Share

Jogja, I'm Coming

Bab 7

Jogja, I'm Coming 

"Nindi, bukannya Kakak nggak mau ngajak, tapi ini cuma untuk dua orang." Duh, bagaimana aku menjelaskannya? Lagi pula, mana ada bulan madu bertiga? 

Nindi mulai bicara, agak panjang. Ia bercerita, sejak kecil sampai sekarang tidak pernah sedikit pun berpisah dengan Arkan. Dari mulai Nindi belajar jalan, makan, dan bermain semua ditemani abangnya itu. Dengan telaten, Arkan menyuapi Nindi kecil. Memang Nindi tidak begitu mengingatnya, semua itu Arkan yang menceritakan pada Nindi.

Kelahiran Nindi disambut riang oleh Arkan. Ia yang pada waktu itu baru berusia tujuh belas tahun, sangat senang mempunyai seorang adik perempuan. Pasalnya, ia hanya memiliki seorang kakak laki-laki yang hanya selisih dua tahun darinya.

Nindi Aulia Putri, namanya pun Arkan yang memberikan. Tak heran, jika Arkan sangat menyayanginya. Namun, menurutku justru sikap Arkan yang berlebihan itu membuat Nindi jadi terlalu manja dan ... aneh. Ya, aneh karena ia malah menjadi seperti kekasihnya Arkan. Dan aku? Orang ketiga di antara mereka. Oh, hellooo .... 

"Aku pernah hampir kehilangan abang." Mata Nindi berkaca-kaca.

"Maksud kamu?"

"Abang kecelakaan, ia koma beberapa hari. Alhamdulillah, Allah masih memberikan umur panjang." Setetes air mata meluncur di pipi Nindi. Ia langsung menyekanya.

Arkan belum menceritakan hal ini. Memang masih banyak yang belum kuketahui tentangnya. Rencananya nanti pada saat bulan madu, kami akan saling berbagi cerita. Lantas, sekarang aku harus bagaimana? 

Aku mendekati Nindi, berharap gadis mungil di dekatku ini sudah bisa menerimaku sebagai kakak iparnya.

"Nindi." Aku meraih tangan kanannya, lalu mengaitkan kelingkingku pada kelingkingnya. "Kamu mau, 'kan, jadi teman Kakak?" Aku menatapnya sambil tersenyum.

"Tapi kakak harus janji, bakalan tinggal di sini, ya?" Nindi mengeratkan tautan jarinya.

Dengan ragu, aku menggangguk, pertanda setuju dengan permintaannya. Lalu, bibir tipis gadis mungil itu melengkung. Senyum yang sangat mirip dengan abangnya.

*

Pukul 09.20 tepat pesawat yang kami tumpangi mendarat di bandara. Setelah diberi pengertian sedemikian rupa oleh Arkan, akhirnya Nindi mengalah. Ia rela melepas abangnya pergi menghabiskan waktu berdua denganku. Memang sepatutnya begitu, 'kan?

Kami sudah dijemput oleh perwakilan dari agen travel untuk mengantar berkeliling. Dari bandara, kami dibawa menuju ke Keraton Yogyakarta. Jarak dari bandara ke sana ditempuh kurang lebih selama setengah jam.

Lokasi Keraton Yogyakarta berada di pusat kota Yogyakarta. Begitu sampai, mata disuguhkan dengan hamparan luasnya halaman depan Keraton berupa Alun-alun Utara Yogyakarta. Sementara halaman belakang Keraton berupa Alun-alun Selatan Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta terdiri dari beberapa bagian atau komplek. Komplek depan keraton, komplek inti keraton dan komplek belakang keraton. Pada tiap-tiap komplek Keraton Yogyakarta terdapat beberapa bagian komplek lagi yang di dalamnya ada berbagai bangunan yang memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Aku sampai berdecak kagum melihat betapa megahnya bangunan ini.

Bangunan yang megah dan kental dengan nuansa Jawa, aneka benda koleksi raja dan keluarganya, pertunjukan seni, hingga kehidupan para abdi dalem. Jika datang pada saat yang tepat, kita bisa menyaksikan beragam upacara adat atau prosesi yang digelar di keraton seperti Nyebar Udhik-udhik, Caos Dahar, Grebeg, dan masih banyak lagi.

"Mas, apa semua orang di sini berpakaian seperti itu?" Aku menunjuk orang yang sejak tadi lalu-lalang di sekitar bangunan. Oya, sejak tadi malam, aku dan Arkan sepakat mengubah nama panggilan kami. Aku panggil Arkan dengan sebutan Mas. Arkan memanggilku dengan sebutan Sayang.

"Ya, mereka memang mengenakan busana adat dalam menjalankan tugasnya. Mereka itu disebut abdi dalem." Mas Arkan menjelaskan secara detail tentang abdi dalem.

Kata Mas Arkan, abdi dalem memiliki wawasan budaya, keahlian sekaligus dedikasi yang tinggi. Tugas abdi dalem yaitu sebagai pelaksana operasional di setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan. Selain melihat aktivitas para abdi dalem, kita juga bisa melihat koleksi barang-barang keraton. Mas Arkan sudah hapal seluk beluk bangunan ini, sebab ia sudah tiga kali berkunjung ke sini.

"Mas, kita foto di situ, yuk." Aku menghampiri kotak kaca besar yang di dalamnya terdapat keramik, dan berbagai senjata tradisional. Koleksi yang disimpan dalam kotak kaca seperti ini banyak tersebar di berbagai ruangan. Antara lain berisi foto, miniatur dan replika, hingga aneka jenis batik beserta deorama proses pembuatannya.

Setelah puas berkeliling dan mengambil beberapa gambar, kami melanjutkan perjalanan ke Taman Sari. Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari Keraton Yogyakarta adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Letak Taman Sari tidak jauh dari Keraton Yogyakarta. Hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk sampai ke sana. Ya, karena letaknya hanya sekitar 1 km dari keraton. 

Mas Arkan tampak lebih bersemangat. Aku yang melihat perubahan di wajahnya, bertanya, "Mas kenapa? Kelihatan lebih senang?"

"Lihat saja nanti. Di sana, banyak spot bagus untuk berfoto. Kamu pasti suka, deh."

Benar saja, ketika memasuki kawasan Taman Sari, aku dibuat takjub oleh pemandangan yang sangat amazing.

Dengan bentuk bangunan arsitektur ala Portugis-Jawa, bangunan di taman ini menjadi daya tarik utama. Aura keindahan terpancar kuat dari bangunan bangunan di taman ini. Seperti yang Mas Arkan katakan, banyak spot-spot artistik dan bangunan-bangunan yang menonjolkan keunikan, yang sayang jika tidak diabadikan.

Setelah melewati gerbang utama, pengunjung akan disapa oleh dua buah kolam. Dua kolam tersebut merupakan salah satu dari tiga kolam di Taman Sari Yogyakarta. Masing-masing dari tiga kolam ini punya nama dan fungsi berbeda. Umbul Panguras kolam untuk raja. Umbul Kawitan untuk putri-putri raja. Umbul Pamucar untuk para selir-selir raja.

Di sekitar kolam dihiasi oleh berbagai ornamen mirip air mancur yang berbentuk seperti kepala naga dengan di sekelilingnya dihiasi pot-pot bunga. Aku beberapa kali mengambil gambar di sini. 

"Mas, aku lapar, nih." Aku melirik benda melingkar di pergelangan tangan.

"Sebentar lagi, Sayang. Memangnya kamu nggak mau lihat spot menarik lainnya? Masih banyak lho."

"Mas nggak bosan?"

"Kalau jalannya sama orang lain mungkin iya. Karena jalannya sama kamu, Mas nggak akan bosan, meski sudah berpuluh-puluh kali." Mas Arkan mencubit hidungku pelan.

"Ish, gombal." Aku balas mencubit pinggangnya sekali.

Kami melanjutkan ke spot berikutnya, yaitu Gapura Panggung. Gapura ini dilengkapi tangga yang terbuat dari kayu jati dengan kondisi hingga sekarang masih kokoh dan memberikan kesan artistik. Aku dan Mas Arkan berswafoto di sini.

Bangunan selanjutnya yang tidak kalah megah dan indah adalah Gapura Agung. Gapura Agung  didominasi ornamen berbentuk sayap burung dan bunga-bunga. Bangunan ini pun tak luput untuk diabadikan.

Tempat cantik lain di Taman Sari ialah Sumur Gumuling. Sumur ini bukan sumur tempat ambil air, tetapi merupakan sebuah masjid bawah tanah. Mesjid dibangun di bawah tanah, juga sekaligus sebagai bungker perlindungan bagi elit kesultanan, ketika kesultanan mengalami serangan yang membahayakan.

Masjid tersebut berbentuk dua tingkat melingkar hingga 360 derajat, bagian tengah berlubang dan desain menghasilkan tata artistik. Ketika imam memimpin salat, suara imam akan terdengar ke seluruh penjuru ruangan.

Di dalam bangunan masjid bawah tanah ini terdapat sumur yang dikelilingi oleh lima tangga yang melambangkan jumlah Rukun Islam. Saat kami menuruni anak tangga yang berada di masjid bawah tanah, kami menemukan tangga yang saling bertemu di tengah-tengah kolam air yang berasal dari Sumur Gumuling.

Hal unik lainnya yang perlu kalian ketahui adalah ketebalan dari tembok masjid bawah tanah yang kurang lebih sekitar 1,25 meter ini terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan menggunakan bahan alami seperti putih telur.

"Waw, it's so amazing." Berulang kali aku merasa takjub dengan bangunan di sekelilingku ini.

Semua informasi detail tersebut kudapat dari seorang tour guide yang kami sewa. Setelah Taman Sari, sebenarnya ada satu lagi tempat wisata yang akan kami kunjungi. Namun, aku sudah meminta pihak agen untuk membatalkannya. Sebab, aku menginginkan waktu bebas yang lebih lama. 

Tidak sulit untukku meminta kemudahan fasilitas, tinggal merayu Pak Heru saja. Lantas, ia akan menghubungi relasinya di Jogja. Ya, untuk trip ke Jogja ini, kantorku memiliki hubungan dengan beberapa relasi sesama agen travel. Aku sudah sering menghandle beberapa pelanggan, termasuk beberapa sekolah yang mengadakan acara perpisahan dengan mengadakan tour ke Jogja. Namun, ini kali pertama aku menginjakkan kaki di kota gudeg ini. 

"Mas, setelah ini, kita akan check in hotel."

"Okay, I'll follow you, honey." Mas Arkan merangkul bahuku. Kami berjalan menuju parkiran. 

Mobil melaju membelah jalan di tengah hari yang terik. Sebelum ke hotel, kami mampir ke sebuah restoran untuk makan siang. Lalu, melanjutkan perjalanan yang hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di hotel.

Gedung berlantai lima ini, tidak terlalu tinggi jseperti hotel berbintang di Jakarta. Oh, ya, hotel ini merupakan hotel bintang tiga yang sangat direkomendasikan oleh kantorku. Selain fasilitasnya yang ok, pelayanannya juga sangat memuaskan. 

Setelah menerima cardlock--kunci kamar, kami langsung menuju lantai tiga. Seorang petugas mengantar kami hingga depan kamar. Tak lupa Mas Arkan memberikan tip setelah lelaki itu selesai menjalankan tugasnya.

Superior double room, dengan nuansa putih dan pastel. Terdapat satu meja dan kursi di sudut kamar. Aku langsung tergoda untuk merebahkan tubuh di atas kasur. Sejenak mengistirahatkan badan yang lelah. Sementara Arkan langsung ke kamar mandi untuk berwudhu. Ya, kami belum menunaikan salat Zuhur.

Usai salat, kami istirahat sebentar. Mengecek ponsel masing-masing, Mas Arkan memperlihatkan ponselnya padaku. Terpampang di layar, ada sekitar lima belas pesan dari Nindi. Aku tersenyum miring melihatnya.

"Coba Mas baca."

"Kamu nggak mau baca duluan?" 

"Nggak ah, aku ngerti etika, Mas. Itu ponsel kamu, jadi kamu duluan yang berhak membaca setiap pesan yang masuk."

"Duuh, jadi makin sayang." Lagi, Mas Arkan mencubit hidungku.

Aku tak membalasnya, sebab penasaran dengan isi pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal pada ponselku. Sementara Mas Arkan sibuk berbalas pesan dengan Nindi, aku membuka pesan tersebut.

Mataku membulat melihat dua buah foto Arkan yang sedang berboncengan motor dengan seorang wanita yang tidak kukenal. Dan satu foto lagi, Arkan bersama wanita yang sama sedang berada di sebuah restoran. Tidak ada pesan apa pun, hanya gambar saja. Siapa sebenarnya wanita di foto ini? 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status