Share

113. Lingerie

Penulis: Blue_Starlight
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 10:06:11
Hans terhenyak. "Jangan bicara seperti itu?"

Ashley menoleh, tatapannya kini penuh luka yang jujur. "Aku mencintaimu, Ko. Tapi cinta saja tidak cukup, bukan?"

"A-aku tahu, Ash... tapi?" Hans melangkah maju, ingin meraih tangan istrinya, namun Ashley mundur setapak.

Ashley masih berdiri di sisi tempat tidur, lalu menunduk memandangi wajah mungil Baby Neul yang lelap dalam tidurnya. Namun di dalam hatinya, badai yang ditahan tadi belum juga reda. Dan ketika Hans hendak berbicara lagi, suara Ashley menghentikannya.

"Jadi? kamu akan membiarkan dia tidur di rumah ini malam ini?" tanyanya lirih tapi penuh tekanan.

Hans berhenti. "Aku sudah bilang, aku tidak tega membiarkan dia pulang di tengah hujan deras seperti itu."

"Kalau begitu, kamu tidur saja bersama dia!" seru Ashley tiba-tiba dengan suara lebih tinggi. "Jangan tidur di sini. Biar aku saja yang tidur dengan anak kita."

Hans membalikkan badan, menatap Ashley tajam. "Ash, kamu terlalu berlebihan. Kamu tahu aku tidak pernah berni
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Anilo Keren 37
Padahal hans udah tau niat sisil, tapi dia ga ngusir sisil juga ?? ngebiarin istri tidur dalam keadaan marah itu aja udah salah loh
goodnovel comment avatar
Estri Gunyani
sisil keterlaluan bikin onar tidak jelas
goodnovel comment avatar
Ani Rohayani
emang c sisil harus di kasarin biar tahu diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   117. Sampai Jumpa

    Langkah kaki Hans menuruni anak tangga terdengar berat namun tetap mantap. Ia baru saja selesai mandi, mengenakan kemeja putih dan celana bahan abu-abu, siap berangkat ke kantor. Jam tangannya menunjukkan pukul delapan lewat lima menit. Tapi langkahnya terhenti saat samar-samar ia mendengar suara debat dari arah dapur.Suara Ashley. Lalu, Sisil.Semakin ia mendekat, suara mereka semakin jelas."Aku bilang, kamu yang nggak tahu malu, Sisil!" suara Ashley sangat keras, mengandung luka yang terpendam."Jangan sok paling menderita, Ash. Kalau suamimu nggak tahan sama aku, kenapa dia biarin aku di sini, hah?" balas Sisil dengan nada mengejek.

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   116. Tidak Tahu Malu

    Di kamar Ashley, ia nampak sedang bercengkrama dengan sang kepala pelayan, Bu Winda. Namun, tiba-tiba sorot mata pelayan paruh baya itu menangkap pemandangan aneh. Sebuah koper terletak tak jauh dari posisi istri Paknya itu."Bu? Itu koper? Ibu mau pergi ke mana, ya?"Ashley sempat terdiam. Lalu buru-buru menjawab sambil tersenyum samar, "Oh, ini? Bukan mau ke mana-mana. Aku cuma mau sortir pakaian. Lebih gampang kalau dikeluarkan dulu ke koper. Nggak ada apa-apa kok."Bu Winda belum sepenuhnya yakin, tapi ia mengangguk saja. "Kalau butuh bantuan, saya bantu ya, Bu.""Enggak, Bu Winda. Terima kasih. Saya bisa sendiri," ucap Ashley lembut.

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   115. Maafkan Aku

    Cahaya matahari menembus tirai ruang tengah, menyebar lembut ke seluruh penjuru rumah yang biasanya hangat oleh tawa dan canda pagi hari. Tapi pagi ini, suasana itu seolah sirna. "Entah kenapa hari ini kok rumah rasanya sepi sekali," batin Hans. Rumah Hans terasa dingin dan sunyi, seakan menyerap sisa-sisa ketegangan yang terjadi malam sebelumnya. Hanya suara pelan dari kamar Ashley yang sesekali terdengar. Ocehan lembut Baby Neul yang tampaknya tengah asyik bermain dengan mainan kecilnya. Suara itu menambah kesan kontras dengan keheningan rumah yang anehnya? tak nyaman. Di ruang tengah, Sisil duduk dengan santai di sofa panjang. Kakinya berselonjor, satu tangan memegang kapas kecil dan alat manicure, membersihkan kukunya sambil sesekali bersenandung pelan. Wajahnya tampak tenang, nyaris tak menunjukkan penyesalan atas insiden semalam. Hans melangkah keluar dari kamarnya. Pandangannya tertumbuk pada sosok Sisil yang masih berada di rumahnya. Dengan nada dingin namun menyelipkan si

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   114. Luka

    Malam itu, suasana semakin menegang tatkala Ashley berpapasan dengan Sisil yang tengah berkeliaran hanya memakai lingerie minim warna hitam. Ashley yang nampak curiga, lantas menekan Sisil untuk mengatakan yang sebenarnya. Apa yang tengah ia lakukan malam-malam begini. "Kenapa kamu mengenakan lingerie seperti itu? Dan kenapa arah datangmu dari kamar itu? Apa kamu masuk ke kamar yang ditempati Hans?" Sisil memutar bola matanya. "Astaga, kamu ini pencemburu banget, ya. Aku cuma pakai lingerie, Ash. Nggak berarti aku tidur bareng suamimu." "Berarti memang benar... kamu memang masuk ke kamar Hans?!" desak Ashley. Sisil tertawa pendek. "Aku kesal tidur sendiri. Mau ngobrol, sebentar. Lagipula? kami dulu pasangan suami istri. Sedikit nostalgia, kenapa tidak?" Pernyataan itu seperti pisau menusuk dada Ashley. "Apa kamu gila?!" Ashley nyaris berteriak. "Hans suamiku sekarang! kamu pikir kamu bisa seenaknya datang dan bermain-main hanya karena kalian punya masa lalu?!" "Kenapa? K

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   113. Lingerie

    Hans terhenyak. "Jangan bicara seperti itu?" Ashley menoleh, tatapannya kini penuh luka yang jujur. "Aku mencintaimu, Ko. Tapi cinta saja tidak cukup, bukan?" "A-aku tahu, Ash... tapi?" Hans melangkah maju, ingin meraih tangan istrinya, namun Ashley mundur setapak. Ashley masih berdiri di sisi tempat tidur, lalu menunduk memandangi wajah mungil Baby Neul yang lelap dalam tidurnya. Namun di dalam hatinya, badai yang ditahan tadi belum juga reda. Dan ketika Hans hendak berbicara lagi, suara Ashley menghentikannya. "Jadi? kamu akan membiarkan dia tidur di rumah ini malam ini?" tanyanya lirih tapi penuh tekanan. Hans berhenti. "Aku sudah bilang, aku tidak tega membiarkan dia pulang di tengah hujan deras seperti itu." "Kalau begitu, kamu tidur saja bersama dia!" seru Ashley tiba-tiba dengan suara lebih tinggi. "Jangan tidur di sini. Biar aku saja yang tidur dengan anak kita." Hans membalikkan badan, menatap Ashley tajam. "Ash, kamu terlalu berlebihan. Kamu tahu aku tidak pernah berni

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   112. Biarkan Aku Pergi

    Setelah menutup telepon dari Liam, Hans mengembuskan napas panjang. Tubuhnya terasa letih, tidak hanya karena hari yang panjang, tetapi juga karena tekanan batin yang terus-menerus membelit pikirannya."Riana ya... kira-kira apa yang wanita itu rencanakan? Kenapa ia nampak begitu menginginkan kebebasan putranya?"Ia menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, membiarkan kepalanya jatuh ke belakang, matanya terpejam. Hujan masih deras di luar. Suara tetesan air menghantam genting terdengar seperti alunan drum alam yang tak kunjung reda.Namun ketenangan sesaat itu buyar seketika.Dua tangan tiba-tiba melingkar dari belakang lehernya pelan, namun erat. Lalu sebuah tubuh bersandar lembut di bahunya. Hans sontak membuka mata d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status