Home / Romansa / Hot Sugar Daddy / 3. Menjual Harga Diri

Share

3. Menjual Harga Diri

Author: Laquisha Bay
last update Last Updated: 2022-07-02 14:47:13

POV Amanda

“Logan,” ralat pria itu lagi, satu alisnya menukik ke atas, mengisyaratkan perasaannya yang jengkel sebab harus mengoreksi caraku memanggilnya untuk ke sekian kali.

Aku kemudian mengambil napas lebih banyak dan memantapkan suara, “Aku bersedia menerima tawaranmu, Logan.”

Menyetujui ide Logan memang terdengar gila. Namun, dia benar tentang satu hal. Aku tidak punya pilihan, membiarkan Andrew mendekam di balik jeruji besi atau menolongnya keluar dari sana dengan pertukaran yang salah, rasanya seperti sedang menjual harga diriku pada Logan.

Sejak ayahku meninggal, situasi di keluarga Fletcher tidak lagi sama. Semuanya terasa lebih mudah dahulu. Kami punya keintiman dan kekompakan satu sama lain, saling menjaga, saling mengisi, jenis kasih sayang yang sanggup membuat orang-orang iri karenanya, tetapi status itu mendadak harus berubah menjadi sesuatu yang kenangannya pernah kubanggakan.

Ibuku kembali menikah selepasnya. Meninggalkan aku dan Andrew tiga tahun yang lalu untuk menata hidup baru bersama suaminya, pindah ke Detroit, dan mengabaikan kami di Philadelphia. Hanya menelepon sesekali sebagai bentuk komunikasi formalitas antara kami, menanyakan kabar, lantas mengirimi uang dalam jumlah yang jauh dari kata cukup.

Aku selalu berpikir bahwa Andrew—yang secara teknis lebih tua empat tahun dariku—akan jauh lebih tangguh untuk menghadapi problema dan realitas. Namun, mentalnya justru lebih hancur dalam kategori yang sangat buruk. Keahlian terampil yang dia punya hanya mabuk dan memukuli orang di klub, mengutuk ibuku, memaki ketidakadilan nasib.

“Benarkah? Kau setuju?” tanya Logan memastikan.

Aku mengangguk dan menangkap kilat ganjil di sepasang mata Logan yang lagi-lagi mengerling padaku. Itu sontak membuat degup jantungku melesat gugup, seolah-olah aku baru saja menerjunkan diriku dari pinggir tebing dengan sengaja. Apa yang sudah kulakukan?

Aku akan bercinta dengan orang asing. Orang asing yang menawan. Mengapa Logan harus membuatku terperangkap dalam dilema antara tujuan ‘mulia’ membebaskan Andrew dan perasaan takut atas langkah spontan dan praktis yang menutupi akal sehatku untuk bekerja dengan semestinya?

“Kita sepakat,” balasku berusaha menstabilkan nada gentar yang kini mulai merayapi suaraku.

“Sempurna,” desisnya menanggapi, sementara satu tangannya merogoh sebuah telepon seluler dari balik saku celana ripped jeans-nya dan melakukan panggilan pada seseorang.

Aku menunggu Logan selesai, mencoba menyimak percakapannya dengan aksen yang jarang kudengar itu, dan masih belum memahami satu pun dari pembahasan mereka. Bicaranya kelewat cepat dengan intonasi yang sengaja direndahkan seperti sinyal radio yang mendengung mencari frekuensi. Aku yakin dia tidak berharap bahwa aku akan mengerti atau mengomentari logat Skotlandia-nya yang unik sekarang.

“Kakakmu akan segera menghirup udara segar yang dirindukannya. Aku sudah mengirim orang-orangku untuk mengurusnya di kantor polisi. Informasi mengenai korban pengeroyokan itu akan mereka rinci padaku nantinya,” kata Logan dengan ekspresi yang masih sama datarnya seperti yang sudah-sudah.

Mengapa raut wajah Logan yang kaku sama sekali tidak mempengaruhi daya tariknya? Pesona pria itu terasa begitu membuai, tetapi mematikan. Jenis keterikatan yang bertentangan pada prinsip, sesuatu yang mustahil berlaku untuknya, penggambaran paling irasional yang pernah ada.

Aku biasa membenci pria-pria dingin dan dominan seperti Logan. Sifatnya mengingatkanku pada William Hale—ayah tiriku, yang merampas ibuku dari kami. Setumpuk daftar ambisinya bahkan mampu kubaca lewat seluruh sikapnya yang menyebalkan, tipikal orang perfeksionis, sama sekali bukan tipe lawan jenis yang kusuka.

“Aku harus menemui Andrew sekarang.”

“Dan membuang waktuku yang berharga?”

Menyia-nyiakan waktunya yang penting. Mengapa ada banyak pria tampan yang tingkahnya sangat arogan seperti dirinya? Mengapa perilaku seperti mereka justru termaafkan seiring dengan surutnya kemampuanku dalam menoleransi keangkuhan yang serupa?

“Maaf, Logan. Aku setuju kita akan memenuhi poin-poin yang sudah disepakati, tetapi aku juga harus memastikan semuanya baik-baik saja bagi Andrew.”

“Dia pria dewasa yang sanggup mengurus dirinya sendiri, Amanda. Orang-orangku akan mengatasi segala sesuatunya dengan baik,” tolaknya kemudian.

Apa Logan berhasil mengendus upayaku untuk mengulur waktu? Sejak kapan? Apa aku memang tidak punya peluang untuk menghindar darinya? Satu kesempatan saja, harapku.

“Kita pergi sekarang?” lanjut pria itu lagi, sorot matanya terkunci penuh padaku, lantas mengulurkan tangan kanannya untuk menggandeng jemariku yang berkeringat oleh sensasi cemas.

Aku kembali mengangguk, tetapi mengelak untuk disentuh. Kami berjalan beriringan, Logan di samping kananku, melangkah dalam kekacauan hebat yang tengah terjadi di dalam kepalaku. Aku mulai memikirkan sejumlah kemungkinan yang akan menimpaku dalam kurun waktu satu atau dua jam ke depan dan terkenang pada momen kencan buta melalui aplikasi daring yang pernah kulakukan semasa SMU dahulu.

“Itu berakhir dengan buruk,” gerutuku tanpa sadar memancing perhatian Logan yang kini menoleh dengan pandangan mencela padaku.

“Apa kau mengatakan sesuatu, Amanda?”

“Tidak ada,” sahutku sambil menyunggingkan senyum sopan.

Setelah insiden itu, kami lebih banyak diam. Logan membiarkan aku terkungkung di antara riuhnya kritik-kritik tajam yang mencemooh perbuatan cerobohku di dalam benak. Dia kemudian mengajakku masuk ke sebuah mobil produksi Inggris bermaskot Flying Lady miliknya, mengemudi dengan batas kecepatan yang lazim, dan mengekalkan kesunyian yang menghalangi kami.

Sepanjang perjalanan yang hening itu, aku berjuang keras untuk memusatkan minatku hanya pada pemandangan indah di luar jendela, mengawasi lokasi perbatasan kota yang asri. Ponselku mendadak berdering saat kami tiba di kawasan Elkins Park. Dari Andrew, dia mengabariku tentang dua orang asing yang mengaku sebagai kenalanku dan berterima kasih atas kemurahan hati yang kulakukan, berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.

Akhirnya Andrew sadar, pikirku selepas dia menyudahi panggilan. Perhatianku seketika tersita pada kediaman Logan yang bergaya Tudor, eksteriornya dilengkapi stucco warna cokelat dan atap runcing yang estetik, arsitekturnya mirip dengan bangunan kastil. Desain Palladian yang ikonik pada pintu-pintunya, cerobong asap yang masih aktif, suasana yang serta-merta menyeretku pada kesan dramatis di abad pertengahan.

“Luar biasa,” pujiku menggumam, mengedarkan pandang ke sekeliling, mengamati pekarangan luas itu dengan decak kagum yang coba kusembunyikan.

“Kau suka?”

Aku menoleh pada Logan dan mengiyakan, menyanjung komposisi bernuansa klasik era Medieval yang kental itu, lantas kembali mengamati area di sekitar. Setelah kami turun dari mobil, Logan mengajakku masuk. Aku melangkah dengan perasaan gelisah, meniti anak tangga yang terbuat dari batu bata, dan melewati dinding-dinding berpanel kayu yang halus, lengkap dengan motif ornamen periode Renaisans yang fantastis di sepanjang lajurnya tersebut.

Kami kemudian berhenti di hadapan pintu kamar yang setengah terbuka. Ada seorang pelayan wanita paruh baya yang sedang merapikan beberapa perabotan di dalam lemari, di pundak kirinya tersampir sehelai kain lap kotor, dan rambut pendeknya yang diikat satu itu dipenuhi jejak debu. Pekerjaannya pasti berat, mengingat rumah Logan sangat besar juga ada begitu banyak ruang lain yang harus dibersihkan setiap harinya.

“Selamat datang di rumahku, Amanda. Apa kau tertarik dengan tur singkat untuk melihat-lihat? Namun, kuperingatkan kau harus berhati-hati agar tidak tersesat dan terkurung seperti Cinderella sebab tidak ada Fairy Godmother yang akan menyelamatkanmu di sini,” bisik Logan sambil beranjak mendekatiku dengan sorot mata yang berbahaya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hot Sugar Daddy   Bab Ekstra - Permulaan Baru

    POV Logan"Siapa yang menelepon di pukul enam pagi?" Aku menggeram dari balik bantal yang menutupi kepala, sepasang mataku lalu mengintip dari samping, mengawasi gerak-gerik Amanda yang sikapnya mendadak berubah ceria."Dari Carissa!" seru Amanda sambil melompat seperti seorang bocah yang baru saja menerima banyak kado di malam Natal.Aku menyingkirkan dua buah bantal yang sengaja kugunakan untuk melindungi wajahku dari cahaya, lantas mendongak menatap Amanda yang senyumnya melebar sekarang. Apa yang membuatnya begitu senang? "Carissa? Temanmu yang bekerja di klub?"Sosok tinggi semampai dengan rambut panjang dan suka mengoceh itu kemudian muncul dalam kepalaku. Aku mengenalnya sebagai kawan akrab Amanda. Kami pernah bertemu beberapa kali sebelumnya."Dia tidak akan bekerja di klub lagi, Logan." Suara Amanda melengking dan membuatku berjengit karenanya."Apa maksudmu? Apa kau akan mengajaknya bekerja di kedaimu?" Satu alisku terangkat menanggapi."Tidak. Dia tidak akan membutuhkannya.

  • Hot Sugar Daddy   Bab Ekstra - Suara-Suara Erotis

    POV Amanda"Aku tidak percaya kita telah melakukannya," bisikku pada Logan, merangkul erat salah satu sisi tubuhnya selepas selesai menutup kedai kopi milik kami, bisnis yang sudah berjalan sukses selama hampir tiga tahun terakhir."Kau yang melakukannya, Amanda. Semuanya berkat kerja kerasmu." Logan meremas bahu kiriku sambil mengangguk."Karena ada kau di dalamnya."Kami saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya aku merebahkan kepalaku ke dada Logan. Rasanya masih seperti mimpi. Melihat kehidupanku, kehidupan kami berdua, berjalan lancar persis seperti yang kuharapkan."Carlos dan Breeze baru saja pulang. Menurutmu, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"Carlos adalah pegawai laki-laki yang bekerja pada kami. Masih muda dan baru lulus SMU saat aku merekrutnya untuk bergabung sebagai barista. Breeze merupakan pegawai perempuan yang usianya beberapa tahun lebih tua dari Carlos. Tangguh, sedikit tomboi, dengan keeksentrikan yang kadang-kadang membuatku terkejut dan mulai melih

  • Hot Sugar Daddy   40. Awal Untuk Kita

    POV LoganPersiapanku sempurna. Segala sesuatunya terlihat luar biasa dan aku yakin Amanda akan menyukainya. Rasa gugup yang melanda mendadak membuat tenggorokanku gatal, aku lalu berdeham-deham mengalihkan perhatianku pada sebuah kotak, dari bahan beledu lembut yang kugenggam di balik tangan kiriku."Kau cantik sekali," bisikku kemudian menggoda Amanda yang duduk dengan mata tertutup sehelai kain, yang sengaja kuminta pada seorang pelayan, setelah mengantar sampanye yang tadi kupesan."Kau sudah mengatakannya di dalam mobil." Amanda terkekeh menggenggam jemariku yang menyentuh kedua sisi wajahnya."Kuharap kau tidak akan bosan mendengarnya sebab aku suka memujimu dan yeah, Amanda, kau memang cantik. Sangat." Aku kembali berbisik, mengusap bibir bawahnya yang dilapisi lipstik warna lembut dengan ibu jariku, menikmati setiap reaksi yang dia tunjukkan."Kau coba membuatku tersipu?" kata Amanda yang lagi-lagi memamerkan senyumnya."Dan sepertinya berhasil? Sekarang, kau harus berbalik ke

  • Hot Sugar Daddy   39. "Gadis nakalku."

    POV Amanda"Sudah bangun, Tuan Putri? Bagaimana perasaanmu?" tanya Logan sambil mengecup ringan puncak kepalaku dan satu tangannya kemudian beralih melingkari perutku.Aku bergumam dari sela-sela kuapku. Mendengar suara derit pegas ranjang yang berderak oleh bobot tubuh Logan yang berguling ke samping. Aku lalu menoleh, melihat otot-ototnya yang liat menerbitkan gelenyar aneh di perutku, dan mengawasi gerak-gerik Logan lebih lama dari biasanya."Menikmati yang kau lihat, little one?" goda Logan yang mengerling sekilas, lantas menyambar sehelai celana pendek dari dalam lemari di sudut kamar."Yeah, pemandangan yang bagus.""Mau mandi bersama? Setelah itu kita akan pergi ke suatu tempat."Aku menggigit bibir. Membayangkan tempat seperti apa yang Logan maksud. "Suatu tempat?""Kau akan menyukainya." Logan kembali mengambil dua helai handuk baru dan memamerkan senyumnya."Yang mana?" tanyaku menatap Logan tanpa berkedip."Dua-duanya?" Satu alis Logan menukik ke atas."Penawaran yang perta

  • Hot Sugar Daddy   38. "Let me taste you, Daddy."

    POV Logan Lidahku mencari titik yang tepat untuk menaklukkan Amanda dan aku segera menemukannya. Kedua paha Amanda menegang selama beberapa waktu sebelum tubuhnya mengejang penuh penerimaan. Punggung Amanda sontak membusur kala gelombang itu datang menyapunya. Aku mendengar Amanda mengudarakan erangan parau yang panjang dan memacu semangatku untuk membuatnya meneriakkan namaku di sela-sela pelepasan. Menyaksikan Amanda menggelinjang hebat mendadak membuat dadaku sesak oleh rasa bangga yang tidak terbantahkan. Bersumpah akan melimpahinya kenikmatan sebanyak mungkin. “Lo-Logan... Logan...” geram Amanda terbata-bata, jemarinya mencengkeram erat rambutku, memegang sisa kendali dirinya yang begitu rapuh. “Panggil aku dengan benar,” desisku sambil menonton Amanda menggeliat melalui kakinya. Kepala Amanda kembali mendongak dan bibirnya yang gemetar meracau tentang sesuatu yang kotor. Dia mengerang lebih panjang, lebih parau, lebih erotis. Membuatku mengecap lebih banyak rasa dirinya di

  • Hot Sugar Daddy   37. "Spread your legs and moan for Daddy."

    POV Amanda“Kedua, aku ingin mendengar kau menyebut namaku saat kau klimaks di bibirku.” Logan membisikkannya dengan suara berat, menyentuh lembut garis rahangku menggunakan bibirnya, mengirimkan gelenyar aneh yang kukenali itu ke perutku.“Dan ketiga, aku akan membuatmu merasakan diriku seutuhnya.” Logan kembali berbisik dengan nada yang lebih kasar, seolah-olah pengendalian diri yang selalu dibanggakan olehnya habis meleleh di bawah kakiku.Darahku berdesir hebat sewaktu Logan mendorongku ke salah satu pilar. Tangannya langsung bergerak membebaskan kancing celana pendekku dan membuat kain dari bahan denim itu seketika meluncur melewati kedua kakiku. Aku menggeram sewaktu jemari Logan menyusup ke balik pelindung terakhir yang masih kukenakan. “Sial, Amanda. Kau basah sekali. Kau akan membuatku mati karena terangsang,” umpatnya kemudian. Aku melihat bibir Logan gemetar dan mendengus sebelum satu jarinya berpindah ke celah yang lebih pribadi. Kesiapku sontak mengudara. Punggungku me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status