Tangan yang menari dengan tangkas. Untai demi untaian kata yang terjejer rapi namun terkesan unik. Tulisan yang membuat siapapun yang membacanya akan terasa enak dibaca. Mata abu gelapnya menyorot tajam bergantian antara papan tulis dan buku catatannya. Ia terlihat fokus, tak tergoyahkan. Membuat pesonanya kian kuat dengan kesan dingin yang jelas. Beberapa siswi sedari tadi berbisik, mencuri pandang ke arahnya. Ada yang terang-terangan menatapnya, tersenyum. Erry tahu itu. Tetapi ia berusaha tak peduli. Ia cukup membayangkan mereka adalah sekawanan kambing, tak lebih. Siswi-siswi itu mencebikan bibirnya, kecewa.
"Yah, dia memang tampan, sangat! Tapi dia terlalu misterius."
"Apakah dia anak konglomerat?"
"Hahaha, aku tidak tahu. Aku pernah dengar bahwa dia hanyalah anak miskin yang tinggal dipinggir hutan."
"Ck, yang benar saja? Yah kalau dilihat dari pakaiannya yang lusuh sih... Tidak aneh."
&
Pukul 15.15 p.m. cewek berambut brunette ikal yang sedari tadi diikuti oleh Erry kini keluar dari ruang ganti. Pergi ke toilet untuk merias wajahnya. Cewek itu bernama Adele, salah satu anggota PMR di Hillary High School.Saat ia keluar dari toilet, Erry tiba-tiba membekapnya dan menyeretnya ke suatu pojok dinding dekat tikungan. Lalu mendorong Adele ke tembok. Menghimpit dengan tubuh tinggi atletisnya. Membuat cewek itu yang siap memaki kini terdiam dengan napas yang sesak. Terutama saat ia beradu tatap dengan mata abu pekat milik Erry yang tampak sangat misterius dan dalam."H, hai... E, Erry?"Erry diam. Sorot tajam dan tatapan dingin itu belum berubah. "Katakan, siapa yang membeberkan hal itu?""Eh???""Aku yakin sekali kau belum pikun dan otak itu masih berfungsi dengan baik. Jadi, siapa?"Adele terdiam, mengingat apa yang ia bicarakan dengan beberapa teman sekelasnya saat di kelas tadi. Ia kembali menatap Erry. Menyentuh kedua pundak c
BRUKBibi Erry meletakkan kayu-kayu yang dibawanya ke tanah bersama kayu-kayu yang sudah dikumpulkan oleh buruh pencari kayu yang lain. Satu tangannya menyeka dahinya, menyeka keringatnya. Entah kenapa sejak anak asuhnya pergi ke sekolah perasaannya tidak nyaman sama sekali. Ia merasa ada yang janggal. Tapi tidak tahu itu apa. Ia menghembuskan nafasnya, menatap langit. Berharap tidak ada hal buruk yang terjadi pada pemuda itu.Ia lalu kembali bergabung bersama teman-temannya yang kini berkumpul menghadap sang majikan....Kenio Anasthasius Blake. Seorang pria berusia 714 tahun yang masih terlihat 30-33 tahun dalam umur manusia biasa. Di Valeoryea, dia bukan berasal dari keluarga bangsawan atau kerajaan. Namun statusnya di masyarakat nyaris sama dengan para bangsawan kelas A. Bahkan kekayaannya yang dimilikinya melebihi Kerajaan Daves dan Kerajaan Orton, yaitu kerajaan bangsa peri dan penyihir.Kecerdikan ya
Ruangan luas dengan nuansa putih dan emas yang elegan. Dinding, lemari, perabotan, semuanya putih. Sedangkan aksesoris-aksesoris hiasannya berwarna emas yang tampak mengkilap. Kasur king size berselimut merah. Sebuah tv ukuran 41 inci tergantung didinding. Sebuah kursi lengkap dengan mejanya. Lalu, jendela besar yang menghadap langsung ke kota dihadapannya. Erry masih terdiam, mengumpulkan nyawanya. Ia mencoba berolahraga ringan. Lagi-lagi ia meringis. Kenapa tubuhku kaku sekali? Pikirnya. Mata indahnya menyipit, memikirkan apa yang terjadi. Bingung, terakhir kali ingatannya adalah ketika ah, iya! Menghajar para preman sialan itu! Tetapi setelah kejadian itu... Apa yang terjadi? Dan dimana ini? Erry bergeser, kakinya perlahan menapak lantai. Ia berjalan pelan ke arah jendela. Tinggi sekali, ini dilantai berapa? Pikirnya lagi. Setelah puas melihat pemandangan kota dan jalan raya dari balik jendela, ia memutuskan keluar dari kamar ini. Klek. 'Ternyata pintunya masih manual.' Setela
Erry begitu fokus membaca buku usang pemberian Kenio. Sehari setelah ia sampai di rumah ia langsung membacanya. Sudah tiga hari berlalu yang artinya ulang tahunnya yang ketujuh belas tinggal menunggu 4 hari lagi. Ia memang hobi membaca dari kecil, namun bacaan yang mengandung banyak drama dan romansa bukanlah seleranya, jelas. Alasan ia tertarik dengan buku itu karena menurutnya buku itu punya kesan misterius yang dapat menariknya. Benar-benar seperti buku dongeng bergenre histori. Tapi, yang membuat dia bingung, mengapa semua kejadian yang tertulis di buku itu bukanlah seperti sebuah karangan. Terasa nyata.Dan seperti pertama kalinya ia membaca judul buku ini, setiap kali membacanya ia selalu panas dingin, jantungnya seringkali berdegup kencang tanpa alasan."Jadi, disini, Yang Mulia Ratu Cheressa membunuh bayinya di detik terakhir sebelum kematiannya. Ia juga membunuh pelayan pribadinya sendiri demi menghilangkan saksi terakhir? Yang Muli
"Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar membuat kami waspada. Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?" Tanya seorang pria bertelinga runcing dengan penampilan paling nyentrik. Mata hijau keperakannya nampak awas menatap sekitarnya. Steven Horace, raja Kerajaan Daves, bangsa peri."Benar sekali! Kejadian itu, bisa dikatakan nyaris mirip dengan kejadian 27 tahun yang lalu. Seolah ada yang mengendalikan pikiran saya, membuat energi saya melemah, bahkan nyaris tidak bisa bernapas. Selain itu saya dan kaum saya yang berada di laut juga dipaksa untuk naik ke darat lalu bersimpuh, bedanya kami tidak dipaksa memakai wujud duyung kami. Kami semua seolah diharuskan untuk menghormati seseorang. Itu membuat klan duyung ketakutan. Sampai ratuku tidak bisa tidur dengan tenang." Tambah seorang pria bertubuh atletis dengan mata hijau laut dan kulitnya yang berkilau. Raja Harold Weston, raja Kerajaan Airalex, bangsa duyung."Itu amat benar. Saya kira kita semua pun pasti tidak bisa
"Aku benar-benar tidak mengerti. Buku ini, bibi mengetahuinya? Tapi bagiamana bisa??" Tuntut Erry. Pusing, begitu banyak emosi yang berkecamuk di kepalanya. Sedang sang bibi menunduk.Erry memegang erat bahu wanita paruh baya itu, "bibi, cepat katakan! Apa bibi benar-benar tahu buku ini berasal darimana?" Terdiam sejenak, "oh, atau, buku ini ada hubungannya denganku?" Lanjutnya.Bibinya tetap diam selama beberapa detik. Hingga ia akhirnya iapun berkata dengan suara menahan tangis, "sesungguhnya bibi pun tak terlalu tahu Erry. Karena saat pembantaian itu terjadi, bibi, bibi tak ada disana." Balasnya.Erry melepaskan kedua tangannya, menatap bibinya yang saat ini masih tertunduk, tidak tega melihat tubuh ringkih wanita yang selama ini membesarkannya itu. Tapi ia memilih diam, ingin mendengar lebih lanjut. Dan bibinya mengerti."Dulu, 27 tahun yang lalu," ujar bibinya sendu."Seorang wanita datang menghampiri bibi di tengah malam. Bibi yang saat
KrakKrakKrakPanorama alam yang indah. Langit biru yang berpadu dengan lembayung senja beralaskan awan comulunimbus yang putih bersih. Burung-burung beterbangan hendak kembali ke peraduannya.Senja yang indah bukan?Namun sayangnya keindahan tersebut tak berarti apa-apa bagi seorang remaja lelaki yang kini tengah berjalan dengan tatapan yang kosong. Entah sudah berapa lama ia berlari hingga akhirnya tanpa sadar ia memutuskan untuk melangkah.Tatapan kosong, tubuh letih, rambut berantakan dan pakaian lusuh. Tidak, dia bahkan tak menggunakan alas kaki! Kotor!Pantaskah sekarang predikat gembel untuknya?Tidak, itu semua tentu tidak sebanding dengan pikirannya dan perasaannya yang tengah berkecamuk. Bagaikan benang kusut yang tak tahu mana awalnya dan mana akhirnya. Semuanya berjalin, rumit. Benar-benar melelahkan.Remaja lelaki itu, Erry, akhirnya ia memutuskan untuk duduk di bawah sebuah pohon. Duduk diatas akarnya yang
Malam itu, pukul 00.02 dini hari. Erry baru pulang ke rumah dengan lelah sambil mengendap-endap. Ia masuk ke pekarangan lewat belakang, lalu ke sisi samping, bermaksud untuk masuk lewat jendela kamarnya. Saat ia berhasil membukanya, dengan sangat pelan ia menaikkan satu kakinya. Namun belum juga sampai ke daun jendela, suara yang sangat familiar menyapa indera pendengarannya.Eek, ek!'Seon?'Kepalanya refleks menoleh ke bawah, tapi tak ada apa-apa. Ia memutuskan kembali menurunkan kakinya dan memeriksa sekelilingnya. Sambil terus mengendap-endap, ia melangkah ke pintu depan. Dan tepat Seon berada di depan pintu masuk rumah. Tengah tiduran santai sambil mendengkur. Sesekali matanya terpejam, mungkin mengantuk."SEON!"Erry yang senang dengan kehadiran kucingnya yang tidak terduga itu langsung teriak tanpa suara. Seon pun yang menyadari kehadirannya segera bangkit dan merilekskan seluruh ototnya. Matanya coklat gelapnya berbinar bulat menggemaskan.