Share

Dokter Danis

ISTRI 100 KILOGRAM

PART 6

Aku menguap berkali-kali setelah mencoba membuka mata yang masih terasa berat. Perutku terasa perih karena lapar, apalagi aku mencium aroma nasi goreng seafood yang sepertinya sedang dimasak oleh Ayu. Aku segera bangun dan segera melihat jam pada dinding kamar, waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Segera aku bangun, tanpa mencuci muka aku menggunakan pakaian santai untuk keluar makan malam bersama Claudia.

Setelah rapi, aku mengambil ponsel dan kunci mobil dan segera bergegas keluar. Aroma nasi goreng menguar ke seluruh ruangan, cacing di perutku seakan meronta-ronta meminta untuk diberi makan. Aku segera menuju kedapur untuk memgecek apa yang sedang dimasak oleh Ayu.

"Kamu sudah bangun, Mas?" tanya Ayu ketika melihatku datang.

"Iya, kamu masak apa?" tanyaku penasaran.

"Nasi goreng seafood, kari kambing dan juga gulai ayam. Aku mau kerumah Mama kamu," jawab Ayu tanpa menoleh ke arahku. Dia sibuk berkutat dengan dapur, aku melihat kearah makanan yang sudah di masak oleh Ayu. Liurku seakan mau menetes membayangkan betapa lezatnya makanan ini. Tanpa sadar tanganku mencomot daging kambing, baru satu suapan aku sudah merasakan kenikmatan, Ayu memang jago masak.

"Kamu ngapain kerumah Mama malam-malam begini?" tanyaku lagi, tanganku terus saja mencomot daging kambing yang dimasak kari.

"Kamu mimpi?" tanya Ayu yang menoleh ke arahku, bahkan dia tertawa ketika melihatku.

"Maksud kamu apa?" sewotku, aku tidak suka ditertawakan begitu.

"Kamu mau ke kantor dengan pakaian seperti itu?" tanya Ayu lagi sambil menunjuk kearahku menggunakan centong.

"Aku mau makan malam sama Claudia, aku pergi dulu," sungutku kesal, dengan cepat aku mencuci tangan di wastafel lalu melangkah pergi keluar rumah.

Ketika aku membuka pintu utama, mataku melotot melihat pemandangan di depan. Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya, kakiku terasa kaku dan lidahku terasa kelu.

"Ayuuuuuuuuuu!" aku berteriak menyebut nama Ayu dengan keras. Segara aku berbalik untuk menemuinya di dapur, saat sampai di dapur aku melihat Ayu sudah terduduk dilantai sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Ayu lagi sambil tertawa. Dia menertawakan aku sampai air matanya mengalir di pipi.

"Kenapa kamu nggak bangunin aku semalam, ini udah pagi Yu. Pagiii!" bentakku kesal. Habis sudah hubunganku dengan Claudia kali ini, aku bahkan tidak berani memeriksa ponselku.

"Ha-ha-ha… aku pikir kamu nggak jadi makan malamnya. Kamu tidurnya pulas banget kayak orang mati," ucap Ayu yang masih menertawakan aku.

"Istri durhaka memang kamu, suami linglung masih ditertawakan," sungutku kesal. Tawa Ayu langsung hilang, berganti senyuman yang sulit aku artikan. Dia pun bangun dari duduknya lalu berdiri dan menghadap kearah ku.

"Kamu nganggap aku istri, Mas?" tanya Ayu yang melihat tulus kearah mataku. Aku menjadi salah tingkah setelah Ayu menanyakan hal barusan, aku kecoplosan saat mengatakan jika dia istri durhaka.

"Kamu jangan salah sangka, kamu memang istriku. Istri diatas kertas!" ketusku. Wajah Ayu yang semula berseri seketika berubah menjadi murung. Aku sedikit merasa bersalah, tapi sudahlah apa peduliku.

Ayu kembali sibuk dengan aktivitasnya, dia mengambil rantang untuk mengisinya dengan makanan yang telah dia masak tadi.

"Kamu beneran mau kerumah, Mama?" tanyaku.

"Hhmm."

"Aku lapar, sisakan sedikit makanan untukku," ucapku pelan ketika melihat Ayu memasukkan semua makanan ke dalam rantang tanpa menyisakan sedikit saja untukku. Padahal aku sudah sangat lapar, dan harus segera ganti baju untuk ke kantor. Permasalahan dengan Claudia biar ku selesaikan saja nanti, setelah pulang ke kantor aku akan segera menemuinya.

Tanpa menjawab Ayu terlihat cekatan memisahkan makanan untukku, aku segera kembali ke kamar untuk mandi dan memakai pakaian kantor. Ini sudah sangat telat, untung saja hari ini aku tidak ada meeting penting. Sekembalinya aku ke dapur, Ayu terlihat membersihkan semua peralatan masak yang digunakan tadi. Biasanya akan ada Mbok Darmi yang akan membersihkannya.

"Aku ijin ke rumah Mama ya. Tadi Mama telpon katanya mau ketemu," ucap Ayu sambil membilas wajan.

"Mama kamu atau Mamaku?" tanyaku.

"Mama kamu," jawab Ayu singkat.

"Jangan ngadu yang bukan-bukan," ketusku setelah menghabiskan semua makanan yang disiapkan oleh Ayu.

"Hhmm."

"Mau sebaik apapun kamu, nggak akan ngerubah keadaan dan situasi kita, ingat itu!" selorohku lagi sambil beranjak pergi. Aku harus segera ke kantor, ada beberapa dokumen yang belum akan tanda tangan. Ponselku terus bergetar dari tadi, dan aku yakin jika itu panggilan dari Claudia.

Setelah bersiap-siap, aku tidak mendapati Ayu lagi di dapur. Entah dimana dia, suami berangkat kerja bukannya mempersiapkan semua kebutuhanku, ini malah pergi entah kemana.

Terpaksa aku mengambil sendiri sepatu dan tas kerja, seharusnya bersyukur Ayu punya suami seperti aku. Udah tampan, keren, bahkan semua wanita menginginkan untuk menjadi istriku. Tapi sayangnya hatiku sudah aku serahkan pada 'Lady rose' alias Sarah Claudia.

*

Tok Tok Tok

"Masuk!"

"Maaf, Pak Adam. Ada yang mencari bapak," ucap Suci Sekretarisku di kantor. Saat ini aku memang sedang tidak sibuk, tapi aku juga sedang malas menerima tamu. Karena takutnya yang datang adalah Claudia atau Ayu, jadi sebaiknya aku istirahat saja. Aku juga sebenarnya sudah lelah menghadapi tingkah Claudia, tapi aku masih mencintainya.

"Siapa? Bilang saja saya lagi sibuk," tegasku pada Suci.

"Tapi dia maksa mau masuk, Pak. Katanya penting," ujar Suci lagi.

"Laki-laki atau perempuan?" tanyaku memastikan. Karena jika laki-laki mungkin masih bisa dipertimbangkan.

"Laki-laki, Pak. Namanya Danis," jawab Suci menjelaskan siapa tamu yang datang. Seketika senyumku berkembang, tentu saja aku senang, karena yang datang adalah sahabatku sejak SMA. Tapi dia lebih memilih meneruskan pendidikannya di luar negeri. Dia memang sangat ingin menjadi seorang dokter profesional.

"Suruh dia masuk," jawabku sambil tersenyum.

"Baik, Pak." Suci pun keluar dari ruangan kerjaku, tidak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka dari luar. Seorang laki-laki dengan tinggi badan 175cm, pemain basket terkenal pada masanya. Hidung mancung serta kulit yang putih bersih, siapa yang menyangka jika seorang Danis yang dulunya kumal karena selalu bermain di bawa terik matahari sekarang menjelma bak seorang model.

"Hai, Bro. Apa kabar?" tanyaku sumringah sambil berjalan mendekatinya.

"Baik-baik, Lo apa kabar?" ujarnya sambil berjabat tangan lalu kami sedikit berpelukan. Karena sudah hampir 5 tahun kami tidak pernah lagi bertemu, dia sempat kuliah di universitas yang sama denganku. Tapi entah mengapa tiba-tiba dia keluar dan lebih memilih kuliah di luar negeri.

"Lo kapan pulang ke Indo coba? Tiba-tiba datang kesini, bikin gue syok tau nggak?" tanyaku sambil menyuruhnya duduk di sofa ruangan.

"Gue udah seminggu disini, karena ada panggilan khusus," jawabnya.

"Lo keren banget sekarang, udah nggak dekil kayak dulu. Ha-ha-ha." 

"Lo bisa aja, yang ada itu Lo yang keren. Udah jadi direktur aja," kelakarnya sambil menunjuk pada papan namaku yang bertengger di atas meja.

"Gue emang udah keren dari dulu," candaku lagi. Kemudian kami larut dalam pembahasan tentang kenangan masa lalu, juga tentang Danis yang meneruskan kuliah di luar negeri. Ternyata dia mengambil jurusan kedokteran, Dokter Ahli Gizi. Dan dia juga pulang kesini karena ada pekerjaan.

"Eh, btw Lo udah nikah ya." Tiba-tiba Danis menanyakan tentang statusku, seketika aku terdiam dan bingung mau menjawab apa. Karena tidak mungkin aku mengatakan jika aku memiliki istri gendut 100 kilo. Bisa jatuh harga diriku jika Danis tau, dia bisa saja menertawakan aku karena seleraku yang jelek. Padahal aku menikah dengan Ayu karena terpaksa.

"Eh, kok bengong sih. Gue nanya, Lo udah nikah? Sama siapa, Claudia?" tanya Danis penasaran. Tanpa sadar aku mengangguk mengiyakan pernyataan dari nya, mungkin aku harus berbohong kali ini. Lagian nanti setelah bercerai dengan Ayu, aku juga akan menikahi Claudia. Jadi apa salahnya jika aku mengakui jika Claudia lah yang menjadi istriku, bukan Ayu si gajah bengkak.

"I-iya, sama siapa lagi coba? Lady Rose gue kan cuma dia seorang," selorohku sambil tertawa kecil.

"Langgeng ya, Lo sama dia. Gue pikir cuma cinta monyet biasa."

"Enak aja ganteng gini dikatain monyet, nyet Lo!"

"Ha-ha-ha, canda kali, Bro."

"Jadi apa rencana Lo selanjutnya?" tanyaku pada Danis.

"Gue akan menetap disini dulu sementara, setelah pekerjaan selesai, gue balik lagi ke Korsel," jawabnya menjelaskan.

"Sip, nanti kalau ada waktu kita sekali-kali reuni. Mereka semua mesti melihat perubahan seorang Danis," gurauku yang disambut tawa oleh Danis.

"Apaan, gue sibuk disini. Waktu gue cuma dua bulan, ini aja nanti malam gue harus ketemuan dulu sama klien."

Setelah bercerita panjang lebar, akhirnya Danis pamit pulang. Katanya dia juga sedang buru-buru, aku juga sudah bisa langsung pulang. Karena sudah tidak ada kegiatan penting lainnya, biarlah Suci saja yang mengurus semuanya. Aku segera pulang agar bisa bersiap-siap untuk makan malam bersama dengan Claudia. 

Tadi siang aku sudah menghubunginya dan meminta maaf, dan syukurnya dia tidak marah padaku. Bunga yang kemarin sempat aku belikan untuknya sudah aku buang di tong sampah rumah. Aku akan membelikannya cincin saja, sebagai bukti jika aku benar-benar serius dengannya.

*

"Kamu mau kemana?" tanyaku pada Ayu yang sedang merias wajahnya.

"Aku mau keluar," jawabnya singkat.

"Jangan bilang kalau kamu mau ikutin aku sama Claudia untuk makan malam," aku menarik tangannya agar menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arahku. Aku tidak suka jika ada orang yang berbicara denganku tapi orang itu tidak melihat kearahku.

"Lepas!" ucap Ayu sambil menyentak tanganku yang memegangnya. Matanya merah, tidak seperti biasanya dia bersikap seperti ini.

"Oke, aku juga nggak peduli kamu mau kemana. Asalkan jangan ganggu acara makan malamku dengan Claudia," tegasku dengan menunjuk ke arahnya. Karena selama ini dia selalu berusaha agar aku jauh dari Claudia.

Aku segera memakai baju dan bersiap-siap akan berangkat menjemput Claudia. Tidak lupa aku mengambil kotak cincin yang aku beli tadi, sebagai hadiah untuk Claudia.

"Kunci mobilku dimana?" tanyaku pada Ayu yang juga siap untuk pergi.

"Di dalam laci."

"Maksud kamu yang ini?" tanyaku menenteng kunci mobilku yang dulu. Sudah lama sekali aku tidak memakai mobil ini. Biasanya Ayu yang menggunakannya kemanapun dia pergi, karena aku sudah mempunyai mobil hadiah dari Papa mertua.

"Iyalah, itukan kunci mobil kamu," ucapnya lalu berjalan mendahuluiku. Mau dia dandan secantik apapun juga, gajah ya tetap saja gajah.

"Maksudku kunci mobil yang biasanya aku pakai mana?" teriakku ketika dia sudah berada di luar kamar. Terpaksa aku mengejarnya sampai di ruang keluarga, mendengar pertanyaanku dia berhenti dan membalikkan badannya.

"Yang ini? Ini mobilku, dan mobilku ini tidak bisa menerima penumpang ular," jawabnya sinis lalu langsung pergi dari hadapanku. Aku berusaha mengejarnya, enak saja dia mau pergi memakai mobilku.

"Heh, dengar. Ini juga mobilku, sini kuncinya!" bentakku berusaha merampas kunci mobil dari tangannya.

"Jangan macam-macam, Mas. Ingat, kamu akan miskin jika kamu ketahuan selingkuh!" ancamnya marah. Ayu yang biasanya lembut, sekarang berubah menjadi pembangkang. Mendengar penuturannya barusan, aku beringsut mundur kebelakang. Sebaiknya aku harus bersabar, sampai keuangan Papa membaik.

Ddrrtt!

Ponsel Ayu berdering beberapa kali, kemudian dengan cepat dia mengambil ponselnya di dalam tas kecilnya itu.

"Halo, Dokter Danis. Jadi, saya sedang kesana," ucapnya berbicara dengan telepon.

"Kamu pergi dengan laki-laki?" tanyaku penasaran.

"Bukan urusan kamu!" 

Setelah itu Ayu langsung pergi dengan mobil kesayangan ku, terpaksa aku harus menjemput Claudia dengan mobil jadulku dulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status