Beranda / Romansa / I'm Hold You / Abortus Incompletus

Share

Abortus Incompletus

Penulis: Selfie Hurtness
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-20 01:18:18

"Kehamilan sebelas minggu, namun sayang sekali, Bu, kehamilan Nina tidak bisa dipertahankan lagi," guman dokter Gina sambil menatap nanar wanita paruh baya yang menangis sesegukan itu.

"Jadi terpaksa kita harus lakukan kuretase ya, Bu." lanjut dokter Gina lagi.

"Astaga, Nin! Kenapa kamu jadi begini? Kenapa kamu sampai jauh kebablasan sejauh ini? Siapa pelakunya, Nin?" rintih wanita itu sambil mengangkat sesegukan.

"Ini mohon maaf, suaminya benar-benar tidak ada? Kami dari pihak rumah sakit hendak meminta tanda tangan persetujuan prosedur kuretase-nya, Ibu," tanya dokter Gina sabar.

"Biar saya yang tanda tangan saja, Dokter!" guman wanita itu sambil menyusut air matanya.

"Minta perawat mempersiapkan dokumennya, Bim!" perintah dokter Gina pada Bima yang langsung dibalas anggukan kepala.

Bima bergegas pergi menemui perawat jaga IGD untuk mempersiapkan lembar persetujuan itu. Hatinya berkecamuk luar biasa, dipikirannya hanya ada gadis itu. Apakah dia juga bernasib sama dengan Nina?

Apakah kemudian dia hamil? Atau seperti ketakutannya yang lain bahwa gadis itu kemudian depresi lalu bunuh diri? Atau bagaimana? Rasanya ingin sekali Bima mencari tahu bagaimana kabar gadis itu, tapi bagaimana caranya? Namanya saja dia tidak tahu, apalagi alamat dan informasi lainnya tentang dia! Satu-satunya yang Bima ingat hanyalah wajahnya dan jangan lupa, kenikmatan tubuhnya!

Sialan!

Kenapa di saat ini dia masih memikirkan hal itu sih? Kenapa di saat ini dia masih memikirkan hal hina yang sudah ia lakukan pada gadis itu? Bima sudah benar-benar gila!

"Dok, kok ngelamun sih?" Dian, salah satu perawat IGD menyenggol lengan Bima, di tangannya sudah ada lembar persetujuan tindakan kuretase yang akan dokter Gina lakukan itu.

"Eh-oh ... nggak apa-apa, cuma kasian saja sama ibunya pasien itu, Sus," guman Bima sambil tersenyum kecut.

"Iya kasian ya, Dok. Anaknya hamil mana masih muda, di luar nikah tanpa ada laki-laki yang mau bertanggungjawab lagi!"

Hati Bima kembali seperti ditusuk sembilu, apakah ibu dari gadis itu juga merasakan hal seperti ini? Sedih, hancur, kecewa dan marah dengan apa yang sudah menimpa puterinya itu? Ahh ... Bima memang laki-laki tidak bermoral!

Harusnya ia tidak meninggalkan gadis itu begitu saja setelah ia selesai menuntaskan segala hasrat terkutuknya pada gadis yang tidak berdaya itu, harusnya ia bertanggungjawab atas apa yang sudah ia lakukan, tapi bagaimana dengan Melinda kalau ia melakukan itu?

Sungguh simalakama! Namun jujur, Bima sampai sekarang masih dihantui rasa bersalah yang begitu luar biasa, rasa takut kalau sampai gadis itu sampai hamil atau bunuh diri.

"Dok, ini lembar persetujuannya," guman Bima sambil menyodorkan lembar itu pada dokter Gina.

"Terima kasih banyak, Bim." dokter Gina menerima lembar yang Bima sodorkan itu, "Sepi? Bantu saya kuretase bisa?"

Bima menengang, bantu kuretase? Tentu ini bukan hal asing bagi Bima, dulu ketika ia masih koas di stase obstetri ginekologi, ia beberapakali membantu residen dan konsulennya melakukan prosedur ini. Hanya saja untuk sekarang, kenapa rasanya jadi begitu lain? Kenapa ia jadi takut? Kenapa wajah gadis itu terus membayangi Bima?

Namun Bima tidak bisa menolak bukan? Ia hanya mengangguk pelan lalu bergegas menarik meja instrumen yang sudah disiapkan itu. Tangannya menekan botol handsanitizer lalu meraih handscoon. Keringat sudah membanjiri wajah dan tubuhnya. Jantungnya berdegup lebih kencang.

Dan prosesi kuretase pun dimulai, setelah semuanya siap, dokter Gina mulai memasukkan alat kuret yang berbentuk seperti sendok itu ke dalam jalan lahir gadis itu yang telah lebih dulu di lebarkan dengan laminaria.

Hati Bima seperti terkoyak dengan begitu luar biasa. Ia seperti merasakan pedih yang dirasakan gadis itu, meskipun ia tahu gadis itu tidak merasakan apa-apa efek anestesi yang telah diberikan kepadanya sebelum proses kuretase di mulai. Bagaimana kalau gadis yang ia perkosa itu bernasib yang sama? Bagaimana kalau darah dagingnya bernasib seperti janin yang hari ini ia bantu keluarkan dari rahim ibunya ini?

Mata Bima memerah luar biasa, tak terasa air matanya menintik kemudian. Yang coba Bima lakukan hanyalah selalu mengingat wajah gadis itu dan berharap kelak ia bisa bertemu dengannya sekali lagi. Hanya sekedar menanyakan kabar atau memastikan bahwa dia baik-baik saja!

***

Bima menutup pintu toilet dengan kasar, ia langsung duduk di kloset sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia menangis, benar-benar menangis! Kenapa harus seperti ini? Kenapa rasa bersalah itu terus menghantuinya meskipun ia sudah mencoba sekuat tenaga melupakan itu semua! Mencoba untuk tetap biasa aja dan baik-baik saja, namun rasa bersalah dan berdosa itu tetap menyiksanya! Apakah dia akan seperti ini terus?

Bima mengusap wajahnya dengan kasar, rasanya ia harus secepatnya mencari tahu dimana dan siapa gadis itu, bagaimana kabarnya! Sebelum ia mati berdiri karena di dera perasaan bersalah yang begitu luar biasa itu.

Bima mencuci wajahnya di wastafel, lalu melangkah keluar dengan berusaha setenang-tenangnya, seolah-olah tidak terjadi apapun. Tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini! Tidak siapapun, kecuali dia, gadis itu dan Tuhan yang menyaksikan perbuatan bejat Bima kala itu.

Bima terus melangkah ke poli rawat jalan, ia baru ingat bahwa ia harus menemui dokter Hilman guna menyerahkan beberapa file data yang beliau minta sebagai kelengkapan syarat program internship-nya. Ia terus melangkah dengan gagah, hingga kemudian ia melewatkan sosok yang tengah duduk di kursi tunggu depan ruang praktek dokter Hendratmo itu, salah seorang dokter obsgyn yang juga dinas di rumah sakit ini.

Gadis itu tampak sedang asyik memainkan smartphone miliknya, sementara sang ibu di sisinya sedang mengobrol dengan wanita hamil yang duduk di sisinya.

Bima sama sekali tidak menyadari gadis itu, pikirannya berkecamuk luar biasa. Yang ada di pikirannya hanyalah segera sampai di ruang dokter Hilman dan segera kembali untuk bertugas lagi, agar semua rasa bersalah dan berdosa ya sedikit terobati.

***

"Ma, katanya nggak antri banyak!" protes Vina yang sudah sangat bosan mengotak-atik handphone di tangannya.

"Ya sabar dong, kan yang daftar online juga banyak, Sayang," Ani tersenyum lalu menyodorkan air mineral ke putrinya yang sudah manyun itu.

"Tau gitu tadi ke bu Palupi aja deh, nggak antri banyak kalau jam segini," Vina mencebik, menerima botol air mineral itu lalu meneguk isinya. Bu Palupi adalah bidan praktek mandiri yang praktek tidak jauh dari rumahnya.

"Heh, ini dokter kandungan paling direkomendasikan, Sayang! Pokoknya ya buat cucu mama, tidak boleh sembarangan, harus yang terbaik! Paham?"

Vina tersenyum, ia sangat beruntung memiliki ibu sepeti Ani. Tidak peduli seberat apa kesalahan yang sudah ia lakukan, Ani tetap merangkulnya, men-support dan selalu memberikan yang terbaik untuknya dan janin yang ada di dalam kandungan. Walau tanpa ayah, walaupun Vina sendiri tidak tahu siapa bapak dari anaknya, Ani tetap menyayanginya dan mencintainya dengan begitu luar biasa.

Vina hendak buka mulut untuk mengucapkan beribu terima kasih pada sang mama ketika panggilan itu mengejutkan dirinya.

"Nyonya Levina Agustina Dewantara!"

Sontak Ani bangkit, membantu Vina berdiri lalu membimbingnya masuk ke ruang periksa dokter Hendratmo. Di saat bersamaan, laki-laki tinggi tegap dengan wajah rupawan itu keluar dengan begitu gagah dari ruang salah seorang dokter. Jas putih yang ia kenakan makin membius banyak pasien yang menumpuk di poli rawat jalan. Ia melangkah dengan begitu santai dan begitu gagah.

"Astaga, kalau dokternya seganteng ini mah, aku rela deh pilek tiap hari!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
eek kirain ketemu
goodnovel comment avatar
Lea Octa
ih ko kesel sih gemes dikira bakalan ketemu sm Levina eh lewat begitu aja si Bima nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • I'm Hold You   End Chapter - Pamit

    Vina menitikkan air mata ketika akhirnya dia bisa merasakan bagaimana rasanya IMD. Bagaimana rasanya bayi langsung menyusu kepadanya begitu lahir.Bima terus menerus membantu bayi kecil mereka menyusu sambil terus menerus menitikkan air mata. Semuanya kompak menangis haru, membuat beberapa paramedis sengaja menjauh agar tidak menganggu interaksi keduanya."Udah dong nangisnya!" Ejek Vina yang tidak sadar diri, dia bahkan masih menitikkan air mata."Aku bahagia banget, Sayang! Sungguh!" Bima tersenyum, matanya masih memerah dan basah, membuat Vina terkekeh seraya mengelus lembut kepala bayi yang baru beberapa menit lahir itu."Aku sudah minta lebihan darah untuk kita lakukan pengecekan, Sayang. Kita akan deteksi lebih dini. Dan harapanku ... Tidak ada lagi Anetta yang lain." Bisik Bima lirih."Bagaimana ka--.""Sayang! Stop overthinking, oke?"Vina tertegun menatap mata itu, ia tersenyum getir dengan air m

  • I'm Hold You   New Chapter 9

    Minggu pagi. Vina ingat betul hari ini minggu pagi. Cuaca cerah di luar sana dengan langit biru yang begitu bersih. Tapi kali ini, bukan langit biru yang Vina lihat dengan matanya. Yang ada dj depan mata Vina sekarang adalah langit-langit koridor koridor OK, menantikan gilirannya masuk ke dalam salah satu ruangan.Vina mengelus perut membukitnya, rasanya seperti Dejavu. Ya ... Beberapa tahun yang lalu Vina pernah ada di posisi ini. Terbaring dengan perut besar membukit menantikan tindakan operasi. Bedanya, dulu dia menanti dengan penuh rasa khawatir karena usia kandungan yang belum cukup dan tentu saja dia harus berjuang sendiri di dalam sana.Kali ini ... Semuanya berbeda. Usia kandungan Vina sudah sangat cukup dan sekarang, dia tidak lagi sendirian. Sosok yang sudah siap dengan setelan scrub, nurse cap dan masker itu terus menggenggam tangannya erat-erat. Sama sekali tidak melepaskan tangan Vina, seolah tidak mau berpisah barang sedetikpun dari Vina. 

  • I'm Hold You   New Chapter 8

    "Sayang ...." Bisikan Bima lirih sambil mengguncang bahu sang istri. Vina sama sekali tidak membuka mata, hanya menggumam perlahan tanpa bergerak sedikitpun. Bima tersenyum getir, intinya malam ini dia tidak terima penolakan. Mumpung mereka tidak menginap di rumah sakit! Dan Bima tidak mau mensia-siakan kesempatan ini? "Ayolah, aku kadung janji sama Neta nih!" Rayu Bima tanpa gentar. Kalau pergumulan mereka beberapa hari yang lalu tidak menghasilkan karena ternyata Vina sedang tidak subur, maka kali ini Bima sudah hitung betul-betul masa subur sang istri dan inilah saatnya. "Salah sendiri asal bikin janji. Kan aku udah ngomong dulu kalo sama Neta jangan sembarangan bikin janji!" Vina bergeming, sama sekali tidak menghiraukan segala macam kode dari Bima. Bima menghela napas panjang, intinya dia sudah bertekad bahwa dia harus bisa menghamili Vina untuk kedua kalinya! Atau mungkin nanti jadi ke tiga kali? Empat? Atau berapa?

  • I'm Hold You   New Chapter 7

    “Congratulations, istriku tercinta!” Vina yang masih dalam balutan toga tertegun melihat sang suami menyodorkan buket mawar merah yang cukup besar itu kepadanya. Ini adalah kali pertama Bima memberinya bunga, pertama kalinya yang kebetulan bersamaan dengan acara wisudanya. Vina tersenyum dengan mata berkaca-kaca, menerima bunga itu dan pasrah ketika Bima menarik dan menjatuhkan Vina ke dalam dekapan tubuhnya. Air mata Vina menitik, harusnya Anetta ikut di sini sekarang. Menyaksikan sang mama diwisuda setelah berjuang tiga setengah tahun kuliah sambil merawat Anetta selama ini. Masih tergambar betul dalam ingatan Vina ketika dia harus ujian akhir semester satu dan Anetta habis imunisasi. Bagaimana perjuangan Vina belajar sambil sesekali menyusui Anetta yang rewel dan sedikit demam pasca imunisasi. Sekarang semuanya terbayar lunas sudah! Dia sudah berhasil meraih gelar S.H-nya. Menjadi sarjana hukum dengan predikat cumlaude ketika lulus. “Aku em

  • I'm Hold You   New Chapter 6

    Suara pintu terbuka, Vina sontak menoleh dan mendapati dua nenek rempong itu sudah masuk bersama-sama ke dalam ruangan. Heran, rumah mereka jaraknya cukup lumayan, tapi kenapa bisa barengan begitu sampainya? “Neta tidur?” tanya Ani sambil memencet botol handsanitizer yang menempel di tembok. “Tidur, Ma. Kok bisa barengan?” tanya Vina sambil menatap mereka bergantian. “Bisalah, kan kompak!” jawab Anita seraya mengedipkan sebelah mata. Vina melongo, bisa begitu? Nampak Anita mendekati ranjang, di mana Bima tertidur begitu pulas sambil memeluk Anetta, sebuah pemandangan yang sejak tadi sudah menguras air mata Vina dengan begitu luar biasa. “Bim ... bangun gih! Pulang sana istirahat!” bisik Anita sambil mengguncang lembut bahu anak lelakinya. Sejak dua hari memang Bima belum pulang kerumah. Selain banyak tugas yang diberikan konsulen, Bima sama sekali tidak mau berpisah dengan Anetta. Bima nampak menggeliat, membuka matanya perlahan-lahan

  • I'm Hold You   New Chapter 5

    "Neta nggak bisa makan untuk sementara waktu, Ma." Gumam Bima ketika Ani datang membawa banyak sekali makanan kesukaan Anetta."Kenapa, Bim? Dia baik-baik saja, bukan?" Tampak wajah itu sangat khawatir, membuat Bima tersenyum getir dan mengangguk pelan."Tentu, dia baik-baik saja. Hanya efek dari BMT adalah adanya gangguan pencernaan dan mungkin muncul sariawan di mulut, jadi makanan Anetta sampai beberapa saat ke depan sampai pencernaannya membaik hanya melalui infus." Jelas Bima sabar, ia sudah menjelaskan hal ini pada Vina, untuk Anita tentu Andi sudah menjelaskannya lebih dulu, bukan?"Oh begitu?" Ani nampak murung menatap bungkusan yeng dia bawa, "Vina juga nggak boleh makan?""Kalau Vina boleh, Ma. Dia bebas mau makan apa aja." Tentu Bima paham kalau Ani khawatir dan kecewa karena apa yang dia bawa tidak bisa Anetta nikmati, tapi semua itu demi kebaikan Anetta, bukan?"Sampai kapan Neta harus dirawat, Bim? Kapan dia bo

  • I'm Hold You   New Chapter 4

    "Sakit?" Tanya Bima sambil mengelus puncak kepala sang istri yang kini tergolek di ranjang dengan kateter yang menancap di leher. Vina menggeleng lemah, "Demi Anetta, semua ini sama sekali tidak terasa sakit, Mas." Bima mengangguk, menjatuhkan kecupan mesra yang begitu manis dan mampu membuat dua orang yang ada di ruangan itu auto iri melihatnya. Vina tersenyum, akhirnya kini dia yang berbaring di sini. Bukan karena sakit, tetapi bersakit-sakit ria demi Anetta. Setelah prosedure panjang yang dilakukan, hasil pemeriksaan HLA yang paling cocok merujuk pada dirinya. Bukan Bima atau anggota keluarga yang lain. Jadilah ini Vina kembali berjuang demi Anetta setelah dulu berjuang di OK demi melahirkan Anetta. "Kamu wanita paling hebat dan kuat yang pernah aku kenal, Vin." Bima mengelus lembut dahi Vina, wajah mereka begitu dekat membuat siapapun yang di sana gigit jari melihat kemesraan itu. "Kau tau siapa yang membuatku

  • I'm Hold You   New Chapter 3

    “Mas, ada apa?”Bima mengangkat wajah, mengabaikan sejenak segelas es teh yang dia pesan sambil menantikan Vina datang menemuinya di kantin rumah sakit. Kini, istri cantiknya itu sudah hadir dan berdiri di depannya.“Anetta gimana? Aku mau masuk tapi masih harus ada jaga.” Bima harus ingat betul, tidak boleh sembarangan orang masuk ke dalam kamar Anetta, dia sekalipun harus memastikan bahwa dia bersih dan steril. Jadi agak susah dan ribet kalau dia yang masih jaga ini harus bolak-balik membersihkan diri sebelum masuk ke dalam.“Baik, dia sudah bisa tidur.” Vina duduk di hadapan Bima, nampak Vina hanya mengenakan sweeter dan kaos yang nantinya jika di dalam ruangan akan di ganti dengan setelan scrub yang bersih.“Darahnya masih keluar?” tentu itu yang Bima tanyakan, tiap menit, hal itu yang selalu Bima khawatirkan.“Yang hidung belum mau berhenti, Mas. Untuk telinga sudah mampet sih.”

  • I'm Hold You   New Chapter 2

    “Ayolah, Ma ... semua demi Anetta.” Mohon Vina sambil menggenggam erat kedua tangan Ani.Vina paham, sangat mengerti bahwa sulit bagi Ani untuk berpisah dari Anetta. Vina masih ingat, ketika dia sibuk kuliah, meskipun dibantu oleh baby sitter, Ani-lah yang mengawasi dan merawat Anetta selama ini. Tentu akan sangat sulit bagi Ani menerima bahwa cucunya harus pindah tinggal di rumah besannya.“Berapa banyak sih biaya buat bikin ruangan kaca atau apalah itu? Duit Mama nggak cukup, Vin?” tanya Ani dengan mata memerah.Vina menggelengkan kepala cepat, matanya ikut memerah. Bisa Vina lihat sorot luka penuh kekecewaan itu terpancar di mata Ani. Siapa yang tidak terluka? Selama bertahun-tahun merawat seorang diri Anetta yang tengah hamil lalu merawat bayinya dengan sepenuh hati dan penuh kasih sayang, tiba-tiba harus dipisahkan seperti ini?Tapi semua itu bukan karena keserakahan atau keegoisan semata. Semua demi Anetta! Vina sangat berhar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status