Terdengar suara pintu diketuk dari luar dan suara cempreng yang memekakkan gendang telinga yang berteriak di pagi buta, padahal udara sedang dingin-dinginnya. Rasanya cocok untuk tidur sambil memeluk guling, boneka kelinci dan merapatkan selimut motif kelinci kesayangan.
"Mera! Mera!" terdengar teriakan dari depan pintu kamar, sedangkan waktu menunjukkan pukul tujuh pagi.
Amera menguap. "Ah, menyebalkan! Masih pagi, tapi Kakak berisik sekali! Aku masih ngantuk!" sahutnya, dengan gerakan anggun merapikan selimut kesayangan yang kini sudah kembali menutupi hampir setengah badanku.
"Dasar malas," gerutu sang kakak, Shena, masih di depan kamar Amera.
Awas saja kamu. Nanti Kakak guyur air seember kalau belum bangun juga, ancam Shena geram dalam hati terhadap sifat putri kecil kesayangan ayahnya itu.
"Katanya mau bantu Kakak untuk menjalankan bisnis Ayah, tapi nyatanya jam segini masih tidur!" lanjut Shena mengeluarkan jurus andalannya.
Amera langsung melompat dari tempat tidur setelah mendengar bisnis ayahnya disinggung-singgung. Semangat mudanya kembali berkobar. Ia berlari menuju meja makan dan menunjukkan senyuman termanisnya di pagi itu.
"Siap, komandan! Amera Syesha Atmaja siap menjalankan perintah!" ucap Amera sambil cengengesan menggoda sang kakak.
Tingkah Amera memang tergolong usil dan selalu ceria, lain dengan Shena yang selalu serius dan tak mau dibantah.
"Cepat mandi dan bersiaplah, kita harus cepat ke kantor!" ucap Shena ketus.
Shena menyibukkan dirinya memakai dress hijau tosca selutut dan jas berwarna putih, dengan cantik membalut tubuhnya yang tinggi dan berkulit putih. Rambutnya yang hitam lurus menjadi gaya andalannya.
"Wah, wah! Kakak rapi dan cantik sekali hari ini. Jangan-jangan Kakak mau menggoda paman Dirga ya?" Amera menggoda kakaknya dan tertawa.
Shena menanggapi ocehan adiknya itu dengan melemparkan sendal butut ke arah kepala Amera.
"Aw!" teriak Amera kesakitan.
"Makanya jaga bicaramu! Kamu bikin jengkel Kakak saja," sentak Shena marah.
"Peace!" dengan menunjukan kedua jarinya ke arah sang kakak, Amera langsung ngeloyor pergi bersiap ke kamarnya.
Mata kuliah hari ini adalah manajemen bisnis. Untung bapak-bapak ganteng yang mengajar, kalau bukan pastinya Amera bakal malas menyambut sinar matahari pagi. Ditambah lagi harus ke kantor ayahnya dulu untuk menyaksikan pergantian direktur perusahaan yang sekarang digantikan oleh Paman Dirga.
"Pria itu memang memuakkan," begitu pendapat Amera dan Shena yang mengutarakan ketidaksukaan mereka pada Paman Dirga. Kalau bukan karena penyakit ayah mereka yang sering kali kumat, pasti ayah mereka tidak akan digantikan oleh manusia licik seperti dia. Sementara Shena dianggap belum mumpuni untuk memegang peranan penting dalam perusahaan.
"Kak, aku malas pergi ke kantor Ayah," ucap Amerta saat menghampiri Shena.Pikirannya mulai tak tenang. Ia begitu malas bertemu dengan mereka. Tampang-tampang penjilat dan palsu seperti mereka semua sungguh membosankan baginya.
"Kenapa, Mera? "tanya Shena menunjukkan wajah sedihnya.
Ia begitu rapuh dan tampak sendirian saat di kantor. Semua pendukung ayah mereka kini malah berganti mendukung Paman Dirga. Amerta semakin tak tega melihatnya, ia yakin bahwa Paman Dirga terus menerus menekan kakaknya itu saat di kantor.
"Please! Kali ini saja bantu Kakak, beri dukunganmu waktu di kantor nanti!" Shena mencoba membujuk, masih menunjukkan keseriusan dan kesedihannya.
Shena tak mau datang sendirian ia membutuhkan dukungan orang terdekat nya untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya.
"Baiklah," akhirnya Amera mengalah juga.
Akhirnya Mera menemani langkah kak Shena menuju lobby utama perusahaan ayah ,sedangkan ayah kali ini menjalankan perawatan ke luar negeri.
Didepan ruang direksi sudah berdiri paman Dirga yang dengan bangga nya menyalami tamu kolega bisnis Ayah.
"Kakak muak melihat kenyataan ini,"ucap shena lirih ,Tingkahnya sungguh menjijikkan.
Awas nanti kakak cinta loh kalau terlalu benci padanya" ledek Amera menggoda sang kakak."Kamu tega ya mendoakan kakakmu dengan pria sombong dan tak tahu diri itu.
"Sumpah Mera, tujuh turunan pun aku tak sudi bersanding dengannya.
"Mera pun begitu kak," jawab Mera singkat aku cuma takut kakak akan kerepotan menghadapi keangkuhan paman Dirga.
Paman begitu bahagia melihat penderitaan ayah dan juga kita sepertinya memang sudah direncanakan dengan matang oleh paman.
Beberapa kata sambutan dan ucapan selamat diberikan kepada paman Dirga, semua mata tertuju kepadanya, terlihat senyuman kemenangan tersungging di sudut bibirnya.
"Kenyataan seperti ini tidak pernah kami bayangkan, kesehatan ayah semakin memburuk setelah meninggalnya mama, ayah begitu rapuh dan kesepian sedangkan kak Shena sudah cukup mati matian mengurusi perusahaan, tapi harus menerima kekalahan karena kelicikan yang paman Dirga lakukan.Kini dikantor kak Shena menjabat sebagai wakil direktur perusahaan, tentu dia berada dibawah paman Dirga dan tekanannya.
"Nona Shena setelah meeting selesai masuklah ke ruangan paman," perintah dari Dirga
"Baik paman,"jawab Shena singkat dan kembali mengacuhkan kehadiran pria angkuh itu dan berpura-pura sibuk melayani para kolega dan tamu yang lain.
"Cepat keruangan paman"ucap Dirga menekankan setiap perkataan dan menunjukkan wajah datarnya ke Shena.
"Baik paman," jawab Shena dan pergi dengan meninggalkan tatapan aneh dari para rekan kerja yang lain.
"Kasian Nona Shena," kata salah satu karyawan menunjukkan rasa simpatinya.
"Ssst, diam kamu kita tidak perlu membicarakan tentang mereka ,daripada kena masalah di kantor ini. Pada akhirnya semua kembali diam dan melaksanakan tugas masing-masing.
"Mera tidak bisa terlalu lama di sini kak, Mera berangkat ke kampus dulu,"pamit Mera kepada kak shena, sedangkan paman Dirga hanya melirik sekilas dan berjalan menuju ruangan kerjanya.
"Hati-hati dijalan adik bungsu paman sayang tenanglah biar kakakmu paman yang jaga disini,"ucap Dirga sebelum kembali menutup pintu ruangan kerjanya.
"Cech, ucap Amera tak tahan dengan sikap Dirga yang pura-pura peduli pada kakaknya, dan langsung pergi ngeloyor begitu saja meninggalkan sang kakak yang berjalan menuju ruangan Dirga.
"Shena berada di satu ruangan bersama Dirga, Dirga dengan senyum kemenangan nya berjalan mendekati Shena dan mencoba memeluk tubuh shena
Shena mencoba menepis tangan Dirga dan melangkah mundur jauh mencoba menghindari pamannya.
"Paman, jaga sikap paman,"ucap Shena penuh dengan penekanan dengan masih menyimpan rasa takutnya hal diluar apa yang ia pikirkan tentang sosok Dirga selama ini.
"Kenapa tidak suka?"tanya Dirga dengan tangannya meraih wajah Shena dan menatap kedua bola mata coklat Shena dengan tajam.
Shena nampak kaget dan gugup dengan serangan yang tiba-tiba iaia dapatk, hingga Shena mencoba melangkah mundur namun naas terhalang dinding di belakangnya.
Dirga semakin erat menekan tubuh Shena ke dinding ruangan direktur yang juga merupakan tempat ayahnya bekerja.
"Cukup paman, lepaskan aku!" berontak Shena dan berusaha keras untuk lepas dari cengkeraman tangan Dirga, yang semakin keras sehingga meninggalkan bekas yang memerah di pergelangan tangan putih milik Shena.
"Tidak akan pernah ku lepaskan, Dirga semakin memuncak kekesalannya hingga ia menumpahkan segalanya kepada Shena yang kini meringis kesakitan, akibat dari ulah pria bernama Dirga itu.
"Tuan Anda menggertak, Saya? ucap Yansen dengan sinis, Aku hanya seorang wanita tua tak layak Anda yang seorang terhormat mencoba mendekati wanita miskin seperti Saya apalagi saya masih saudara ipar Anda walaupun kakak sudah meninggal tak sepantasnya seperti ini, namun seperti nya pria tua itu sudah kebal malu ia terus saja maju menyudutkan wanita didepannya. Yansen mengatur nafas yang sesak karena perlakuan pria tua itu yang kini semakin menyudutkan langkahnya. "Kamu tetap cantik seperti dulu, bisik pria tua itu ditelinga Yansen yang membuat bulu kuduk meremang seketika detak jantung Yansen serasa berhenti, kenangan masalalu seperti terulang kembali, tubuh Yansen menggigil sesak di dada akan kenangan buruk kembali muncul, namun pria itu semakin mendekat lekat ditubuh Yansen yang hanya dibatasi oleh pakaian yang mereka kenakan, irama detak jantung yang menyatu membuat Yansen semakin gelisah gelenyar aneh akan keadaan dan siksaan itu sulit dihindari. "Apa maksud Anda Tuan berkata sepe
Maura percaya bahwa kehidupan keluarga akan berubah lebih baik setelah keputusannya siap tidak siap ia harus mulai berkembang mengikuti kata hati dan keluar dari zona nyamannya saat ini, dari parasnya yang cantik dan kecerdasan yang mumpuni menurun gen dari keluarga Admaja gadis itu tidak berbeda jauh dari kedua putri Admaja yang lain. Selama ini Maura tidak mengenal siapa ayah sesungguhnya namun ketika pertama kali bertemu dengan Danu Atmaja ia merasa mendapatkan figur seorang ayah dari pria paruh baya itu, niat Maura untuk lanjut pendidikan semakin kuat, hidup ditempat terpencil dan bekerja di kebun stroberi tak cukup untuk biaya pendidikan dan memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga sang ibu, walaupun Tuan Atmaja berjanji akan menopang semua kebutuhan pendidikan dan kebutuhan hidup ibunya Maura tetap tidak bisa menerima begitu saja pemberian dari orang yang baru ia kenal itu. Banyak hal yang masih membuat gadis itu penasaran apalagi seperti ada r
Seulas senyuman mengembang disudut bibir pria paruh baya dengan menghisap cerutu yang asapnya telah membubung tinggi dan terburai ditiup angin sejuk pegunungan, kini netra Pria paruh baya itu tertuju pada hamparan luas perkebunan stroberi yang sekarang menjadi hak miliknya. Sedang kan di depan pintu kamar Pria itu seorang wanita diam-diam memperhatikan gerak-gerik pria tua itu, dengan menghela nafas panjang dan memantapkan diri untuk mengetuk pintu dan akhirnya wanita itu memberanikan diri untuk masuk keruangan yang memang tak terkunci rapat dengan membawa secangkir kopi dan meletakkannya di atas meja saat mendengar langkah kaki dan aroma kas kopi tercium di indra penciuman Pria tua itu seketika menoleh mengembangkan bibirnya bermaksud menyambut hangat siapa yang datang dihadapannya saat ini, dilihatnya wanita masa lalu nya itu menundukkan kepala enggan untuk menyapa bahkan melihat wajah pria tersebut. "Terima kasih," ucap Pria itu datar, dan seketika meraih tangan wan
Wanita dihadapannya semakin membuat gairah Kenan semakin membuncah dan semakin memperdalam permainan menghisap memainkan ujung lidah dengan lembut dan menuntut dan lebih kasar dan setelah itu melumat lembut bibir mungil yang membuatnya selama ini candu rasa manis bibir mungil dengan lipstik warna pink sedangkan tangan berotot itu dengan lembut membelai bongkahan bulat yang nampak indah dan ketika istrinya itu hamil kini terlihat lebih berisi dan kenyal dan membuatnya semakin nyaman, menyukai benda kenyal itu dan terus memainkannya. "Sst....Sayang hentikan lenguh wanita itu berusaha menghentikan aksi suaminya namun tetap tak berdaya pria kekar dihadapannya lebih kuat mendominasi."Ini di kantor Aku malu kalau tiba-tiba karyawan melihatnya," kata wanita itu susah payah setelah bibirnya terlepas dari jerat bibir pria buas dihadapannya yang kini menyeringai bodoh bermaksud menggoda sang istri. "Hem... aku pastikan mereka tidak akan berani menggang
Sedangkan disudut lain nampak pria berkaca mata nampak mengulum saliva nya dan bergegas pergi, setelah aksi perempuan itu selesai ia takut wanita yang diam-diam menarik perhatiannya itu menyadari keberadaannya maka ia pun memutuskan untuk segera pergi dan melepaskan hasratnya ditoilet terdekat."Wanita yang luar biasa, Aku suka sifat liarnya," gumam pria itu dengan mendesah perlahan memikirkan gundukan kenyal yang menantang dengan meremas dan memenuntaskan benda keras yang berada di bagian pangkal paha nya yang kini dalam mode on membayangkan dirinya dalam buaian wanita seksi dalam fantasi liarnya.***Pintu ruang kerja Kenadra nampak terbuka, seorang wanita hamil dengan parasnya yang cantik dan menawan kini terlihat seksi dengan balutan dress bermotif bunga lili warna merah muda dengan tas tangan berwarna hitam yang menambah kesan elegan berjalan anggun menuju meja kerja sang pria yang sangat dicintainya, kegelisahan pada wajahnya nampak terlihat jelas."Sayan
Rudy mengerti dengan apa yang dipikirkan bos mudanya itu."Apakah harus juga aku yang turun tangan untuk membereskan semua ini, huh... menyebalkan," gerutu Rudy kesal, melangkah meninggalkan Kenan yang masih kebingungan membuat alasan apa untuk sang istri, sedangkan ia sangat kenal sifat istrinya seperti apa.Huh... memusingkan mereka ini menyebalkan," gerutu Rudy kesal, belum selesai masalah pekerjaan yang harus ia bereskan sekarang ia juga harus membereskan masalah rumah tangga bosnya."Sepertinya Aku harus segera mengakhiri masa lajang ku agar penderitaan ini cepat berakhir agar bisa mengerti masalah bosnya. Saat itu juga Rita masuk keruangan Rudy dengan wajah cemberutnya."Kenapa dengan wajahmu?Apa pria itu berulah lagi?" tanya Rudy pura-pura tak tahu dengan kemungkinan apa yang terjadi."Huh menyebalkan, kamu tahu bos muda kesayanganmu itu mulai menggila, sejak ia menikah dengan gadis kecil putri Atmaja itu tingkahnya banyak berubah, dan