Share

Bab 3. Rahim Yana Harus Diangkat

Ciiittttt! 

"Hah, apa?!!" Aku berseru kaget sampai tanpa sengaja mengerem mobil mendadak.

"Duh, kamu ini Met. Bisa nggak sih bawa mobil?" gerutu ibu.

"Maaf Bu, tadi Slamet kaget saat bu Indah bilang kalau rahim Yana  bisa robek lalu diangkat dan tidak punya anak selamanya." 

"Bu Indah, tolong jangan menakut-nakutin. Bu Indah kan tenaga medis. Tolong jangan menakut-nakuti orang awam macam kami," seru ibuku.

"Saya tidak menakut-nakutin Bu. Saya hanya ingin memberi informasi yang selama ini sering salah kaprah dan dianggap lumrah dalam masyarakat. Saat periksa bulan lalu, saya sudah menulis rujukan untuk ke dokter kandungan. Kenapa tidak dilaksanakan bu?"

Ibuku terdiam sejenak. "Bu bidan, dulu saat saya masih kecil, banyak loh orang-orang hamil yang minum rumput fatimah dan tidak ke dokter kandungan. Tapi tetep selamat kan? Kenapa sekarang mantu saya bisa tepar seperti ini?" tanya ibuku.

"Ya Allah Bu, apa ibu tahu dulu sebenarnya angka kematian dan kesakitan ibu bersalin dan bayi baru lahir itu tinggi. Tapi media massa belum segencar sekarang. Jadi masyarakat tidak tahu kalau banyak komplikasi-komplikasi kehamilan dan bersalin. Lagipula sekarang juga semakin banyak makanan cepat saji yang berbahaya bagi tubuh. Itu juga pengaruh dengan kondisi kesehatan manusia, khususnya ibu hamil," tukas bu Indah.

Ibu terdiam. 

"Sekarang kita berdoa saja agar bu Yana dan bayinya selamat. Dan ingat bu, kalau hendak memberikan makanan atau minuman yang menurut mitos baik, tolong konsultasi dulu pada tenaga medis," kata bu Indah. 

Baru saja mengakhiri kalimatnya, mobil bu Indah memasuki pelataran rumah sakit. 

Begitu pintu mobil terbuka, bu Indah langsung berlari ke dalam UGD.

Lalu tak lama kemudian ada dua orang perawat berbaju putih yang membawa brangkard datang mendekat ke arah mobil.

Dengan cepat Yana yang pingsan dipindahkan ke atas brangkard dan dibawa ke dalam ruang UGD.

"Tolong salah satu keluarga mendaftar dulu," tukas seorang perempuan berjilbab di belakang meja resepsionis.

Aku yang sebenarnya ingin menyusul Yana, akhirnya terpaksa ke bagian pendaftaran dengan memakai BPJS. 

Dan setelah detik demi detik yang terasa lama, akhirnya aku bisa masuk ke dalam UGD.

Saat aku mendekat ke arah Yana, aku melihat seorang dokter tengah memeriksa perut Yana dengan semacam alat yang nampak monitornya. Ibu tampak berdiri dengan wajah memucat di sudut ruang UGD.

"Keluarga dari pasien Yana?" tanya seorang dokter laki-laki bertubuh tinggi besar mendekatiku. 

Aku mengangguk.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan USG dan anamnesa dari rujukan bu Indah, istri bapak mengalami robekan rahim. Akibat kontraksi yang berlebihan pada rahim yang diperparah dengan perbandingan  antara kepala bayi dan panggul yang tidak sesuai,"

"Ja-jadi harus gimana dokter?" tanyaku kalut.

"Istri bapak harus dioperasi untuk melahirkan bayi sekaligus mengangkat rahimnya,"

"Apa dok? Rahim istri saya diangkat? Jadi istri saya tidak bisa hamil lagi? Terus anak saya kondisinya bagaimana?"

"Kalau rahimnya tidak diangkat, istri bapak bisa meninggal karena kehabisan darah. Sementara ini anak bapak masih hidup, tapi detak jantungnya melemah karena kontraksi yang berlebihan sementara panggul ibunya sempit. Perlu dirawat oleh dokter spesialis anak. Apa bapak tahu kalau minum perangsang kontraksi tetapi belum terjadi pembukaan bahkan pasien mengalami panggul sempit itu seperti seseorang yang dicepit-cepitkan ke arah pintu, sementara pintunya masih tertutup rapat. Jadi bisa membayangkan apa yang terjadi dengan orang tersebut? Orang tersebut akan sesak napas dan bonyok-bonyok karena didorong oleh kekuatan besar untuk keluar dari ruangan yang bahkan pintunya saja masih tertutup,"

Badanku terasa lemas saat mendengar penjelasan dokter.

"Baik dokter, lakukan yang terbaik untuk istri dan anak saya," kataku akhirnya.

"Tanda tangan untuk persetujuan operasi dulu Pak," kata dokter tersebut menunjuk ke arah meja perawat. 

Aku melangkah menuju meja yang ditunjukkan oleh dokter, lalu menandatangani lembar kertas yang ditunjukkan oleh perawat jaga,"

"Met, kamu mau dapat uang darimana kalau Yana operasi?" tanya ibu padaku.

Sebelum sempat menjawab, perawat yang dihadapanku bersuara, "Kalau bapak memakai bpjs, jangan khawatir, seluruh biaya asal sesuai kelas dan obat-obatan standard, semua biaya bisa dicover oleh bpjs. Sekarang yang terpenting pasien dan bayinya selamat,"sahut perawat itu tersenyum.

Dan ibuku tampak mengangguk canggung.

"Pasien dikirim ke ruang operasi sekarang. Silakan baju bayi dibawa ke ruang bayi dan baju ibu dibawa ke ruang nifas," Kata seorang perawat seraya mendekatiku.

Aku mengangguk lalu sebelum beranjak dari ruang UGD, bu Indah menghampiriku.

"Banyak-banyak berdoa ya. Semoga bu Yana dan bayinya selamat. Saya pulang dulu, sekali lagi, kalau hendak memberikan makan, minum, atau obat ke ibu hamil, bersalin, dan nifas, tolong konsultasi dulu dengan tenaga medis," pamit bu Indah seraya meninggalkan aku dan ibu yang masih termangu.

***

Aku telah selesai memberikan baju bayi pada ruang bayi dan baju Yana pada ruang nifas lalu menunggu Yana dengan penuh ketegangan di kursi kayu panjang di depan ruang operasi.

"Met, ibu masih tidak paham jika Yana begitu lemah. Kamu sih gak bisa nyari istri yang kuat. Masak baru minum rumput fatimah saja sudah jebol rahimnya. Bener-bener lemah. Semoga saja cucu ibu selamat," tukas ibu menggerutu.

"Slamet cinta sama Yana, bu," tukasku pelan.

"Makan tuh cinta! Dari awal lihat bodinya yang kurus kering saja ibu sudah nggak sreg, sekarang sudah lihat kan badannya tidak bisa dilalui bayi,"

Aku terdiam malas mendebat ibu. Takut dosa karena syurgaku jelas pada keridhoan hati ibu.

"Sekarang bayangin kalau anak kamu gara-gara fisik Yana yang lemah jadi meninggal. Terus Yana gak punya rahim. Gimana mau ngasih ibu cucu," tukas ibu ketus.

Aku menghela nafas. Entahlah. Aku tidak bisa berpikir untuk saat ini. Tidak bisa berpikir sampai sejauh itu. Saat ini aku hanya ingin istri dan anakku selamat.

Saat aku hendak membuka mulut, seorang laki-laki bermasker dan berbaju hijau serta bertutup kepala mendekatiku.

Dibelakangnya tampak seorang perempuan menggendong bayi yang diselimuti kain putih dengan tergesa melaluiku.

Aku hendak menengok ke arah bayi yang digendong perempuan itu tapi sebuah suara mendekatiku.

"Suami bu Yana? Bisa ikut saya sebentar. Saya dokter Anak. Ada yang perlu saya bicarakan terkait  dengan kondisi bayi Anda." 

Catatan kaki : 

*USG, biasanya dilakukan di poliklinik. Tapi, untuk pasien dengan kegawatdaruratan, mesin USG 3D, bisa dibawa ke ruang UGD dan ruang bersalin sesuai kebutuhan.

*Ada beberapa anggapan bahwa perempuan kurus dan pendek memiliki rahim lemah dan panggul sempit. Ini tidak benar ya. Belum tentu perempuan kurus dan pendek, panggulnya sempit. Ada yang tinggi tapi mengalami panggul sempit juga. Harus dipastikan dulu dengan periksa dalam, USG, atau sebuah alat yang namanya pelvimeter. Intinya panggul sempit terjadi karena ketidaksesuaian lingkar kepala bayi dengan panggul ibu (lingkar kepala lebih besar daripada panggul dalam ibu).

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status