Home / Romansa / ISTRI 48 JAM TUAN CEO / 53. MENEBUS DOSA

Share

53. MENEBUS DOSA

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2025-09-27 20:41:38

Pagi itu Zivanna sudah terlihat sangat sibuk. Hari ini adalah hari di mana Sovia dan Ethan masuk sekolah dasar untuk pertama kalinya. Sejak langit masih gelap ia mempersiapkan segala sesuatunya sendiri, dan Zivanna tampak bersemangat.

“Makannya pelan-pelan, Sovia! Jangan terburu-buru gitu, Sayang… nanti tersedak.” Nasehat Zivanna ketika melihat Sovia begitu antusias untuk menghabiskan sarapannya dengan cepat. “Ethan… habiskan sarapannya, Sayang!” lalu Zivanna beralih pada Ethan yang sepertinya tidak berselera untuk menghabiskan makanannya.

Di tengah kesibukannya, bel rumah berbunyi. Zivanna merasa tidak memiliki janji dengan siapa pun. Dahinya mengernyit samar ke arah pintu, “Sebentar, Mama lihat dulu siapa yang datang di depan. Jangan ribut, ya! Makan pelan-pelan, setelah itu kita berangkat ke sekolah.” Pesan Zivanna sebelum ia meninggalkan meja makan.

Moonlight Bloom masih terlihat berkabut, cuaca dingin akhir-akhir ini membuat Zivanna terlihat mudah lelah. Langkah kakinya sedikit m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    78. BELAJAR MEMULAI KEMBALI

    New Arcadia, tujuh tahun kemudian. Setelah lepas dari masa rehabilitasi, Zivanna memilih untuk memutuskan semua kontak yang berhubungan dengan keluarga Dirgantara. Tanpa Ares ataupun Kayvandra, ia hanya fokus pada perkembangan kedua anaknya—Sovia dan Ethan. “Mainnya jangan jauh-jauh Sayang…!” teriak Zivanna pada Sovia dan Ethan yang sedang bermain bola di tepi pantai. Kedua anak itu bergerak lincah, terlihat ceria kala sinar matahari menerpa tawa renyah keduanya. Dunianya terasa penuh dengan kata ‘bahagia,’ setelah beberapa tahun terakhir begitu berat. “C’mon Ma…!” Sovia, bocah yang kini beranjak remaja itu melambaikan tangannya—mengajak Zivanna ikut turun ke pasir putih untuk bermain bersama. “Ah, kalian saja yang main sana. Mama di sini aja….” Zivanna menolaknya, ia ingin menikmati pantai dengan caranya sendiri; bersantai, menghabiskan waktu dengan cemilan dan air kelapa segar. Angin laut membawa aroma asin yang familiar, menggoda kenangan lama yang kadang masih datang tanpa p

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    77. AKU BAIK-BAIK SAJA

    Moonville, beberapa hari kemudian Hujan turun tipis pagi itu. Dari jendela kamarnya yang baru, Ares menatap butiran air menetes di kaca. Rumah mungil di pinggiran danau itu masih beraroma cat baru dan kayu basah. Tidak ada suara selain gemericik air dan desiran lembut angin yang membawa wangi tanah. "Sarapan dulu, nanti keburu dingin." Aila mengulas senyum, ia berdiri di samping meja makan, appron bermotif bunga masih dikenakannya. Ares menarik napas panjang, lalu tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa… tenang. "Aromanya harum, cacing dalam perutku meronta-ronta jadinya." Canda Ares yang berjalan menghampiri. "Hanya wafle less sugar, diganti sama madu dulu, ya." Tangan Aila cekatan menyiapkan. "Setidaknya tidak bubur kali ini," lalu ia menarik kursi dan duduk dengan nyaman. "Tapi jangan berlebihan," sahut Aila cepat. "Siap Nyonya," Ares mengalihkan pandangannya dari piring wafle ke sosok Aila yang berdiri di sampingnya. "Kau ini," Aila menggele

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    76. YANG KEMBALI DAN YANG DITINGGALKAN

    Moonville, tiga minggu kemudian. Pagi di Moonville selalu datang dengan lembut. Kabut masih menggantung rendah di atas danau, sementara aroma tanah basah dan embun bercampur jadi satu. Dari bangku kayu di taman kecil rumah sakit, Ares memandangi pemandangan itu sambil memeluk secangkir teh hangat. Wajahnya kini tampak jauh berbeda, lebih sehat, lebih hidup. Luka di tubuhnya perlahan sembuh, begitu pula luka yang lebih dalam—di hati. Aila datang membawa jaket wol, menepuk bahu Ares lembut. “Udara mulai dingin lagi. Kamu duduk di luar dari tadi, Ares?” Ares menoleh, tersenyum. “Nggak apa-apa. Sayang banget kalau pagi ini dilewatkan gitu aja. Nggak tiap hari aku bisa begini, Aila...." Ia menatap langit yang mulai cerah. “Dulu tiap kali lihat langit, aku selalu merasa bersalah. Ada sesuatu yang membuatku semakin terlihat bodoh di mata dunia… karena aku - aku sudah melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Huft....” Ares menghela napas panjang. Aila ikut duduk di sampin

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    75. AWAL BARU SETELAH PERGI

    Hujan turun tipis malam itu. Di balik kaca rumah sakit, Ares menatap langit yang temaram, seolah mencari jawaban dari setiap bintik air yang jatuh. Ruangan itu sepi—hanya terdengar dengung pendingin ruangan dan bunyi lembut monitor infus yang menetes teratur. Satu koper kecil tergeletak di sudut ruangan. Jaketnya sudah dilipat rapi di atas kursi, dan di meja, sebuah amplop putih bertuliskan nama: “Untuk Zivanna.” Ares duduk perlahan, memegangi sisi meja. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya, tapi sorot matanya berbeda: tidak lagi ketakutan, tidak lagi kosong. Ada ketenangan yang sulit dijelaskan—seolah ia akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang, lalu menatap surat itu lama. “Kalau nanti kamu baca ini, aku mungkin sudah di perjalanan,” gumamnya lirih, seolah berbicara pada bayangan Zivanna di kepalanya. Tangannya gemetar sedikit, tapi ia tetap menulis beberapa baris terakhir: Zee, Aku bukan orang yang kuat. Dulu aku pikir dengan pergi aku bis

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    74. HARAPAN KECIL

    Ares terdiam. Sejenak, waktu di ruangan itu seperti berhenti. Hanya terdengar detik jam dinding dan desiran halus infus yang menetes perlahan. Zivanna menegakkan tubuhnya dengan susah payah, matanya bergantian memandang dua pria di hadapannya— masa lalunya, dan luka yang belum sempat sembuh. “Kay… tolong tenang dulu,” kata Ares pelan, suaranya nyaris serak. Namun Kayandra tidak bergeming. Langkahnya maju satu, dua langkah, mendekat ke arah tempat tidur Zivanna. Matanya tajam menatap Ares, penuh kebingungan yang bercampur marah, sedih, dan sesuatu yang tak bisa ia sebutkan. “Jadi ini alasan kamu menghilang, Ares?” tanya Kay dengan nada rendah tapi tegas. “Selama ini aku cari kamu ke mana-mana. Semua orang bilang kamu pergi ke luar negeri. Dan sekarang aku temukan kamu di sini— di ruang rawat Zivanna, dalam keadaan seperti ini. Bagaimana bisa, Ares? Apa kamu tidak bisa memberikan penjelasan padaku sedikit saja?” Ares menarik napas dalam, menunduk. Tangannya yang pucat memegangi kur

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    73. HARUS MEMILIH

    Kay terdiam. Suara di kafe yang biasanya riuh mendadak terdengar jauh. Denting sendok pada gelas, desis mesin espresso, semua seolah melebur dalam satu frekuensi yang tak sanggup ia tangkap.Tatapan matanya tertuju pada Maureen, tapi pikirannya berkelana entah ke mana. “Apa maksud kamu?” suaranya serak, hampir berbisik.Maureen menegakkan duduknya. “Aku nggak minta kamu percaya begitu aja. Tapi aku yang menemani Zivanna sejak awal. Aku tahu kapan dia mulai sakit, kapan dia mulai panik, dan kapan dia berhenti berharap. Anak itu… yang sekarang ada di dalam kandungannya— bukan anak David. Itu anak kamu, Kay.”Kay memejamkan mata. Napasnya memburu. “Anak aku? Mana mungkin? Tapi dia bilang kalau itu—”“Dia nggak pernah bilang itu anak David,” potong Maureen lembut. “Kamu yang menuduh. Dan dia memilih diam… karena semua rasa sakit yang pernah ia rasakan membuatnya menutup mulut rapat-rapat.”Hening jatuh lagi, kali ini lebih berat.Kay bersandar, kedua tangannya menutupi wajah. Dunia sepert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status