"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai
Arum membeli dua botol Air mineral, dan empat bungkus roti untuk mengganjal perut.Dia ingin membeli nasi, tapi Arum yakin Alkana tidak akan mau memakannya."Tuan, minum dulu. Sama makan rotinya," tawar Arum sambil menyodorkan satu botol air mineral dan roti pada Alka.Alkana hanya terdiam, tatapanya kosong."Tuan?" Panggil Arum sekali lagi."Brisik Lo! Ga usah so perhatian. Gue masih inget banget kesalahan Lo waktu di restoran!" Sentak Alkana.Arum mendesis pelan, apakah harus sekali membahas hal seperti itu saat sedang dirumah sakit, dan saat ada didalam situasi seperti ini?"Bukan begitu tuan, saya hanya khawatir kalau nanti tuan Alkana ikut sakit. Siapa yang akan merawat Oma dan nyonya Lidia, masa saya? Saya kan hanya seorang pelayan," jawab Arum dengan suara datarnya.Alaka menatap sekilas botol minum dan roti yang masih berada ditangan Arum, tanpa memandang wajah Arum. Alkana langsung menyambar botol dan roti itu.Arum terkekeh pelan melihat tingkah Alkana, "Bilang aja laper!" T
"Brisik kamu, kamu hanya seorang pelayan!" Sentak Mona.Arum menyerit kaget mendapatkan bentakan dari Mona, ingin rasanya dia mendorong tubuh Mona kuat-kuat. Tapi kembali lagi dia sadar posisinya Disini hanya sebagai pelayan."Arum, kamu siapkan baju mamih. Sama sekalian bersihkan diri kamu!" Titah Alkana dengan tegas, Arum hanya acuh lalu masuk ke dalam rumah."Pokoknya aku ga mau tau, kita harus cepet-cepet nikah! Biar aku bisa terus pantau kamu kemanapun kamu pergi!" Seloroh Mona.Mata Alka membulat mendengar penuturan dari kekasihnya itu, menikah? Jangankan memikirkan untuk menikah. Memikirkan masalah yang ada di keluarganya saja bikin kepalanya sudah hampir mau meledak."Astaga Mona, ya ga bisa gitu dong! Kamu tau kan, kita belum dapat restu dari Oma" bujuk Alka.Mona hanya mencebik kesal, "Itu hanya alasan kamu, pokoknya aku mau kita cepat menikah! Kalau tidak aku mau bunuh diri!" Ancam Mona. Alkana langsung memeluk tubuh Mona erat."Jangan gitu dong, iya-iya. Aku usahain deh, a
"Ya emang mau masuk!" Jawab Mona, dia langsung menyelonong masuk kedalam rumah Alkana. Susah tidak ada lagi kecanggungan yang Mona rasakan, mungkin karena hubungan antara Mona dan Alkana sudah lama.Mona langsung duduk di sofa dengan gayanya yang so cantik, Arum bahkan bergidik melihat wanita itu."Cepat panggilkan Alkan!" Perintah Mona, Arum hanya mencebik kesal lalu naik ke lantai dua menuju kamar Alkana.Nyonya Lidia sudah berangkat ke kantor seperti biasanya, hanya saja kemarin dia akan pulang lebih cepat untuk memantau keadaan Oma, ntah kenapa Alkana masih dirumah dan belum berangkat ke kantor. Dan tidak penting juga bagi Arum untuk mengetahui hal itu.Arum sudah berdiri didepan pintu kamar Alkana, wanita itu mengetuk pintu dengan pelan sambil memanggil anak majikanya itu."Tuan Alkana! Ada nona Mona!" Arum sedikit berteriak."Tuan!" Panggil Arum sekali lagi, melihat tidak ada sahutan dari balik pintu Arum berniat akan membuka pintu kamar Alkana, tangan kanannya sudah siap di kno
"Arum, buka pintunya!" Teriak Alkana dari balik pintu. "Buka saja Arum," Arum menganggukan kepala mendengar penuturan Oma.Setelah membuka pintu kamar Arum melihat Alkana sedang menggandeng mesra tangan Mona.Arum dapat melihat dengan jelas tatapan Oma yang tidak suka, apalagi saat melihat kedua pasangan itu masuk kedalam kamar Oma."Mau apa?" Tanya Oma datar."O-oma, aku sama Mona mau minta restu. Sebentar lagi kami akan menikah," tutur Alka.Arum seketika membelakakan kedua netranya kaget, bagaimana bisa seorang Alkana secara serius akan memilih Mona untuk dijadikan seorang isteri, seorang Mona? Sungguh tidak habis pikir.Sedangkan Oma wanita itu menggelengkan kepalanya."Maaf tuan, apa tuan lupa saat ini kondisi Oma harus tetap stabil. Dan tidak boleh tertekan, sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan hal penting itu. Mengingat kesehatan Oma yang jauh lebih penting," Arum berkata panjang lebar.Arum sangat peduli dengan kesehatan Oma, bukan karena dia cembu
Mendengar ancaman dari Alkana, mereka langsung dengan tergesa menutup pintu pagar rumah mewah itu dan menguncinya."Apa kalian tidak bisa berjaga dengan benar!" Sentak Alkana tertuju pada satpam dan pada bodyguard nya itu.Mereka semua langsung menundukan kepala, tidak ada yang berani sama sekali menjawab pertanyaan Alkana."Udah lah sayang, emang siapa sih pria itu?" Tanya Mona dengan suara manjanya pada sang kekasih.Alkana mengguar rambut hitamnya dengan kasar."Apa perlu aku jelaskan panjang lebar padamu?" Tanya Alkana sinis.Mona langsung menggelengkan kepalanya, Alkana mengajak Mona untuk masuk kedalam rumah."Bersikaplah seperti tidak terjadi apa-apa, jangan sampai Oma tau kalau Danial datang kembali kerumah ini." Ucap Lidia.Mereka semua berkumpul diruang tamu."Jadi hal penting apa yang kamu bicarakan dengan Oma?" Tanya Lidia pada Alkana.Alkana menatap netra Mona lekat, kemudian menarik nafasnya pelan."Alkana ingin menikahi Mona, mamih" ujar Alkana berterus terang. Lidia ya
Ternyata nasib Lidia dan Dira sama. Sama-sama menjadi janda kaya dan mempunyai anak satu.Tak selang lama, Mona tampak muncul dari dalam kamarnya yang ada dilantai satu. Gadis itu terlihat cantik dengan balutan dres selutut berwarna ungu."Hallo tante, Oma" sapa Mona manis.Arum bergidik mendengarnya, sedangkan Oma hanya terdiam enggan rasanya berlama-lama berada dirumah ini."Makan malam dulu aja yuk?" Ajak Mona di jawab anggukan oleh bundanya Dira."Lebih baik kita bicarakan saja dulu hal penting tentang pertunangan kedua anak kita," tutur Lidia menolak dengan sopan ajakan calon menantunya itu."Emm, baiklah kalau begitu. Sebentar akan saya bawakan minuman dulu," pamit Dira. Wanita itu berjalan menuju kearah dapur."Sebenernya kami juga punya pelayan, tapi kalau Malam pulang. Datang pagi pulang sore," Mona mencoba mencairkan suasana tegang diantara dua belah pihak keluarga ini."Iya, maaf yah merepotkan" timpal Lidia. Mona hanya tersenyum ramah, andai sifatnya juga seramah senyumann