"Aku baru tahu ternyata perempuan itu adalah seorang penulis" gumam Naveah dalam hati.
Solmi terlihat tidak senang melihat acara yang tengah berlangsung di lantai dua, apalagi kalau berjumpa dengan Nari.Biarpun mereka pernah dekat dulu tapi saat perempuan itu meninggalkan anaknya untuk menikah dengan pria lain ia begitu membencinya. Tapi dia bersyukur karena dia bisa memperoleh menantu sebaik Naveah sekarang.
"Sayang kita langsung saja ke toko buku yang ingin kamu kunjungi" Solmi mengajak Naveah agar tidak fokus pada pameran yang tengah berlangsung di tengah-tengah lantai dua.
Solmi yakin kalau Naveah tahu hubungan antara Lee Kown dan putranya meskipun menantunya itu tidak pernah bertanya langsung pada nya.
"Baik Ibu" Naveah menggengam tangan Ibu nya ke toko buku yang ia maksud.
Naveah tengah memilih buku yang berada di rak-rak buku di toko tersebut. Sedangkan Solmi menunggu putrinya itu sambil duduk membaca buku di tempat yang telah disediakan oleh toko tersebut. Toko buku yang dikunjungi Naveah bernama Wise, toko ini merupakan langganan Naveah sejak beberapa tahun belakangan.
Naveah mengambil sebuah buku tentang pengembangan diri yang ditulis oleh pengarang dari luar negeri. "Sepertinya ini cocok" gumam Naveah setelah membaca ringkasan yang ada di belakang buku tersebut.
"Totalnya 25 won" kata seorang kasir yang melayani pembelian buku Naveah. Setelah membayar buku, Naveah dan Solmi berencana untuk pulang tapi tiba-tiba Naveah ingin buang air kecil jadi dia pergi ke toilet.
"Jangan" teriak seorang perempuan saat Naveah akan masuk ke toilet. Naveah kaget melihat Nari yang terduduk lemas di pintu masuk toilet dengan kaki mengalami memar.
"Ada apa ini" bentak Naveah pada perempuan yang tengah memukul Nari. Melihat Naveah ada di sana perempuan yang menggunakan masker berwarna hitam dengan rambut panjang sebahu dan mengenakan hoodie berwarna merah itu lari ketakutan.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Naveah pada Nari yang terlihat ketakutan. Nari menangis dan memeluk Naveah saat perempuan itu mendekati Nari yang tengah terduduk di lantai. Kebetulan saat itu kondisi toilet sedang sepi dan hanya ada mereka berdua.
"Tenang saja, dia sudah pergi" Naveah menenangkan Nari yang masih menangis.
Sepuluh menit Solmi menunggu di luar dan tidak ada tanda-tanda menantunya ke luar. "Kenapa belum juga keluar" gumam Solmi. Takut terjadi apa-apa pada menantunya Solmi masuk ke toilet sembari menenteng kantong belanjaannya.
"Naveah" panggil Solmi. Belum selesai memanggil menantunya lagi Solmi melihat Naveah tengah memeluk perempuan dengan wajah yang tidak asing.
"Kamu tidak apa-apa nak?" tanya Solmi dengan rasa khawatir pada menantunya.
Naveah menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Solmi, Naveah meyakinkan kalau dia baik-baik saja.
"Bibi" Nari memanggil Solmi, perempuan itu tidak menyangka akan bertemu dengan Ibu Lee Kwon.
Ekspresi Solmi saat dipanggil oleh Nari begitu datar, bahkan perempuan itu tidak membalas sapaan Nari. Dalam pikiran perempuan itu hanya Naveah yang ia khawatirkan.
"Ayo kita keluar dari sini" ajak Naveah. Perempuan itu membantu Nari berdiri dan merangkulnya.
Naveah mendudukkan Nari di sebuah bangku kosong yang terdapat di lantai dua. Nari mengenakan masker jadi tidak ada yang mengenali wajah Nari di sana.
"Terima kasih sudah menolong ku" ucap Nari sambil memegangi tangan Naveah.
"Mau aku bantu ke rumah sakit?" Naveah menawarkan bantuan pada Nari.
Nari menggelengkan kepalanya, dia kemudian mengambil ponsel di dalam tas nya. Perempuan itu mencari sebuah kontak di hp nya dan kemudian menelponnya.
"Apa kamu bisa menjemput ku? aku terluka" ucap Nari. Navaeh dan Solmi tidak tahu siapa yang dihubungi oleh Nari tapi Naveah yakin kalau suaminya lah yang dihubungi oleh Nari.
"Ayo kita pergi saja dari sini!" ajak Solmi.
"Sebentar Ibu, aku tidak tenang meninggalkan orang dalam keadaan seperti ini" bisik Naveah pada Solmi.
Solmi tidak bisa menolak kemauan Naveah, menantunya yang begitu baik itu, dengan terpaksa Solmi menunggu bersama Naveah di sana.
"Bibi bagaimana kabar bibi"tanya Nari pada Solmi. Naveah pura-pura tidak tahu dan tanya balik pada Nari.
"Apa anda mengenal Ibu saya?" tanya Naveah. Sedangkan Solmi terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Nari.
"Kami pernah mengenal di masa lalu" jawab Nari meyakinkan, mendengar pengakuan Nari mertua Naveah bertambah tidak senang.
"Naveah nanti Ibu jelaskan, sekarang ayo kita pergi saja dari sini" ajak Solmi.
"Baik Ibu, sebentar ya" pinta Naveah.
Lima belas menit kemudian datanglah seseorang mendekati mereka dengan raut muka penuh kekhawatiran.
"Nari" Lee Kwon mendekati perempuan itu tanpa menghiraukan Ibu dan istrinya itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Lee Kwon sambil memeluk Nari. Naveah tidak bisa berkata-kata melihat suaminya yang begitu khawatir pada Nari sedangkan Solmi rasanya ingin meledakkan amarah pada Lee Kwon.
"Lee Kwon, kamu tidak lihat siapa yang ada di sini?" Solmi memarahi Lee Kwon. Sedangkan Naveah hanya tertuntuk saat itu.
"Maaf Ibu, aku hanya" pria itu tidak dapat melanjutkan perkataannya.
"Hanya apa?" Solmi kesal dengan kelakuan Lee Kwon.
"Ibu sudahlah, sekarang ayo kita pulang sudah ada yang bertanggung jawab di sini" ajak Naveah.
Solmi menarik nafasnya dalam-dalam dan kemudian tersenyum pada menantunya itu.
"Bawalah dia ke rumah sakit, aku akan mengantar Ibu pulang" ucap Naveah sebelum meninggalkan tempat itu.
Naveah membantu membawa kantong belanjaan mertuanya dan bergegas pergi dari sana.
"Naveah maaf kan aku, dan terima kasih" ucap Lee Kwon. Sayangnya Naveah tidak menghiraukan perkataan Lee Kwon, dia pergi begitu saja bersama Ibu mertua nya.
"Ibu tidak apa-apa kan?" tanya Naveah menggengam tangan Ibu mertuanya.
"Bukan Ibu tapi kamu, apa kamu baik-baik saja nak?" tanya balik Solmi pada menantunya.
"Tentu saja" Naveah tersenyum pada Ibu mertuanya.
"Nak Ibu akan menjelaskan semuanya pada mu" ucap Solmi dengan rasa bersalah pada Naveah karena kelakuan Lee Kwon.
"Tidak perlu Ibu, lebih baik kita tidak perlu membahas itu, bukankah kita jalan-jalan untuk bersenang-senang?" Naveah menenangkan Ibu mertuanya.
Bagaimana pun Solmi merasa bersalah pada menantunya itu, bisa-bisa nya anak yang sudah ia besarkan akan bertindak seceroboh itu. "Anak itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya" gumam Solmi dalam hati.
"Ibu nanti malam kita makan apa?" tanya Naveah pada Solmi. Seketika lamunan Solmi menghilang dari pikirannya.
"Apa saja asal bersama mu Ibu bahagia Nak" ucap Solmi.
"Perempuan ini benar-benar luar biasa, bisa-bisanya dia setegar ini menghadapi kelakuan putra ku yang kekanak-kanakan dan tidak masuk diakal itu" gumam Solmi dalam hati.
"Kamu menginap di sini saja hari ini, lagian besok kan hari minggu" pinta Solmi."Ibu, lain kali ya" ucap Naveah dengan berat hati menolak permintaan mertuanya.Setelah mengantar mertuanya pulang ke rumah, Naveah pergi menemui temannya yang bernama Seohyun. Seohyun tinggal di sebuah apartemen yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mertuanya. Perjalanan dari rumah Solmi ke apartemen Seohyun membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit saja.Tok Tok, Naveah mengetuk pintu apartemen Seohyun. Perempuan itu mencoba menghubungi temannya karena pintunya tidak dibuka-buka."Aku sudah di depan" ucap Naveah pada Seohyun melalui telpon."Oke, aku baru selesai mandi tadi, sorry ya" jelas Seohyun.Lima menit kemudian Seohyun pergi membukakan pintu untuk Naveah."Lama sekali" perempuan itu memeluk Seohyun yang mengenakan baju tidur berwarna navy."Ya, kamu ini kenapa coba?" Seohyun kaget dengan kelakuan Naveah yang tidak b
"Naveah cepat bangun, kamu tidak dengar hp mu terus berbunyi dari tadi. Suami mu menelpon terus kamu tidak berniat untuk segera mengangkatnya telinga ku sudah tidak kuat mendengar nada dering di ponsel mu yang berbunyi terus dari tadi" ucap Seohyun.Naveah masih belum membuka matanya, perempuan itu terlihat kelelahan. "Jam berapa sekarang" tanya Naveah dengan mata masih terpejam."Jam sebelas" ucap Seohyun.Naveah pun seketika terbangun mendengar perkataan dari sahabatnya itu. "Beraninya kamu berbohong" Naveah marah setelah melihat jam dinding di depannya yang masih menunjukkan pukul sepuluh siang."Makanya cepat bangun dan angkat telpon dari suami mu itu"ucap Seohyun."Ada apa" Naveah mengangkat telpon dari Lee Kwon."Kamu baru bangun?, ada dimana sekarang, biar aku jemput" ucap Lee Kwon."Telingaku sepertinya salah dengar karena nyawaku belum seratus persen kembali" ucap Naveah."Halo, kamu dengar suara ku kan?" tanya L
"Mari kita akhiri ini baik-baik" Naveah memberi senyum termanis dihadapan suaminya yang tengah duduk di sofa yang menghadap ke televisi.Pria itu tiba-tiba berdiri, menjabat tangan istrinya dan kemudian memeluk erat Naveah. Perempuan itu kaget dan bingung karena tiba-tiba Lee Kwon memeluk dirinya, padahal selama menikah Lee Kwon tidak pernah berani memeluk Naveah."Kamu gila, berani nya kamu" Naveah mencoba mengeluarkan dirinya dari pelukan Lee Kwon. Semakin berontak, semakin erat Lee Kwon memeluk Naveah."Selamat ulang tahun istri ku" bisik Lee Kwon di telinga Naveah. Perempuan itu terdiam tidak bisa berkata-kata, dia mengira hari ini adalah hari dimana dia bisa bebas dari penikahannya tanpa dia duga Lee Kwon memberi kejutan untuk dirinya.Naveah dan Lee Kwon berpelukan cukup lama, namun Naveah tidak membalas memeluk Lee Kwon, perempuan itu diam terpaku dan tiba-tiba jantungnya berdebar begitu cepat. Lee Kwon perlahan-lahan melepas pelukannya pada Naveah
"Cepat kembali ke apartemen mu, aku mau tidur" pinta Naveah."Naveah, bagaimana kalau mulai minggu depan kita tinggal bersama" ide Lee Kwon. Naveah benar-benar dibuat terkejut berulang kali oleh Lee Kwon."Kenapa tiba-tiba sekali,bagaimana dengan?" Naveah tidak melanjutkan perkataanya tapi Lee Kwon paham betul siapa yang dimaksudkan oleh istrinya itu."Soal Nari, tidak perlu khawatir dia akan meninggalkan Korea dalam beberapa hari dan dia akan tinggal di Taiwan selama dua bulan" jelas Lee Kwon."Apakah tidak lebih baik tinggal terpisah seperti ini saja, kita juga sama-sama lebih menyaman" Naveah menyampaikan pendapatnya."Tidak, kita sudah dua tahun menikah dan kita masih belum bisa mengenal satu sama lain dengan baik" Lee Kwon menggelengkan kepala menolak pendapat Naveah."Tapi" ucap Naveah."Apa yang masih kamu takutkan?" tanya Lee Kwon."Aku hanya belum siap untuk tinggal dengan orang asing di apartemen ku" jelas Naveah.
"Aku tidak memberikan hadiah dengan permintaan yang aneh-aneh dan tidak mungkin akan aku lakukan"ucap Naveah"Menurut mu, aku akan meminta hadiah apa dari mu?" tanya Lee Kwon."Tentu saja aku tidak tahu apa yang ada dipikiran mu sekarang, baiklah sebutkan apa kemauan mu?" Naveah memberi kesempatan Lee Kwon menyampaikan permintaannya.Pria itu duduk di sofa bersebelahan dengan Naveah, perempuan itu memindahkan posisinya agar tidak terlalu dekat dengan Lee Kwon."Jangan duduk terlalu dekat, duduklah agak jauh dari ku"Naveah tidak merasa nyaman."Padahal kamu belum mendengar permintaan ku, baru duduk bersebelahan saja kamu sudah meminta aku duduk menjauh" keluh Lee Kwon."Sudahlah, cepat katakan apa yang kamu mau, jangan berbelit-belit ini sudah malam" jelas Naveah. Laki-laki itu kembali tersenyum mendengar perkataan Naveah."Aku mau kamu jangan sembunyikan identitas mu di depan Dongman atau pria manapun yang dekat dengan mu kalau kamu s
Cekrek cekrek, suara kamera yang tengah mengambil gambar."Bwahaha" suara pria tertawa di kamar Naveah.Perempuan itu mulai membuka matanya perlahan-lahan, dan saat matanya terbuka lebar dia mendapati Lee Kwon yang sudah berada di dalam kamarnya dan berpakain dengan rapi."Hish,siapa yang mengizinkan mu masuk ke sini" Naveah jengkel, perempuan itu duduk di tempat tidurnya dengan rambut yang acak-acakan. Sedangkan Lee Kwon tidak berhenti menertawai Naveah.Pria itu mendekat ke tempat tidur Naveah, "cepat bangun" ucap Lee Kwon sambil mengarahkan tangannya pada Naveah."Aku bisa berdiri sendiri, tidak butuh pertolongan mu" Naveah menguncir rambut nya. Pria itu bukannya jengkel malah tersenyum diperlakukan seperti itu oleh Naveah."Aku benar-benar tertarik dengan orang yang super jutek seperti istriku" ucap Lee Kwon."Stop" teriak Naveah."Ini masih pagi, jangan keluarkan kata-kata aneh mu itu, aku tidak mau mendengarny
Pukul dua belas lebih sepuluh Naveah dan Anneth sudah duduk di meja makan di ruang kerja Naveah. Mereka berdua sudah bersiap untuk makan. Tok-tok pintu ruang kerja Naveah ada yang mengetuk, "siapa" tanya Naveah. "Biar saya saja bu, yang melihat ke sana" ucap Anneth berdiri dari kursi dan menuju pintu. "Apa Ibu ada?" Lee Kwon membawa makan siang untuk Naveah. "Ada pak" Anneth mempersilahkan Lee Kwon masuk. "Anneth cepat ke sini untuk makan" Naveah tidak melihat kalau di belakang sudah berdiri Lee Kwon yang juga membawa makan siang. "Ehem" Lee Kwon berdehem, seketika Naveah menghadap ke belakang karena tidak asing dengan suara yang barusan ia dengar. "Kamu" Naveah tampak terkejut melihat kedatangan Lee Kwon di kantor nya. "Kenapa kau terlihat terkejut seperti itu? apa ada yang salah?" Lee Kwon mendekati Naveah di meja makan. "Tentu, apa yang kamu bawa ini?" tanya Naveah. "Apakah masih harus tanya, je
Tok tok, Anneth mengetok pintu ruangan Naveah, perempuan itu sudah merapikan meja kerjanya dan bersiap untuk pulang. "Bu, saya pulang ya" Anneth pamit pulang pada atasannya yang masih duduk di kursi nya. "Oke, hati-hati di jalan, terima kasih atas kerja sama nya hari ini" Naveah melambaikan tangan pada Anneth. Jam dinding di ruang kerja yang menghadap Naveah sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan perempuan itu masih belum bersiap untuk pulang. Perempuan itu masih membaca laporan mengenai permintaan produk baru yang diminta oleh salah satu customer dengan wajah yang tampak serius. Saking terlalu menikmati membaca laporan, perempuan itu tidak menyadari seseorang sedang duduk di sofa tamu dan mengamatinya. Laki-laki itu membaca majalah bisnis yang ada di atas meja sambil menunggu Naveah menyelesaikan pekerjaannya. Satu jam berdiam di sofa, pria itu berjalan ke arah meja kerja Naveah. "Kamu tidak berencana untuk pulang" suara pria itu mengaget