada Merona saat janjian dengan Grazian sampai pada lelaki itu disiram oleh mantannya. Merona tersenyum sekarang dia tahu cerita lengkap dari alasan kenapa Grazian hari itu pulang dengan jaket basah dan rambut yang bau kopi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status