Share

Bab 3

Author: RENA ARIANA
last update Last Updated: 2022-09-27 14:47:12

BAB 3

Aku lihat Mas Andra menstarter motornya. Belalu entah kemana. Rumah bersebelahan, jadi teriak sedikit saja terdengar. Makanya aku berusaha ngomong pelan, jika berbicara dengan anak atau pun suami. Karena biar tak terdengar.

Aku tetap pura-pura nggak dengar saja. Asik mengutak atik gawai.

Mbak Niken kemudian duduk di teras dia sendiri. Tangannya aku lihat, juga sedang memainkan gawai. 

Bibirnya aku lihat manyun saja. Mungkin dia masih kesal hati. 

"Zaki! Jangan buat kotor!" teriak Mbak Niken. 

Allahu Akbar! Kumat dia, kalau lagi kesal sama suaminya, anak pelampiasannya. Walau tangan dia nggak main pukul, tapi mulutnya lantang sekali. Terkadang Zaki sampai nangis, karena bentakan Mbak Niken.

Aku tak mendengar suara Zaki menjawab. Kasihan dia, takutnya saja suatu saat nanti mentalnya kena.

Ingin main, menenangkan pikiran, tapi motor di bawa kerja Mas Firman. Jadi mau tak mau berdiam di rumah. Mau main ke tetangga, membuat telinga semakin panas. Karena ujung-ujungnya ngomongin aib orang.

Ya, sebelah kiri rumah Mbak Niken. Sebelah kanan, rumah Mak Giyem. Mak Giyem lebih parah lagi. Betah banget kalau di suruh ghibah.

"Ka!" seketika aku menoleh, ke asal suara yang memamggil.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Mak Giyem main ke rumah.

"Eh, Mak Giyem! Sini Mak duduk!" pintaku. Mak Giyem ikut duduk tak jauh dari tempatku duduk.

"Welleeehh ... sofa baru!" teriak Mak Giyem. Ya, walau kami duduk santai di teras, tapi, kepala Mak Giyem melongok ke dalam.

Aku hanya nyengir. Nampaknya dia sengaja ngerasin suaranya, biar Mbak Niken denger. Mungkin looo, ya! Tapi, memang Mak Giyem seperti itu orangnya.

"He he he, alhamdulillah," jawabku, kemudian meneguk ludah.

"Ken! Buruan beli sofa! Masa' keduluan adiknya!" teriak Mak Giyem. 

Mampus! Ngapa lah Mak Giyem ngomong seperti itu. Mbak Niken bisa naik tensi nanti.

Mbak Niken aku lihat dia melangkah mendekat. Kemudian ikut duduk di antara kami.

"Lihat tuh, keren adikmu, cantik ruang tamunya!" ucap Mak Giyem lagi, dengan mata memandang ruang tamu. Nada suaranya, terdengar ngomporin. Kemudian melirik ke arah Mbak Niken. Seolah memastikan reaksi Mbak Niken.

"Ya, nggak apa-apa duluan Eka. Sebagai kakak, aku senang lihat adikku ada peningkatan," ucap Mbak Niken.

Seerrrr ....

Jantungku berdesir guys. Seperti itulah Mbak Niken. Ingin terlihat kaya dan terlihat akur dengan ipar di depan orang. Padahal aslinya? Hemm ....

Tapi baguslah, setidaknya dia tak menampakan persaingannya di depan tetangga.

"Tapi, jangan sampai kalah saing!" ucap Mak Giyem.

"Kita nggak saingan, Mak!" ucapku. Mak Giyem terlihat mencebikan mulutnya.

"Baguslah! Sebagai saudara memang harus kayak gitu! Harus saling dukung! Pokok jangan saling menjatuhkan. Ha ha ha," ucap Mak Giyem.

Akhirnya kami ngobrol nggak jelas. Seperti itulah Mbak Niken. Ekspresi mukanya memang beragam. Cocok kalau di suruh jadi artis.

***********

"Assalamualaikum, Dek!" telinga ini mendengar suara Mas Firman salam. Ya, memang itu suara Mas Firman. Memang sudah waktunya jam pulang.

"Ayah ...." teriak Dika. Seperti biasa, Dika berhambur memeluk ayahnya. Seolah kangen luar biasa.

"Waalaikum salam," jawabku, kemudian mencium punggung tangan suamiku. Meraih tas kecil yang biasa dia bawa kerja. 

"Ini, Ayah bawain Piza!" ucap Mas Firman. Memberikan kotak piza kepada Dika.

"Horeee pizaaa kesukaanku!" teriak Dika sambil menerima kotak piza itu.

Aku mengulas senyum, pun Mas Firman. Ya Allah, semoga rumah tangga kami, akan tetap seperti ini. Nyaman dan bahagia selamanya. Aamiin.

"Bentar, Mas, aku buatkan teh dulu," ucapku. Mas Firman terlihat mengangguk.

"Iya, Mas mau mandi dulu!" balas Mas Firman. 

Aku berlalu ke dapur setelah mengambil satu potong piza. Mas Firman terlihat berlalu ke kamar. Dan Dika, biarkan dia menikmati piza yang dibawakan ayahnya. 

*******

"Assalamualaikum!" terdengar suara salam. Kayaknya sih suara Mas Andra.

"Waalaikum salam," Mas Firman yang menjawab salam. Aku masih di dalam kamar. Baru selesai sholat isya. 

Dika sudah tidur. Karena hari ini dia tak tidur siang. Seperti itulah Dika. Kalau dia tak tidur siang, malamnya dia cepat terlelap.

Aku sengaja nggak keluar dari kamar. Aku rapikan mukena yang baru saja aku gunakan.

"Mas, ada apa?" tanya Mas Firman.

"Emmm, kamu ada simpenan duit nggak?" tanya balik Mas Andra. 

Walau aku di dalam kamar, telinga ini terus memantau. Duduk di tepian ranjang.

"Simpenan ada, sih, Mas, walau nggak banyak. Kenapa?" tanya Mas Firman balik. Aku masih fokus mendengarkan obrolan mereka.

"Mau pinjam, bulan depan aku kembalikan," jawab Mas Andra. 

Telinga ini tak mendengar ada sahutan dari Mas Firman. Entahlah, mungkin dia lagi mikir.

"Berapa?" tanya Mas Firman akhirnya. Walau agak telat.

"Nggak banyak sih, lima juta aja," jawab Mas Andra enteng.

Deg.

Sungguh hati ini seketika merasa sesak. Aku segera menekan dada. Karena bagiku, lima juta itu banyak. 

"Simpenanku nggak nyampe segitu, Mas!" ucap Mas Firman. Huuuhhh  ... hati ini sangat lega. Kalau pun ada, tak rela uang itu di pinjamkan ke mereka. Ucapan mereka selama ini, hanya bikin sakit hati.

"Masa' uang segitu saja nggak ada sih? Istrimu aku lihat pakai kalung. Aku pinjem dulu lah! Bulan depan pasti aku balikin!" ucap Mas Andra. 

Jleb!

Lagi, hati semakin merasa sesak. Seketika tangan meraba kalung yang aku pakai. Kalung yang penuh perjuangan aku membelinya. Nabung hingga berhemat sedemikian rupa.

"Itu kalung Eka, Mas. Nggak mungkin aku memintanya menjual!" ucap Mas Firman. Huuuhhh ... lega juga hati ini mendengar ucapan Mas Firman.

"Kamu itu berubah semenjak punya istri. Gitu aja takut banget sama istri. Kalung itu juga kamu kan yang beliin!" ucap Mas Andra.

Aku hanya bisa meneguk ludah. Ini sudah di luar batas kata wajar menurutku.

"Maaf, Mas, bukannya takut sama istri. Tapi, kalung itu tabungan Eka. Karena dia menyisihkan uang belanja!" ucap Mas Firman.

"Iya, tapi uang belanja itu juga kamu yang ngasih, kan?" tanya Mas Andra.

"Memang iya, tapi memang itu sudah kewajibanku. Kalau habis, ya, nggak masalah karena memang untuk makan, kalau bisa menabung, itu ya milik Eka," jawab Mas Firman.

"Halahh ... kamu itu suami-suami takut istri!" ledek Mas Andra.

Rasanya, amarah hati ini sangat memuncak. Ingin sekali aku datangi dan aku maki. Tapi, aku masih berusaha menguatkan hati yang sudah emosi.

"Bukan takut istri, tapi memang aku nggak mau, ngungkit-ngungkit tabungan Eka. Emang uang sebanyak itu untuk apa?" tanya balik Mas Firman.

"Untuk tambahan beli motor. Aku malas beli kredit. Bikin pusing kalau kredit, kasihan mbakmu, jenuh di rumah kalau siang. Karena motor aku bawa kerja," jawab Mas Andra.

"Ya sama aja dengan Eka, Mas. Kalau siang jenuh di rumah, nggak bisa kemana-mana karena motor aku bawa kerja! Berarti Mas yang suami-suami takut istri!" balas Mas Firman.

Seketika aku mengulas senyum. Puas sekali dengan jawaban Mas Firman. Tumben dia mau balas. Biasanya dia mengalah terus. Karena malas ribut.

"Aku bukan takut sama istri, tapi aku sayang istri!" sungut Mas Andra. 

Brrakkk ....

Aku mendengar dia membanting daun pintu. Seketika aku terkejut. Sampai Dika terbangun.

"Ada gempa, ya, Ma?" tanya Dika. Aku hanya meringis. 

"Kamu ngimpi, Nak!" jawabku. Kemudian mengelus kepala anak lanang. Dika terlelap lagi.

Astagfirullah, segitunya amat, sih, ingin diakui kaya!

*********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 66

    Part 66POV ANDRAApa yang aku bilang, kedatangan Mertua semakin membuat hati ini sesak. Gimana nggak sesak? Dia itu sudah minjam dua juta, aku di suruh ganti katanya, tapi travel nggak mau bayar.Itu artinya, dia menyayangkan uang dua juta itu. Semua dia bebankan ke aku. Ya Allah ... mungkin Ibu terlalu di 'lulu' sama Niken dulu itu. Berapapun jumlah nominal yang ibunya mau, selalu Niken turuti, bagaimanapun caranya.Ingin pecah rasanya kepala ini. Emosi luar biasa. Ingin aku terkam perempuan paruh baya bergelar mertuaku itu.Dulu, saat aku masih berduit, tak seperti inilah, rasa kesalku padanya. Karena Niken sendiri juga selalu menutupi sifat yang kurang pas ibunya itu. Sehingga aku gampang juga di perdaya."Ibu bayar saja! Andra nggak ada uang!" ucapku. Ibu terlihat nyengir tak suka."Kok gitu, sih, Ndra? Ibu ini udah jauh-jauh datang ke sini! Cuma ongkos travel saja kamu masalahin? Kalau Ibu punya uang, Ibu nggak minta kamu bayari. Ibu ini memang punya uang, tapi kan uang pinjama

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 65

    Part 65POV ANDRA"Bu, Bapak," sapaku, saat aku sampai rumah sakit. Mata ini telah melihat kedatangan Bapak dan Ibu. Eka dan Dika juga.Mereka sering mendapatkan perlakuan tak enak dari Niken. Tapi, mereka tetap saja perhatian. Sedangkan keluarga Niken? Seolah menganggap penyakit Niken hanya penyakit sepele. Dan segera sembuh dengan sekali berobat."Ndra," balas Bapak. Aku lihat Ibu diam. Seolah terpaksa datang ke sini. Mungkin Bapak atau Eka yang memaksa. Aku mengulas senyum. Kemudian mencium punggung tangan Bapak dan Ibu. Aku merasakan ada yang berbeda dengan Ibu. Ibu seolah bersikap dingin denganku. Kutarik napas ini. Menghembuskannya perlahan. Menata hati yang terasa bergemuruh hebat.Ibu biasanya orang yang paling care denganku. Tapi semenjak kejadian Niken secara halus mengusir itu, kurasakan Ibu berbeda.Bapak pun juga berbeda. Tapi seolah masih ia tutupi. Eka pun sama. Tapi, seolah mereka masih menutupi. Mungkin tak enak hati denganku. "Ibu ke sini hanya untuk Zaki! Bukan u

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 64

    PART 64POV ANDRAAku lihat kening Adista melipat, saat aku mengutarakan isi hati untuk meminjam uang. Apakah aku tidak malu? Sungguh aku malu luar biasa. Tapi di tempat yang baru seperti ini, aku mau minjam ke siapa? Hanya Adista dalam pikiranku. Dan menahan rasa malu.Wito? Ah, aku juga tahu kondisi dia. Mau minjam ke toke pasir pun aku tak berani. Karena belum lama kenal juga.Mau minjam Firman, aku juga tak berani. Karena uang dia dulu pernah aku pinjam, dan sampai sekarang belum aku kembalikan.Dulu aku memang punya uang, tapi setiap aku berpikir untuk mengembalikan, selalu didahului Niken untuk belanja baju dan lain sebagainya.Sungguh, entah kenapa aku dulu terlalu nurut dengan Niken. Selalu menuruti keinginannya walau diluar batas mampuku. Kini aku menyesal. Penyesalan memang selalu datang diakhir cerita. Kalau tahu akan seperti ini, tak akan aku mau menuruti, semua keinginan Niken kala itu.Aku lihat Adista masih terdiam. Kemudian merebahkan badannya di sandaran sofa. Entah

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 63

    PART 63POV EKAKami segera berangkat ke tempat Mas Andra. Dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Mbak Niken memang menyebalkan. Tapi, kami masih punya hati nurani. Walau hati kesal luar biasa karena tingkah lakunya kala itu, tapi hati ini tak menaruh rasa dendam.Ibu akhirnya juga ikut menuju ke rumah Mas Andra. Karena aku yakin, mulut bisa berkata kasar dan tega, tapi isi hati berbeda. Tak ada orang tua yang tega kepada anaknya. Termasuk Ibu mertuaku."Ibu ke sana demi Andra dan Zaki dan Firman pun sudah terlanjur di sana. Juga karena paksaan kalian. Bukan karena Niken." ucap Ibu akhirnya. Walau nada suara itu terdengar berat dan terpaksa. Tapi, aku yakin Ibu memang ingin menemui anak dan menantunya.Pesan singkat yang dikirimkan Mas Firman, mengirimkan foto yang mana keadaan Mbak Niken semakin sekarat. Bahkan terlihat Mbak Niken dibawa ke rumah sakit sudah ditusuk infus. Mungkin Mas Firman yang memaksa membawa Mbak Niken ke rumah sakit. Ya Allah ... Engkau Maha Kaya. Aku yakin

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 62

    PART 62POV EKAKeadaan Mbak Niken dan Mas Andra benar adanya. Yang dikatakan Mak Giyem tak bohong. Aku telah telponan dengan Mas Firman. Dan sudah mendengar dari Mas Firman bagaimana keadaan mereka sekarang.Dan sekarang, kata Mas Firman kondisi Mbak Niken semakin kritis. Dia pingsan lagi.Jujur saja, ini membuat hatiku tak tenang. Bagaimana mau tenang, mendengar ceritanya saja, hati ini terasa tersayat. Walau aku tahu, dulu Mbak Niken memang sangat menyebalkan.Walau Mbak Niken dulu menyebalkan, tapi tak ada dendam didalam sini. Karena sejatinya Mbak Niken sudah di balas oleh Allah. Mbak Niken sudah mendapatkan karmanya. Ya, tak perlu dibalas, tapi karma memang nyata adanya. Cepat atau lambat.Aku mondar mandir layaknya setrikaan. Karena aku bingung sendiri. Sumpah aku bingung. Mau ke rumah Mertua, aku malas jalan kaki. Karena motor dibawa Mas Firman.Astaga ... kenapa aku tak menelpon Ibu saja? Dalam keadaan bingung, rasanya memang tak bisa berpikir tenang. Tak bisa berpikir jerni

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 61

    Part 61POV ANDRANiken sudah aku letakan didalam kamar. Kondisinya masih pingsan. Zaki menangis seolah ketakutan. Dalam kondisi seperti ini aku sangat amat kebingungan.Kuraih gawai. Kuutak atik dan sebenarnya tak tahu mau menelpon siapa. Karena pikiran terasa sangat amat kacau.Gawai terus aku scroll, sambil mikir pada siapa aku harus meminta tolong. Akhirnya mata ini tertuju pada nomor kontak Firman.Ya, reflek saja langsung menekan nomor Firman. Dan terhubung.Ya, dalam kondisi seperti ini, tetap lari ke saudara. Malu tak malu. Lebih tepatnya menahan malu.***********Akhirnya Firman bersedia untuk datang. Dan pagi ini, katanya dia sudah berangkat. Firman memang adik yang baik. Aku jadi menyesal dulu aku sering memperlakukan dia hal yang tak pantas antara kakak ke adik.Ya Allah ... karmaMu nyata adanya. Bahkan tak sampai ke anak cucu. Seolah langsung di balas tunai kepada diriku sendiri. Sungguh aku malu dengan perlakuanku dulu. Firman maafkan aku!Niken sudah sadar. Dia pingsan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status