“Ethan!” Seru Panji seraya berjalan cepat menghampiri kursi cafe yang sedang diduduki Ethan.
Ethan berdiri. “Panji, long time no see.” Ia segera memeluk Panji ketika Panji mengulurkan tangannya untuk memeluknya.
“Man is it you?” Tanya Panji lagi setelah melepas pelukannya, ia tidak mempercayai pandangannya kalau temannya yang kaya raya dan banyak pengawalnya ada di sini, pasti tidak mudah bagi temannya bisa ke sini dan terbebas dari pengawasan para pengawal ayahnya.
“Yeah it’s me.” Jawab Ethan, seulas senyum tersungging di bibirnya melihat Panji tidak percaya kalau ia sekarang ada di hadapannya.
“Tidak ada yang mengawalmu?” Tanya Panji lagi masih tidak percaya kalau temannya yang super perfect ini tidak dikawal.
“Aku menyuruh mereka diam di mobil.” Kata Ethan seraya mengedikkan bahunya, ia menyengir melihat ekspresi Panji ketika mengetahui ia berhasil menaklukkan para pengawal itu pada akhirnya.
“Man…akhirnya kamu berhasil juga.” Kata Panji senang seraya menepuk bahu Ethan.
“Aku sudah dewasa Man, dan aku harus bisa mengendalikan mereka.” Ucap Ethan.
Panji mengangguk angguk menyetujui. “Yeah aku yakin kamu pasti bisa.”
Panji berhenti sebentar ketika melihat ada yang berbeda dengan penampilan Ethan. Ethan sudah mencukur brewoknya dan rambutnya yang hitam kembali coklat pirang, lalu ia melanjutkan.
“Kamu berbeda sekarang.”
Ethan tahu maksud Panji. “Itu hanya untuk photoshoot agar aku terlihat seperti laki laki sukses.” Sahut Ethan menyengir.
Panji pasti melihat iklan itu, lagipula ada alasan lain kenapa ia harus mengubah penampilannya dan hal itu juga berkaitan dengan ayahnya. Ayahnya menyuruhnya untuk menyamarkan dirinya ketika melakukan photoshoot untuk resort The Blue Pearl Island Bali.
“Bagiku kamu sudah menjadi laki laki sukses meskipun kamu mengubah penampilanmu.”
Itu benar mau diubah seperti apapun penampilan Ethan, Ethan masih seorang laki laki sukses yang tampan, tentu saja dengan kekayaan yang dimilikinya meskipun Ethan tidak pernah menunjukkannya, Ethan selalu sopan dan rendah hati.
“Bagaimana denganmu, aku melihatmu tampil di acara Super Chef di televisi.”
“Kamu melihatku?” Tanya Panji tampak tidak percaya kalau temannya sempat menonton acara di televisi.
Ethan mengangguk. “Sejak berada di Bali aku memiliki banyak waktu untuk menonton.” Kata Ethan sambil tersenyum.
“Sebenarnya ayahku yang ditawari tampil di acara itu, aku hanya di balik layar, kamu tahu aku lebih jago soal keuangan daripada masak.” Jelas Panji sambil menyengir.
“Lalu kenapa kamu yang tampil?”
“Ayahku demam panggung.” Bisik Panji, ia kembali menyengir.
“Acara itu kesempatan yang bagus untuk menaikkan omset, jadi aku lah yang maju tapi tentu saja dengan bimbingan ayahku.” Lanjut Panji.
“Sepertinya kamu berhasil menaikkan omset.” Kata Ethan sambil melayangkan pandangannya ke ruangan cafe yang banyak pengunjungnya bahkan ketika tadi ia masuk semua meja di luar sudah terisi.
Panji mengangguk sambil tersenyum. “Mereka semua penasaran dengan masakan yang aku tampilkan kemarin dan ingin mencicipinya langsung”
“Ethan kamu sudah di sini?” Suara ibunya Panji memotong percakapan mereka. Mereka segera berpaling dan melihat ibu dan ayahnya Panji sedang berjalan menghampiri mereka dengan wajah berseri.
“Halo Mrs. Maulina.” Ethan memeluk ibunya Panji. “Halo Mr. Mahadevan.” Lalu memeluk ayahnya Panji.
“Ethan kenapa kamu duduk di sini.” Kata ayahnya Panji.
“Iya aku sudah menyiapkan makanan spesial untukmu.” Ibunya Panji tersenyum senang.
“Aku sudah bilang sama ibuku.” Kata Panji menyengir tidak merasa bersalah ketika mendapat tatapan peringatan dari Ethan agar jangan merepotkan kedua orang tuanya.
“Ini tidak merepotkan dan kamu memang harus disambut dengan meriah.” Sergah ibunya Panji tahu maksud ucapan anaknya.
“Tapi…”
“Tenang tidak di sini kok tapi di ruangan lain.” Tambah Panji seraya mengerling kearah Ethan.
Ethan menghela napasnya, ia tahu kedua orang tua Panji sangat baik dan pengertian sama seperti Panji, bahkan Ethan sudah dianggap anak oleh mereka. Ethan membiarkan ibu Panji menggandeng tangannya untuk ikut ke ruangan yang sudah disediakan untuk dirinya, dan Ethan lupa buku Filosofi karyanya untuk Panji tertinggal di atas meja cafe.
Nadya menatap dirinya di cermin toilet, wajahnya basah karena dibasuh beberapa kali untuk menghilangkan amarah yang masih menguasainya. Kamu sudah siap Nad, bertemu lagi dengan Dimas, setidaknya Dimas mendapatkan pembalasannya meski berupa injakan kaki, tarik napas dan tenangkan diri. Nadya mengingatkan dirinya sendiri. Ia menarik napas berulang kali sehingga dirinya tenang. Setelah merasakan ketenangan pada dirinya, kekuatan untuk menghadapi Dimas muncul kembali. Nadya menarik napasnya lagi dan mengangguk kepada dirinya sendiri di cermin kalau dirinya sudah siap. Ia mengambil tissue di atas wastafel dan menghapus air dari wajahnya. Sekali lagi ia melihat cermin untuk memastikan kalau wajahnya sudah tidak basah. Ia membuang tissue itu ke dalam tempat sampah dan mengambil kacamata yang ia taruh di atas wastafel, ia keluar tanpa memakai kacamatanya. Di tengah jalan menuju meja cafe di mana teman temannya berkumpul Nadya melihat Dimas tertawa dan kelihatan bahagia. Tiba
Ethan tidak tahu kalau ada orang yang membaca bukunya. Ia baru ingat bukunya ketika membicarakan soal buku dengan Panji sehingga ia kembali keluar dari ruangan yang ditata meriah itu untuk mengambil bukunya yang ia taruh di atas meja cafe. Perempuan yang ia lihat di tempat parkir dengan mantan pacarnya itu sedang membuka lembar demi lembar bukunya dan tampak tertarik untuk membacanya. Ethan sengaja hanya duduk dan memperhatikan. Perempuan itu cantik kalau tanpa kacamatanya, beberapa helai rambutnya lepas dari ikatannya dan membingkai wajahnya yang putih kemerahan sehingga membuatnya tambah cantik. Keinginan untuk merapihkan helai helai rambut ke belakang telinga perempuan itu membuat Ethan terkejut. Belum pernah ada seorang perempuan yang menggugah keinginannya dengan cepat. Apakah karena terlalu lama ia tidak pernah memperhatikan perempuan sehingga ia seperti ini. Ethan tidak tahu. Tapi memang tidak ada seorang perempuan pun yang menarik perhatiannya termasuk Adel selain pe
Dimas berdiri di samping meja cafe, ia tampak terkejut melihat Nadya berpegangan tangan dengan seorang bule, dan bule itu lebih tampan darinya. Kepercayaan dirinya sebagai laki laki tampan tiba tiba merosot, tapi ia tidak akan membiarkannya. Dimas segera menegakkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di depan dada dengan angkuh, kedua matanya terpancar rasa sombong, ia tidak mau bule asing itu membuat dirinya tidak percaya diri. Dimas menatap Nadya dengan pandangan mengejek meskipun Nadya sekarang menunduk dan tidak melihat ke arahnya. “Aku tidak menyangka ternyata kamu perempuan seperti itu,” kata Dimas menggelengkan kepalanya pura pura tidak percaya. “Kamu sebenarnya cantik, coba deh kamu dandan sedikit aku pasti tidak akan memutuskanmu,” lanjut Dimas acuh tak acuh. Dimas tidak melihat perubahan sorot kedua mata Nadya yang berubah marah karena Nadya menunduk. Nadya segera menurunkan pandangannya dari Ethan ke ar
Ethan mengajak Nadya ke ruangan yang disediakan orang tua Panji untuk menyambutnya. Ruangan itu di tata sangat meriah seakan ada yang berulang tahun. Balon dan pita dipajang di mana - mana. Kata penyambutan dengan warna warni ditempel di dinding dengan kata “Welcome Our Beloved Ethan.” Meja yang penuh dengan berbagai jenis makanan, tidak terkecuali makanan dan minuman kesukaan Ethan dihidangkan oleh kedua orang tua Panji yang jago dalam membuat masakan. Tentu orang tua Panji tidak sendirian menata ruangan ini sehingga ruangan ini tertata dengan cepat. Setelah berada di dalam ruangan Ethan belum melepaskan genggamannya. Nadya mengerutkan keningnya terlihat bingung. Bagaimana ia harus bicara dengan Ethan untuk melepaskan tangannya sedangkan ia tidak bisa berbahasa Inggris. Seakan mendapatkan ide, Nadya sengaja menarik tangannya sehingga me
“Nadya?”“Halo Kak Panji.”Sebelum Panji bicara lagi tiba tiba pintu terbuka dan Mita menghambur masuk.“Nad, aku dengar dari………” Ucapan Mita terhenti ketika melihat sosok yang dikenalnya dan sangat dirindukannya.“Ethaaan!” Jerit Mita seraya berlari ke arah Ethan dan memeluk Ethan dengan erat.“Halo Mita.” Ethan membalas pelukan Mita.“Oh my God is that real you?” Tanya Mita setelah melepaskan pelukannya, ia masih belum mempercayai apa yang ia lihat.“Sure it’s me,” jawab Ethan sambil te
Kedua mata Ethan tidak bisa berpaling dari Nadya, ia tidak tahu kenapa seperti itu, namun entah mengapa dirinya selalu ingin melihat Nadya. Mungkinkah ia benar benar penasaran pada Nadya. Terus terang ia tidak dapat memungkiri dirinya sendiri ingin melihat lagi Nadya tanpa kacamata, dan bahkan ia ingin melihat Nadya dengan rambutnya yang terurai. Pikiran gila. Dalam hati Ethan berdecak tidak percaya apa yang ia pikirkan tentang Nadya, perempuan yang baru dikenalnya. Tiba tiba Panji angkat bicara sehingga Ethan memaksakan dirinya berpaling ke arah temannya. “Kalian sedang reunian?” Tanya Panji. “Iya.” “Lalu sedang apa kalian di sini?” Tanya Panji lagi. “Oh ya ampun!” Mita menepuk jidatnya. Karena sangat senangnya melihat Ethan, ia sampai lupa niatnya ke sini. “Tadi aku mau bilang Dimas melihatmu ke sini jadi aku mau memastikannya, aku pikir kamu ke toilet.” lanjut Mita kepada Nadya, kedua matanya bertanya tanya. Nadya tahu pertanyaan yang terpancar dar
Selama beberapa jam Nadya terus melamun sambil menatap keluar jendela. Kedua tangannya ditumpu di atas meja belajar untuk menyangga dagunya. Bahkan laptopnya belum disentuh sejak ia pulang dari reunian. Tidak seperti biasanya ia selalu tidak sabar untuk membuka laptop dan mulai menulis sampai kacamatanya miring dan ikatan rambutnya mengendur sehingga rambutnya banyak yang terlepas. Namun kali ini keinginan itu seolah menghilang bahkan ia membiarkan rambut panjangnya terurai, biasanya ia tidak suka rambutnya diurai karena membuat ia risih dan gerah, dan biasanya ia selalu memakai kacamata tapi kacamata itu kini masih di kamar mandi setelah tadi ia mandi dan menyimpan kacamata itu di sana. Nadya hanya ingin duduk mematung dan melamunkan apa yang tadi ia alami, dan apa yang ia rasakan. Rasa yang tiba tiba muncul setelah pintu ruangan itu tertutup dan Ethan tidak lagi terlihat. Nadya tahu dari Mita kalau Ethan berasal dari Australia. Ethan pasti sekarang sudah kembali ke A
Bersamaan dengan itu hp di tangan Nadya bergetar memberitahu kalau ada pesan baru yang masuk. Nadya melihat pesan itu. Nomer baru. ia tidak kenal nomer itu, ia membuka pesan itu dan melihat tulisannya.Hai Nadya Nadya langsung membalas pesan itu.Maaf ini siapa?Aku EthanNadya tercengang, jantungnya mulai berdegup kencang. Ia hanya menatap layar hp tanpa bergerak sama sekali. Tiba tiba hp itu berdering sehingga mengagetkan Nadya sekaligus menyadarkannya. Nadya segera menerima panggilan telepon dari Ethan.“Halo,” jawab Nadya pelan, dan terlalu pelan.“Kamu kenapa?”Sebelum menjawab Nadya berdehem untuk mengeraskan suaranya sedikit. “Tidak apa apa.”Lama tidak ada sahutan dari Ethan, Nadya menunggu sehingga jantungnya semakin berdegup kencang.“Simpan nomerku.”“Kamu pasti kena roaming.”“Aku mas