Share

Bab 5

Author: Nanaz Bear
last update Last Updated: 2025-04-24 16:41:20

“Nara, di mana kamu? Kenapa kopiku belum juga siap?” Suara Bang Galih menggema dengan nada tinggi, mengusik ketenangan pagi. Aku yang sedang mandi hanya mendengus kecil. Semalam dia seolah ingin mengusirku dan bersikap seakan-akan aku tak berarti. Tapi lihatlah sekarang. Baru sehari tak kubuatkan kopi saja dia sudah kalang kabut.

“Kamu budek atau memang sengaja nggak mau dengar Nara?” Suara kerasnya di susul ketukan keras di pintu kamar mandi. Namun aku tetap diam saja. Aku tahu betul tabiatnya. Sebentar lagi dia pasti akan berhenti sendiri kalau sudah lelah.

“Benar-benar kamu ya, Nara! Pagi-pagi sudah bikin orang naik darah!” Kali ini dia menendang pintu kamar mandi. Aku terkejut tapi rasa takut itu kutekan dalam-dalam. Aku tak lagi mau menjadi istri penurut. Toh sebaik apapun aku melayaninya, dia tetap saja mengkhianati ku.

“Galih, ada apa ini. Pagi-pagi sudah buat berisik. Ayahmu yang masih tidur sampai terbangun karena terkejut denger suara teriakanmu!" Suara ibu mertuaku menggema. Sepertinya keributan itu mulai mengganggunya.

“Nara, Bu. Dia belum juga buatkan kopi buat aku.Padahal aku harus ke toko sebentar lagi,” keluh Galih dengan nada penuh drama.

“Istrimu itu mungkin masih ngambek gara-gara semalam. Lihatlah, baju ibu dan ayah pun belum dia cucikan!” keluh ibu mertua menambah bahan bakar ke dalam api. Aku memang sengaja tak menyentuh pekerjaan rumah pagi ini. Untuk apa? Berusaha menyenangkan hati mereka hanya akan berakhir dengan tuduhan bahwa aku tetap istri dan menantu yang tak berguna. Sementara Adel si menantu pujaan hanya perlu memegang pisau dapur untuk mendapatkan pujian.

“Apa? Jadi dia dari tadi pagi nggak ngapa-ngapain?” Nada suara Bang Galih naik dua oktaf.

“Ya enggaklah. Mungkin dia mikir dengan cara tidak melakukan pekerjaan apapun akan membuat kita memohon dan mengemis bantuannya. Tak Sudi ibu melakukannya!"

Aku keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih meneteskan air. Mataku menatap mereka dingin. Ingin tahu sejauh mana mereka akan melampiaskan kemarahannya padaku.

“Dasar istri nggak berguna! Kamu kukasih makan bukan untuk santai-santai seperti ini! Kalau kamu terus begini jangan harap aku kasih makan lagi!” Bang Galih mengancam matanya menyala penuh kebencian.

Aku tertawa getir sebelum akhirnya menjawab, “Aku nggak butuh makanan darimu. Untuk sepiring nasi saja aku harus menelan hinaan dari keluargamu setiap hari.”

“Ini kamu yang bilang, ya! Awas kalau sampai kamu sentuh makanan di rumah ini!” ibu mertua menyambar. Suaranya lebih tajam dari pisau.

“Baik, Bu. Ibu makan sendiri saja bersama menantu kesayangan ibu.” Dengan malas aku berbalik ke kamar tak ingin membuang tenaga untuk adu mulut dengan mereka.

Setelah sarapan,Bang Galih pergi ke toko. Baru setelah rumah benar-benar sepi, aku berani keluar kamar. Aku menuju ruang makan untuk memastikan apakah mereka benar-benar tega tak menyisakan apa pun untukku? Dan ya, meja makan itu kosong. Tak ada sepiring nasi pun.

Hatiku sudah mati rasa. Setega ini mereka. Tapi aku tak akan membiarkan diriku kelaparan. Kuambil kartu ATM ku untuk mengambil sedikit uang yang kutabung dari nafkah Bang Galih yang masih cukup untuk bertahan beberapa minggu ke depan.

Aku berjalan menuju warung bakso terdekat. Karena lapar kuhabiskan semangkuk bakso itu dalam waktu singkat. Namun baru saja berdiri hendak pulang tiba-tiba aku melihat Adel dan ibu mertua berdiri di depan pintu warung. Ternyata mereka mengikutiku dari tadi.

“Pantas saja sombong enggak mau makan dirumah. Ternyata kamu sudah ada rencana makan enak-enak di sini ya, Nara!” ucap ibu mertua dengan nada sinis.

“Mbak Nara benar-benar parah, Bu. Nggak kerja, enggak juga bawa sedikitpun warisan dari orangtuanya tapi suka banget foya-foya pakai uang suami buat makan enak. Kasihan banget Bang Galih punya istri model kayak gini. Bukan makin kaya malah bisa-bisa bangkrut dibuatnya!” Adel menambahkan. Terlihat sekali ingin mempermalukan ku di depan umum.

Aku menatap mereka dengan tenang meski darahku mendidih di dalam. Warung ini penuh pengunjung dan aku tak ingin membuat pertunjukan murahan.

“Dengar baik-baik. Aku hanya membeli semangkuk bakso dengan uang suamiku. Kalau kalian menyisakan sepiring nasi saja di rumah, aku tidak akan makan di luar seperti sekarang,” ucapku dengan nada dingin, tajam dan menusuk.

Suara bisik-bisik mulai terdengar di sekitar. Pengunjung yang tadinya salah paham kini menatap mereka dengan pandangan heran. Wajah ibu mertua dan Adel berubah merah padam.

Aku berbalik dan meninggalkan mereka sebelum mereka sempat melontarkan pembelaan. Dalam hati aku puas. Niat hati ingin mempermalukan ku tapi malah aku berhasil membalikan keadaan. Rasakan itu.

Saat tiba di rumah, ibu mertua langsung menyerang lagi. Sepertinya ingin balas dendam padaku atas kekalahannya tadi diwarung bakso. “Apa-apaan ini, habis makan enak malah langsung santai-santai nonton televisi. Matamu buta, enggak bisa lihat kalau rumah masih berantakan?"

Aku tak menoleh. Sebagai gantinya, aku memperbesar volume televisi,membiarkan suaranya menelan ocehan ibu mertua.

“Nara! Ibu sedang bicara, kamu malah keras-kerasin suara TV!” Dia merebut remot kemudianmematikan televisi dengan kasar.

“Sampai kapan kamu mau malas-malasan seperti ini? Lihat baju ibu dan ayah di kamar mandi juga sudah numpuk seperti gunung!” lanjut ibu mertua lagi.

Aku menoleh dengan malas, lalu berkata, “Menantu ibu kan bukan cuma aku. Suruh Adel bersih-bersih rumah dan cucikan baju ibu. Karena dia begitu disayang ibu, aku yakin dia takkan berani membantah perintah ibu. Tinggal ibu mau enggak nyuruh dia!"

“Adel sudah capek bantuin ibu masak dan belanja ke pasar. Sedangkan kamu dari bangun tidur belum ngelakuin apapun!" suaranya bergetar. Menahan amarah terhadapku.

“Capek gimana? Bantuin masak cuma iris-iris bawang dan sayur. Ke pasar juga cuma seminggu sekali.” Aku tersenyum miring. Tak sabar menunggu jawaban wanita tua di depanku.

“Adel itu beda dengan kamu. Dia nggak biasa kerja kasar. Orangtuanya yang kaya raya selalu manjain dia sedari kecil. Sedangkan kamu itu terlahir dari orangtua miskin. Kerjaan kasar seperti ini bukankah sudah jadi makananmu tiap hari!" Ucap ibu mertuaku dengan nada mengejek. Yang membuatku marah dan muak dengannya karena dia selalu membawa-bawa kedua orangtuaku saat menghinaku. Jujur, aku sangat benci itu!

“Kalau begitu ibu lakukan saja sendiri. Ibu masih sehat, masih punya tangan dan kaki juga.”

Tangannya terangkat hendak menamparku. Tapi aku menangkapnya kemudian memelintirnya perlahan lalu melepaskannya.

“Jangan pernah coba-coba sakiti aku lagi ya, Bu. Aku bukan lagi menantu lemah yang bisa ibu perlakukan sesuka hati. Aku selama ini sudah cukup sabar. Tapi mulai sekarang aku tidak akan tinggal diam.” Aku menatap matanya tajam sebelum melangkah pergi meninggalkannya membeku dalam amarahnya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 16

    Author POVPagi itu, Rudy terburu-buru berangkat kerja. Waktu sudah mepet dan ia tak ingin terlambat lagi. Namun harapannya untuk tidak telat pupus tatkala sebuah mobil tiba-tiba memblokir jalan di depannya. Dengan kesal Rudy keluar dari kendaraannya siap melontarkan makian. Tapi niat itu langsung sirna saat melihat beberapa pria berbadan kekar turun dari mobil tersebut.Wajahnya langsung pucat saat mengenali salah satunya."Bang Roby? Ada angin apa sampai-sampai Abang repot datang kemari?" Tanyanya gugup meski dalam hati ia tahu persis alasan kedatangan pria itu."Jangan sok polos, Rudy. Hutangmu sudah jatuh tempo sejak berbulan-bulan lalu. Sampai kapan kau mau sembunyi dan lari seperti pengecut?" Geram Roby sambil menampar pipi Rudy. Tamparan itu cukup membuat tubuh Rudy gemetar ketakutan."Bang, bukankah kita sudah sepakat kalau aku gagal bayar, Abang bisa ambil rumah orangtua istriku. Istriku sama sekali tak keberatan jadi Abang tak perlu ragu untuk menjualnya!" Jawab Rudy dengan

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 15

    "Kau baik-baik saja, Nara?" tanya Pak Erryl sesaat setelah aku diamankan di dalam mobilnya. Aku hanya terdiam. Akan jadi kebohongan besar jika aku menjawab bahwa aku baik-baik saja. Kejadian barusan terlalu memalukan untuk menjadi konsumsi publik."Ini kartu nama pengacara yang kujanjikan. Namanya Bu Livia. Dia akan membantumu sebaik mungkin," ucapnya sembari menyodorkan sebuah kartu nama yang langsung kuambil."Kamu tidak perlu memikirkan biaya. Anggap saja ini bantuan kecil dari seorang teman," lanjutnya.Teman? Batinku getir. Aku hanyalah bawahan yang terus merepotkannya dengan masalah pribadiku. Apakah ini kebaikan hati yang selalu diceritakan Lusi tentang sosok pemimpin yang tulus peduli pada bawahannya?"Saya memang tak punya uang sekarang, tapi saya akan cari cara untuk membayar semua ini. Saya tak ingin terus merepotkan Anda," ucapku pelan, tak sanggup menatap wajahnya."Kalau itu memang maumu silahkan. Tapi aku hanya tak ingin kamu terbebani. Meski kamu baru bekerja diperusah

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 14

    "Bang, kenapa ada Adel di sini?" tanyaku dengan nada marah. Aku berharap Bang Galih bisa mengerti betapa kehadiran wanita itu membangkitkan kembali luka lama yang belum sembuh."Dia mau bicara sesuatu sama kamu, Nara Tolong, beri dia sedikit waktu, ya!" Ucap Bang Galih dengan lembut."Kalau dia ingin minta maaf, tidak semudah itu aku memaafkannya, Bang. Aku tak bisa begitu saja melupakan semua kejahatan yang telah dia lakukan padaku!" Suaraku bergetar. Air mata hampir tumpah mengingat semua perlakuan kejam Adel selama ini."Abang juga enggak tahu dia mau ngomong apa. Cuma lima menit saja, tolong izinkan dia bicara. Pleace!" Permohonan bang galih membuat hatiku yang awalnya keras jadi goyah. Dengan langkah berat aku mendekat.Sudah lama kamu nunggu, Del?" Tanya bang galih ramah. Seminggu lalu dia begitu kasar pada Adel dan memaksa Adel untuk menjauh. Sejak kapan sikapnya berubah lembut lagi?"Tadi janjinya jam enam jadi udah dua jam lebih aku nunggu kalian disini," jawab Adel dengan s

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 13

    [Nara, hari ini pulang jam berapa? Abang jemput boleh, ya?]Pesan dari Bang Galih muncul di layar ponsel saat aku sedang makan siang bersama Lusi di kantin kantor. Jemariku berhenti memegang sendok sementara senyum tanpa sadar mengembang di wajahku. Sudah seminggu berlalu sejak kecelakaan itu dan kini kondisinya telah jauh membaik. Perlahan ia mulai ke rutinitas bahkan hari ini ia sudah sempat mengurus toko lagi.[Enggak usah, Bang. Abang baru sembuh, istirahat aja. Aku bisa naik taksi, kok.] balasku. Dalam hati aku tak ingin merepotkannya.Namun balasan darinya datang tak kalah cepat.[Sama suami sendiri kok sungkan. Udah, enggak usah banyak alasan. Jam lima sore nanti Abang udah nunggu di depan kantor. Jangan nekat pulang sendiri ya, tungguin Abang!]Seketika hatiku hangat. Perhatian kecil yang dulu sempat menghilang kini perlahan hadir kembali."Hei, senyum-senyum sendiri. Jangan bilang kalau kamu lagi jatuh cinta, Nar," goda Lusi sambil menaikan sebelah alisnya.Aku terkekeh, "Buk

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 12

    Aku terpaku di tempat. Mataku membelalak saat melihat darah merembes di atas aspal. Hatiku seketika hancur, diliputi kekhawatiran yang mencengkeram. Bagaimana jika Bang Galih terluka parah?Tanpa berpikir panjang aku berlari mendekatinya yang tergeletak tak sadarkan diri."Bang Galih, bangun! Kenapa kau rela mengorbankan dirimu demi menyelamatkanku?" Teriakanku histeris. Suaraku pecah menyatu dengan Isak tangis yang tak terbendung. Seolah semua kekuatan dan harapan yang tersisa mengalir dengan air mata.Tak lama kemudian suara ambulance memecah keheningan malam. Para petugas medis dengan sigap mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk. Aku mengikuti dari belakang, jantungku berdebar seakan waktu melambat. Di rumah sakit, aku hanya bisa menunggu di luar ruang perawatan. Detik demi detik terasa seperti siksaan tak berujung.Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dengan ekspresi tenang dan penuh pengertian."Jangan khawatir, Mbak. Luka di kepalanya hanya goresan ringan akibat bentu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 11

    Hampir tiga jam rapat berlangsung dan aku hanya bisa duduk diam menyimak dengan seksama. Sebagai orang baru, aku belum banyak berkontribusi tapi melihat bagaimana para senior di tim bekerjasama dengan penuh percaya diri untuk mencapai target penjualan skincare terbaru membuatku kagum.Saat akhirnya rapat berakhir, aku berjalan keluar bersama Lusi."Nara, aku melihat ekspresi kagumu tadi waktu Pak Erryl masuk ke ruangan. Nah, kan. Apa aku salah? Enggak ada yang bisa mengalahkan pesona bos muda kita, kan?" Lusi berseru dengan nada menggoda.Aku menghela nafas sedikit tersenyum. "Kagum?" Aku menggeleng. "Kau salah paham. Itu bukan ekspresi kagum melainkan terkejut."Lusi menaikan alisnya, penasaran"Aku tak menyangka orang yang dua kali menyelamatkan nyawaku adalah CEO perusahaan ini," lanjutku pelan.Lusi terdiam sesaat lalu mengerutkan kening. "Serius? Wah, ini seperti adegan di drama."Aku hanya tersenyum tipis tak ingin membahasnya lebih lanjut."Ngomong-ngomong, kau langsung pulang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 10

    Aku melangkah masuk kerumah dengan hati yang penuh gejolak. Ini bukan berarti aku takut menghadapi Bang Galih melainkan karena kelelahan menghadapi pertengkaran yang seakan tak berujung. Aku hanya ingin kedamaian meskipun hanya sejenak."Duduk sini! Kau tak boleh masuk kamarmu sebelum menjelaskan siapa lelaki itu!"suara bang galih menggelegar begitu aku menginjak ambang pintu.Aku menatapnya tajam lalu menghela nafas, "Rudy yang memberimu foto itu. Kenapa kau tak bertanya langsung padanya siapa lelaki itu!" Aku berharap dengan menyebut nama Rudy akan memancing kemunculannya. Namun harapanku pupus.Dimana dia sekarang?Bukankah dia tak punya uang sepeserpun?Teman-temannya juga masih di kantor polisi mempertanggungjawabkan perbuatan mereka kepadaku jadi mustahil dia masih berkeliaran di luar sana."Rudy bagaimana tahu siapa dia. Rudy hanya tak sengaja memergokimu dengan lelaki itu lalu memotretnya dan mengirimkannya padaku." Nada bicara bang Galih meninggi, terus membela adiknya.Aku t

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 9

    "Kau dengan pakaian seperti itu mau kemana?" suara Bang Galih terdengar tajam saat melihatku mengenakan pakaian kerja.Ya, setelah kemaren lolos wawancara, aku langsung diminta mulai bekerja hari ini."Kalau bukan kerja mau kemana lagi? Masa aku pergi belanja dengan pakaian formal seperti ini?" jawabku santai sembari merapikan lipstik di depan cermin.Bang Galih mendengus. Ekspresinya terlihat kesal. "Kerja? Siapa yang mengizinkanmu? Kau mulai lancang mengambil keputusan sendiri tanpa meminta izinku!"Aneh sekali. Dia yang selalu menyebutku sampah karena tidak ikut mencari nafkah, sekarang justru melarangku bekerja. Ironis!"Aku sedang malas bertengkar.Tak mau moodku hancur sepagi ini hanya karena hal sepele seperti ini," ucapku tetap tenang."Hal sepele?" Suaranya meninggi. "Aku ini suamimu, Nara. Kau pikir aku ini siapa sampai berani tak melibatkanku dalam keputusan sebesar ini?"Aku melirik jam dinding. Sudah pukul tujuh pagi. Jika tak segera memesan taksi, aku bisa terlambat."Ken

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 8

    "Dasar brengs*k, Rudy! Kau tega merampokku hanya demi bersenang-senang dengan teman-temanmu!" Aku melangkah mendekat, jemariku mencengkeram erat vas bunga, siap menghajarnya. Namun, sebelum sempat melayangkannya, tubuhku ditarik dengan kasar.Brak!Aku terhempas ke lantai, meringis kesakitan saat punggungku menghantam kerasnya ubin. Saat aku menengadah, Bang Galih berdiri di hadapanku dengan tatapan tajam, wajahnya penuh kemarahan."Jangan sentuh adikku!" suaranya menggema di seluruh ruangan.Aku terkekeh sinis. Lucu sekali melihatnya berperan sebagai pelindung bagi Rudy, padahal di belakangnya, dia sendiri telah melakukan hal yang jauh lebih menjijikkan."Kau membelanya karena kau tak tahu apa yang terjadi! Adikmu yang kau anggap suci itu hampir saja membunuhku hanya demi merampas uang milikku!" Suaraku bergetar, bukan karena takut, tapi karena sakit hati yang menggunung. Aku tak bisa lagi menahan air mata yang akhirnya jatuh satu per satu.Teman-teman Rudy yang tadi tertawa puas kin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status