Share

ISTRI 100 KILOGRAM
ISTRI 100 KILOGRAM
Author: Ilyas One

Cinta sebelah pihak

Istri 100 Kilogram

Part 1

"Mas, aku udah siap nih." Terdengar suara Ayu–istriku yang menyapa ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kamu, mau kemana? Kok udah rapi?" tanyaku dengan nada bingung. Karena setahuku Ayu hanya pakai daster jika dirumah begini.

"Aku mau ikut kamu ke pesta lah, mau kemana lagi," jawabnya enteng lalu dengan cepat dia kembali melihat pantulan dirinya di cermin. Dia juga mulai mengolesi wajahnya dengan make up. Kuakui dia memang cantik, seperti namanya. Tapi, aku risih dengan berat badannya yang mencapai 100 kilogram. Lihatlah lemak ditubuhnya, di bagian perut, paha, juga tangan, belum lagi dagunya yang seperti ada dua. Aku bergidik ngeri membayangkan jika dia tiba-tiba jatuh di atas tubuhku.

"Maksud kamu apa sih? Aku nggak ngerti," tanyaku penasaran. Memang aku sedang akan bersiap-siap untuk datang kee resepsi teman kantor. Tapi aku sama sekali tidak mengajak Ayu untuk ikut denganku, aku tidak bisa membayangkan betapa malunya aku jika menggandeng wanita bulat seperti dia.

"Tadi Papa nelpon, katanya aku disuruh siap-siap. Ada pesta resepsi anaknya Manager yang di kantor, makanya aku langsung siap-siap. Papa nggak bisa pergi, soalnya Mama lagi sakit," jelasnya padaku yang sedang sibuk mengenakan pakaian.

"Kok kamu pakai itu sih, Mas? Pakai ini aja, biar sama warnanya dengan warna bajuku," rengeknya manja sambil menyodorkan baju kemeja yang coraknya sama dengan baju yang kini dia pakai. Aku tidak pernah mau memakai pakaian couple seperti itu, bikin malu saja. Ayu sangat sering membelikan baju untukku yang warnanya mirip dengan warna bajunya. Sok perhatian, padahal selama menikah dengannya tidak sekalipun aku menunjukkan rasa suka padanya. Bahkan sampai sekarang aku belum pernah menyentuhnya, aku tidak selera sama lemak. Aku juga tidak mau melanggar janjiku pada Claudia, untuk tidak menyentuh Ayu sedikitpun.

"Dengar ya, Ayu Pratama. Aku memang akan ke pergi ke pesta itu, tapi tidak dengan kamu. Lebih baik aku saja yang mewakili Papa kesana, kamu dirumah aja," bentakku menepis baju kemeja yang dia sodorkan. Dia kaget dan termenung sesaat, mungkin karena suaraku yang meninggi.

"Kamu ngebentak aku, Mas?" tanyanya gagap, air matanya mulai mengalir di pipinya yang mulus dan putih, ah aku lupa juga bulat. Aku benci lemak yang ada pada tubuhnya.

"Iya, asal kamu tau ya. Aku nggak bisa dan nggak akan pernah bisa cinta sama kamu. Harusnya kamu sadar kalau aku mau nikah sama kamu cuma untuk menyelamatkan perusahaan Papaku aja," jawabku dengan suara yang masih tinggi. Dia menutup mulut dengan tangannya, mungkin dia tidak menyangka jika aku menikahinya hanya demi harta.

Kami memang baru menikah seminggu yang lalu, Papa dan Mama memaksaku untuk menikahi wanita bertubuh bulat ini agar ada suntikan dana dari perusahaan Papa mertuaku yang kaya raya. Meskipun aku sudah bersikeras untuk menolak, tapi aku tidak kuasa melihat Mama yang mengancam akan bunuh diri.

"Kamu bercanda kan, Mas?" ucapnya sambil tersenyum paksa. Bahkan kini make up nya sudah luntur karena dia menangis.

"Nggak, aku serius," jawabku santai. Kemudian aku memakai jas dan tidak lupa menyemprotkan parfum agar aku selalu wangi. Claudia akan marah jika aku tidak memakai parfum yang dia belikan khusus untukku.

"Tapi, Mas. Bagaimana kamu bisa tega sama aku?" rengeknya lagi dengan tangis yang dari tadi membuat kepalaku pusing. Bahkan lemak di tubuhnya ikut bergoyang karena dia menangis. Sungguh aku jijik melihatnya seperti ini, jika dibandingkan dengan Claudia–pacarku bagaikan bumi dan langit.

"Jangan cengeng jadi perempuan, jangan bilang kalau kamu udah cinta sama aku. Karena dasar pernikahan kita cuma perjodohan," tegasku pada Ayu yang masih saja menangis.

"Kalau kamu gak suka sama aku, kenapa kamu menerima perjodohan ini?" tanya Ayu dengan menatap tajam kearahku.

"Gak usah aku bilang lah kalau itu, aku yakin kamu sudah tau jawabnya," jawabku acuh. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, aku sudah sangat telat untuk menjemput Claudia untuk pergi ke pesta. Segera aku sambar kunci mobil keluaran terbaru, hadiah dari Papa dan Mama mertua. Mereka sangat menyayangiku, karena aku sudah dengan suka rela menikahi putrinya yang hampir obesitas.

"Tunggu, Mas. Kamu gak bisa ninggalin aku dalam kondisi kayak gini. Kita selesaikan dulu masalah ini," teriak Ayu dari belakang saat aku sudah keluar dari kamar. Terpaksa aku hentikan langkahku karena Ayu menarik lenganku.

"Apa sih!" aku tidak sengaja menepis tangan Ayu dengan kuat hingga dia terjatuh di lantai.

"Au…." pekik Ayu, mungkin dia sakit karena tubuhnya jatuh.

"Makanya, gak usah pegang-pegang," ucapku gamang. Sebenarnya aku merasa bersalah karena aku dia sampai terjatuh seperti itu, tapi apa peduliku.

"Kamu tega banget sama aku, Mas," ucap Ayu sambil berdiri kembali, walaupun dia kesusahan karena bobotnya yang terlalu besar.

"Dengar, Ayu. Kita ini menikah bukan karena dasar cinta. Mengertilah, sudah ada wanita lain didalam hatiku. Dia hadir jauh sebelum kamu masuk kedalam kehidupanku," ucapku memberi pengertian padanya. Ayu masih saja menangis terisak, bahkan kini make upnya telah luntur semua. Pipinya yang putih menjadi hitam karena maskaranya luntur, juga lipstiknya sudah belepotan kemana-mana.

"Sudah, jangan memaksakan diri. Aku juga yakin kok, kalau kamu juga punya seseorang dimasa lalu," ucapku lagi dan segera melangkah menuju pintu keluar.

"Cuma kamu, Mas. Cuma kamu," gumamnya dalam tangis. Aku sempat menghentikan langkahku, dadaku terasa bergetar mendengar perkataannya barusan. Tapi aku memilih terus berjalan dan keluar dari rumah mewah ini. Rumah yang juga dibelikan oleh Papa mertua untuk kami tinggali.

*

"Kok kamu lama banget sih, Mas" rajuk Claudia saat kami sudah di dalam mobil menuju ketempat pesta.

"Iya, tadi ada urusan sedikit," jawabku seadanya. Karena aku tidak ingin meladeni Claudia yang merajuk, pikiranku melayang memikirkan perkataan Ayu tadi. Kenapa hanya aku, aku tidak ingin dicintai olehnya.

"Urusan sama si Obesitas itu?" ejek Claudia dengan senyum sinisnya.

"Iya, dia minta ikut pergi ke pesta," jawabku santai.

"Nggak tau malu banget sih dia, apa dia nggak sadar ya kalau kamu malu ngajak dia pergi-pergi," racau Claudia yang mampu membuatku tersenyum.

"Kenapa? Kamu cemburu ya?" godaku sambil menoel hidung mancungnya. Lihatlah Claudiaku, dia cantik, badannya terurus dan bagus.

"Aku? Cemburu sama si gajah itu, ya nggak lah. Beda jauh lah aku sama dia," ledek Claudia dengan mulut yang dibuat-buat.

"Ha-ha kamu ya, bisa aja," ujarku.

"Tapi, kamu sama dia belum ngapa-ngapain kan, Mas?" tuding Claudia padaku yang sedang fokus mengemudi.

"Aman, Sayang. Aku juga nggak selera kok sama dia," jawabku sambil tersenyum.

"Awas aja kalau kamu sampai khianati aku untuk kedua kalinya, aku ijinin kamu nikah sama dia juga karena Mama kamu ngancam mau bunuh diri," rajuk Claudia lagi.

"Iya-iya, kamu ih bawel," jawabku cepat agar dia tidak mengungkit-ungkit lagi masalah Ayu. Aku tidak ingin mengingatnya lagi, aku ingin menikmati pesta malam ini.

"Terus, kalau aku pengen, gimana dong?" tanyaku pada Claudia yang sedang merapikan make upnya. Kini kami sudah sampai di parkiran pesta, aku sengaja menanyakan hal itu pada Claudia. Karena selama ini dia tidak pernah mau ketika aku mengajaknya melaksanakan hubungan badan, alasannya karena kami belum menikah. Padahal kami sudah pacaran selama lima tahun, ketika aku masih kuliah dulu.

"Ya kamu tahan dulu, sampai kamu ceraikan si gajah itu dan menikah dengan aku," jawabnya santai.

"Tapi, aku pengennya sekarang," bisikku pas ditelinganya. Tanganku langsung merengkuh tubuh langsing itu kedalam pelukan, dan menghirup aroma rambutnya yang selalu wangi.

"Nikahi aku, Mas," jawab Claudia dengan mendoronh tubuhku. Terpaksa aku harus melepaskan pelukanku, aku mendengus kesal karena sikapnya selalu seperti ini.

"Aku nggak bisa nikahin kamu sekarang, Sayang. Kamu kan tau sendiri aku nikah sama si gajah baru seminggu," rajukku kesal.

"Kalau gitu kamu juga harus sabar, aku gak mau hamil tapi anakku tidak punya Ayah," ucap Claudia yang kembali merapikan rambutnya yang sempat teracak karena ulahku.

"Yaudah, kita masuk dulu ya. Nanti keburu pestanya selesai," ajakku pada Claudia. Kemudian kami langsung turun dari mobil dan segera masuk kedalam acara.

Acara ini sangat meriah, dan yang pasti di hadiri oleh orang-orang hebat. Jadi tidak mungkin aku pergi dengan si gajah bengkak kesini. Claudia lebih cocok menemaniku kesini ketimbang Ayu. Untung saja Papa dan Mama mertuaku tidak bisa hadir disini, jadi aku bisa dengan leluasa bergerak dengan Claudia.

"Eh, Pak Adam. Terimakasih sudah menyempatkan hadir di pesta resepsi anak saya," ucap Pak Bagas saat aku masuk. Dia sengaja berdiri di depan karena ingin menyambut tamu-tamu penting. 

"Selamat ya Pak," ucapku sambil tersenyum kearahnya. Namun, setelah melihat siapa yang aku gandeng untuk pergi ke sini, wajah Pak Bagas sedikit bingung. Karena yang dia tau, aku adalah suami dari Ayu, anak atasannya.

"Kalau Pak Bagas tidak ingin turun jabatan, jangan bicara banyak ya," bisikku pada telinganya. Dia hanya mengangguk-angguk mengerti atas ucapanku. Dia pasti menuruti semuanya, karena saat ini yang memimpin perusahan Cipta Pratama Jaya adalah aku, menantu kesayangan Jaya Pratama.

Aku berjalan dengan menggandeng tangan Claudia. Kami juga sangat menikmati pesta ini, aku sengaja menyuruh Claudia mengabadikan momen kami. Karena sejak menjalin hubungan dari lima tahun yang lalu, aku tidak ingin melupakan momen indah bersamanya.

Walaupun Claudia wanita yang egois dan selalu ingin menang sendiri, tapi aku sangat mencintainya. Dia mampu membuatku rindu setengah mati.

"Hai, Mas. Kamu kok nggak nungguin aku?" ucap seseorang disertai tepukan lembut di bahuku. Aku menoleh kebelakang, dan ternyata ada sosok Ayu yang tengah tersenyum melihat kearahku.

Mataku melotot tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang, kenapa dia sangat egois. Kenapa dia tidak mengalah saja demi kebaikan rumah tangga yang sedang kami jalani.

"Kamu, ngapain disini?" gumamku sambil melihat kearahnya tajam.

"Kenapa dia disini sih, Mas?" tanya Claudia padaku dengan nada marah. Pasti sebentar lagi Claudia akan memutuskan hubungan denganku. Dia memang sering memutuskan hubungan sebelah pihak, dan kami akan tetap kembali lagi seperti sekarang.

"Yang pasti aku mau nemenin suamiku ke pesta," ucap Ayu dengan santai lalu menarik tangan Claudia yang menggandeng tanganku lalu menyentaknya dengan keras. Dan dengan segera Ayu menggantikan Claudia untuk menggandeng tanganku mesra.

Aku yang melihat itu hanya bisa terdiam kaku karena aku melihat Papa dan Mama mertua yang sedang disambut kedatangannya oleh Pak Bagas.

"Apa-apaan kamu, gajah bengkak?" maki Claudia karena merasa marah pada Ayu.

"Diam, Claudia. Ada mertuaku disana," ucapku lembut pada Claudia yang wajahnya sekarang memerah karena marah. Ku lihat sekilas Ayu tersenyum sinis melihat kearah Claudia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status