Karena rasa kagum Brama pada Jesselyn, Brams melangkah maju mendekati Jesselyn.
"Hai, ucap Brams sambil tersenyum manis pada Jesselyn."
"Hai, maaf ini dengan siapa ?"
"Sebelum kenalan ada baiknya kita duduk dulu yok ! Ajak Brams
"Ayo kita duduk !"
Jesselyn mau mengikuti ajakan Brams, keduanya sekarang duduk berdua di satu meja pesta."Oh iya, kenalkan namaku Brams."
"Baiklah Brams, kenalin juga namaku Jesselyn."
"Kamu darimana ?" Tanya Jesselyn. Sepertinya baru kali ini aku melihat kamu.
"Aku dari Jakarta," aku dan teman-teman yang lain adalah undangan rekan kerja dari Pak Hadi.
"Oh jadi kalian adalah rekan kerjanya papa?"
"Iya Jesselyn," jawab Brams.
"Kamu sendiri sekarang masih kuliah atau sudah kerja ? "
"Ohhh aku kebetulan sudah kerja di perusahaan papa yang ada di Singapore ini."
"Wahh, berarti kamu juga rekan kerja kami dong? "
"Iya pak Brams. "
"Kamu panggil aja aku Brams, kebetulan aku juga masih lajang. "
"E_eh iya Brams," jawab Jesselyn.
"Ayo kita nikmati makanan yang sudah terhidang di meja ! " Ajak Jesselyn.
"Iya Jesselyn," jawab Brams sambil berjalan mengikuti Jesselyn.
Brams mulai suka pada Jesselyn. Tak jarang kalau mata Brams sering mencuri pandang pada Jesselyn."Jesselyn !"
"Iya Brams,"ada apa ?
"Jesselyn, kenapa hari ini kamu sendiri tanpa pasangan seperti yang lain ?"
Brams penasaran, dia ingin tahu apakah Jesselyn punya pacar."Iya Brams," aku disini memang tidak punya pasangan.Kebetulan pacar aku lagi ke Jerman.
"Sial, ternyata dia sudah punya pacar," bathin Brams.
"Ohhh, kalian sudah lama pacaran ? "
"Iya Brams," bahkan bulan depan kami berencana mau menikah.
"Jesselyn, aku permisi gabung dengan teman yang lain ya ! "
"Oh iya, silahkan Brams." jawab Jesselyn.
Brams melangkah lesu menuju meja Wanda. "Hahhhh," dengan sedikit kesal Brams duduk bersama yang lainnya."Kamu kenapa kelihatan murung pak Brams?" Tanya Wanda.
"Aku sial sekali hari ini pak Wanda," jawab Brams.
"Sial bagaimana pak Brams," bukankah bapak sudah jumpa dengan seorang bidadari, bahkan sudah duduk bersama satu meja.
"Pak Wanda, itudia masalahnya."Aku tadi bertanya pada dia tentang pasangannya.
"Lantas, apa jawabannya?"
"Katanya dia sudah punya pacar," sekarang lagi ke Jerman. Bahkan mereka akan menikah bulan depan.
"Pak Brams.. itukan masih pacar,belum juga jadi suami. "
"Sekarang pak Brams buruan minta nomor handphonenya, agar diantara kalian bisa komunikasi. "
"Benar juga apa yang dikatakan pak Wanda," bathin Brams.
Brams kembali berjalan ke meja Jesselyn."Maaf Jesselyn,tadi aku lupa."
"Oh,ada apa Brams ?"
"Jesselyn, apakah aku bisa minta nomor handpone kamu ?"
"Tentu saja Brams,sini aku ketikkan di handpone kamu!"
Brams memberikan handpone pada Jesselyn.Saat itu juga Jesselyn menuliskan nomor handphonenya."Ini Brams,kamu bisa menghubungi aku kapan saja."
"Terimakasih Jesselyn," kalau begitu aku permisi.
Brams kembali bergabung lagi dengan rombongannya.Dia kembali duduk bersama semuanya."Pak Brams, bagaimana hasilnya ?"
"Berhasil pak Wanda, Jesselyn memberikan nomor handphonenya."
"Sekarang tinggal bagaimana usaha bapak untuk mendapatkannya." Ucap Wanda.
Hari sudah sore,para tamu mulai meninggalkan acara.Begitu juga dengan rombongan Brams,mereka menuju Bandara untuk pulang ke Jakarta.Sinar matahari sudah mengintip dari celah tirai jendela kamar Shahnaz.Ibunya datang membuka pintu kamarnya.
"Rekkkk,"
"Shahnaz,apa kamu tidak kerja ?" Tanya sang ibu.
"Iya bu, sebentar lagi."
"Shahnaz,ini sudah jam tujuh kamu bangun dong!"
"Bukankah Brams hari ini sudah masuk kantor lagi ?"
Mendengar penjelasan ibunya ,Shahnaz langsung bangun dari tidurnya."Benar bu,hari ini Brams sudah masuk kerja"
Dengan sigap Shahnaz langsung ke kamar mandi dan bergegas berangkat kerja.Brams melihat Shahnaz pagi itu dengan balutan busana cantik."Wow, ternyata Shahnaz cantik juga." bathin Brams.
"Baru datang Shahnaz?" Tanya Brams.
Brams sengaja ke ruangan Shahnaz karena terpesona dengan kecantikan Shahnaz pagi ini."Ehh iya pak, aku baru saja datang."
Shahnaz begitu bahagia mendapatkan teguran dari Brams."Pak Brams, bagaimana suasana pesta rekan kerja bapak di Singapore?"
"Wahh, memuaskan Shahnaz.Selain sambutannya bagus ada banyak cewek cantik jadi kenalan baru."
Hati Shahnaz jadi jengkel,tapi dia teringat pesan ibunya."Apa bapak tidak mendapatkan satu dari mereka?"Pak Brams kan tampan dan punya segalanya,mana mungkin mereka menolak.
Brams sedikit bingung,dia berpikir kenapa Shahnaz terlihat santai saja."Aku sudah banyak menyimpan nomor mereka, sekarang tinggal menunggu waktu kapan aku bisa menghubunginya."
"Wahh bagus pak, "mudah-mudahan aja ya pak bapak cepat mendapatkan hasilnya.
" ya Shahnaz,aku juga berharap demikian."
"Kalau begitu aku ke ruang kerja dulu ya !"
"Oke pak Brams, silahkan !" Jawab Shahnaz.
Setelah Brams meninggalkan ruangan Shahnaz,baru terlihat muka jengkel Shahnaz kecewa."Kesal deh mendengar ucapan Pak Brams demikian,Tapi, apapun ceritanya aku harus bisa jadi istri Brams." Bathin Shahnaz.
Di dalam ruangan, Brams teringat pada Jesselyn.Dia merasa baru pertama kali mengagumi wanita dan langsung merasa suka.
Nomor handphone Jesselyn langsung dihubungi."Hallo,"
"Iya Hallo,ini dengan siapa ya?"
"Ini aku Brams,kamu masih ingatkan Jesselyn?"
"Oh iya,aku ingat." Jesselyn menukar panggilan ke arah video.
"Hai Brams,kamu apa kabar?" Jesselyn melambaikan tangannya melalui handpone.
Brams juga membalas lambaian tangan tersebut."Ya tuhan, cantik sekali wanita ini," bathin Brams.
Ternyata di lain tempat, Jesselyn juga mulai merasa ada yang lain di dalam hatinya setelah melihat Brams dari handpone."Tampan sekali Brams,kalau diperhatikan, dia jauh lebih unggul dibanding Peter kekasihku,"bathin Jesselyn.
Mulai saat itu perasaan yang sama sudah terjadi di hati keduanya."Minggu depan aku akan ke Singapore lagi, aku akan menjumpai Jesselyn di kantornya." Ucap Brams.
"Brams, kamu membuat hatiku jadi berpaling dari Peter," ucap Jesselyn.
"Aku harus mengatakan pada papa dan mama kalau aku tidak mau lagi menikah dengan Peter. "
"Sayang, kamu sudah pulang ? " Tanya Rebecca.
"Iya mama," jawab Jesselyn.
"Apa papa sudah pulang ma?"
"Belum Jesselyn,"memangnya ada apa ?
"Mama, aku mau bicara pada Papa."
"Ting.. Tong..,"
Bell rumah terdengar berbunyi."Mama, sepertinya papa sudah pulang."
Jesselyn langsung membuka pintu rumah."Sore pa," kata Jesselyn.
"Sore sayang," jawab Hadi.
"Papa, Jesselyn mau bicara."
Dengan penasaran, Hadi dan Rebacca duduk di ruang tamu."Jesselyn,kamu mau bicara apa ?"
"Papa,aku tidak mau lagi menikah dengan Peter."
Dengan mata terbelalak,Hadi dan Rebecca menatap ke arah Jesselyn."Jesselyn,kamu bicara apa sayang ?"
"Papa,aku tidak suka lagi pada Peter.Aku sekarang lebih suka pada..."
"Pada siapa Jesselyn ?" Sambung Rebecca.
"Brams."
"Brams,siapa dia?" Tanya Rebecca.
"Brams,rekan kerja papa dari Jakarta."
"Ohhh kamu suka sama Brams ?" Tanya Hadi.
"Iya pa,"jawab Jesselyn.
"Wajar aja Jesselyn suka ma, siapapun wanitanya pasti akan terpesona dengan ketampanannya."
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju