Share

Bab 4

Penulis: Nanaz Bear
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-24 16:38:56

"Yang salah itu Adel, Bu!" Aku berteriak kehilangan kesabaran.

"Dia jelas-jelas sudah berselingkuh dan tidur dengan suamiku. Kenapa justru aku yang ibu maki dan Ibu usir?" Suaraku pecah tetapi tidak ada setitik pun rasa iba di mata ibu mertuaku.

"Tutup mulutmu!" bentaknya dingin. "Kalau Rudy sampai terbangun dan mendengar teriakanmu bukan Adel yang akan kubunuh, tapi kamu!"

Aku terdiam menatap ibu mertuaku yang berdiri di hadapanku dengan tangan terlipat dan pandangan penuh amarah. Perasaan tak percaya menyelimuti benakku. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa sekejam ini? Bukti sudah jelas ada di depan mata. Adel dan Bang Galih kupergoki tengah melakukan hubungan terlarang di dalam kamar. Tapi dia malah membela Adel tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Kamu jangan banyak bicara, Nara!" tiba-tiba ayah mertuaku berseru. Suaranya berat seperti pukulan palu yang memukul keras ke dadaku.

"Kalau kamu masih ingin tinggal di rumah ini anggap saja kejadian ini tidak pernah terjadi. Pastikan Rudy tidak tahu apa-apa. Tapi kalau kamu keberatan menyembunyikan hal ini cepat pergi dari sini! Kami tidak mau melihat Galih dan Rudy bertengkar hanya karena kesalahan kecil seperti ini!" sambung Ayah mertua lagi.

Kesalahan kecil? Ucapan itu seperti duri yang menancap di hatiku. Bagaimana bisa perselingkuhan disebut kesalahan kecil? Mereka menganggap diriku ini apa sebenarnya? Aku, istri sah yang telah mereka hina dan rendahkan hanya dianggap remeh seperti debu yang bisa mereka usir kapan saja.

"Keputusan ada di tanganmu, Nara. Pergi atau bertahan, aku tidak mempermasalahkannya. Wanita membosankan sepertimu jangan harap bisa mendapatkan lelaki selevel aku jika bercerai nanti." Dengan percaya dirinya suamiku mengatakan hal itu. Ini membuatku semakin jijik dan membencinya.

"Kamu diam saja kan?" ucap ibu mertuaku dengan nada mengejek. "Sudah kuduga. Kamu tidak akan berani keluar dari rumah ini meskipun suamimu sendiri berselingkuh. Kamu tahu kenapa? Karena di luar sana kamu hanya akan jadi gembel! Meninggalkan semua kemewahan yang diberikan suamimu jelas kamu tidak punya keberanian!"

Aku menatapnya tajam. Tangan mengepal di sisi tubuhku. Kemewahan? Apa maksud ibu mertuaku? Hidup di rumah ini tidak ubahnya seperti menjadi pembantu tanpa bayaran. Aku mengurus rumah,   membersihkan tiap sudut ruangan tanpa bantuan siapa pun. Mereka bahkan enggan menyewa pembantu meskipun uang mereka berlimpah. Bagiku, rumah ini bukan tempat yang mewah. Ini penjara.

"Bu, jangan keterlaluan begitu!" Sofia tiba-tiba angkat bicara sembarimelangkah maju dan berdiri disisiku. "Mbak Nara sedang terluka karena kelakuan Mas Galih dan Adel. Kok Ibu tega malah menyalahkan Mbak Nara seperti ini?"

Sofia adalah satu-satunya orang di rumah ini yang selalu membelaku. Namun aku tahu pembelaannya hanya akan memanaskan suasana. Dan dugaanku benar.

"Kamu kalau mau terus membela menantu miskin ini, lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini juga!" bentak ibu mertuaku tanpa ragu.

Sofia memandang ibunya dengan mata berkaca-kaca. Sesayang itukah ibu mertuaku pada Adel sampai-sampai rela menyakiti anak kandungnya sendiri?

"Ibu tega mengusirku?" tanya Sofia. Suaranya terdengar bergetar. "Aku ini anak ibu, bukan? Kok ibu lebih membela Mbak Adel dari pada aku?" Air mata Sofia mulai jatuh tetapi ibu mertuaku tetap berdiri kaku tanpa menunjukkan sedikit pun rasa bersalah.

Sofia kemudian mendekatiku dan menggenggam tanganku erat. "Mbak, ayo pergi saja dari neraka ini. Aku bukan Bang Galih yang begitu suka menyakiti dan menyia-nyiakan kebaikan, Mbak. Aku janji kalau aku akan selalu ada untuk Mbak di suka dan duka!" katanya dengan suara lirih penuh emosi.

Hatiku bergetar mendengar ucapannya. Tapi jujur aku ragu. Haruskah aku mengikutinya? Sofia masih muda, masih membutuhkan bantuan orangtuanya untuk masuk ke kampus impiannya. Jika aku menuruti ajakannya untuk pergi, aku takut merusak masa depannya.

"Bu, Sofia tidak salah apa-apa. Tolong cegah dia keluar dari rumah ini!" tiba-tiba Adel ikut berbicara. Suaranya terdengar dibuat-buat seolah-olah dia merasa kasihan.

"Mencegah kepergiannya? Mustahil, Adel," jawab ibu mertuaku dengan dingin. "Dari dulu dia memang selalu membela kakak iparnya yang tidak ada gunanya itu. Biarkan saja kalau dia mau pergi. Kalau sudah sudah hidup miskin tanpa uang nanti juga balik sendiri ke sini."

Aku melihat Sofia terisak pelan. Air matanya mengalir semakin deras. Aku tahu dia terluka mendengar ucapan ibunya tetapi dia berusaha tegar.

"Mbak, ayo pergi!" Sofia mengajakku lagi. Kali ini lebih tegas.

Aku terdiam. Aku tahu Sofia benar dan aku tahu kalau setelah pergi dari rumah ini penderitaanku akan segera berakhir. Tapi aku tidak bisa pergi sekarang. Bukan karena aku mencintai Bang Galih. Bukan juga karena aku takut meninggalkan rumah ini. Aku tidak akan pergi sebelum Adel merasakan apa yang telah dia lakukan padaku.

"Mbak, apa lagi yang Mbak pikirkan? Rumah tangga Mbak sudah tidak bisa dipertahankan lagi! Mbak mau memaafkan lelaki yang sudah dipakai juga sama adik iparnya sendiri?" Sofia berseru dengan suara bergetar tetapi penuh amarah.

"Jangan keterlaluan kamu ya, Sofia!" Bang Galih tiba-tiba berseru marah. "Berhenti mencampuri urusan rumah tanggaku!"

"Memang ini kenyataannya, Bang!" Sofia menatap kakaknya dengan penuh kebencian. "Bang Galih selalu dibanggakan ayah dan ibu sesalah apa pun Bang Galih. Coba yang melakukannya itu Bang Rudy, sudah pasti diusir dari rumah ini sejak tadi seperti ibu melakukannya padaku!"

Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Sofia. Bang Galih, kakaknya sendiri melakukannya tanpa ragu. Sofia memegangi pipinya yang memerah. Tatapannya penuh luka.

"Bang Galih jahat!" teriaknya sebelum berlari menuju kamarnya.

Galih menatapku dengan penuh kemarahan. "Kamu puas sekarang? Sudah berhasil membuat aku dan adikku bertengkar, Nara?"

Aku masih diam. Terlalu lelah untuk membalas kata-katanya.

"Kalau kamu mau pergi, pergilah! Aku sudah muak dengan semua kekacauan yang kamu bawa selama ini!" bentaknya. Suaranya menggema di ruangan yang hening.

Aku menelan ludah, hatiku terasa sesak. Aku bisa saja pergi. Kembali ke rumah orangtuaku yang kini kosong. Tapi tidak. Aku tidak akan pergi. Aku tidak akan membiarkan Adel menang.

Aku tidak akan pergi sebelum dia merasakan kehancuran yang dia tanamkan dalam hidupku.

"Kalian pikir karena aku lemah dan tak punya keluarga yang melindungi ku, kalian jadi bisa seenaknya menyingkirkan ku dari sini?" Aku mulai berani bicara lagi.

"Lah memang itu kenyataannya. Bahkan kalau malam ini aku menghilangkan nyawamu, itu takan membuat kedua orangtuamu kembali hidup untuk menolongmu!" kata-kata ibu mertuaku benar-benar membuat amarahku semakin memuncak. Aku janji, setiap penghinaan dan kesakitan yang diberikannya padaku, dia harus membayarnya.

"Kamu wanita tua yang lemah, tubuhmu dipenuhi penyakit mematikan. Yakin kamu bisa menyingkirkanku?" ucapanku membuat semua orang terbelalak kaget.

"Nara, ngomong apa kamu. Kamu itu sudah dipersilahkan pergi. Bukannya cepat angkat kaki dari rumah ini malah berani sekali menyakiti ibuku dengan kata-kata tak berperasaan seperti itu!" teriak Bang Galih.

"Angkat kaki begitu saja setelah dua tahun penuh aku diperlakukan tak manusiawi oleh kalian? Enak saja! Aku tak mau!" ucapku membuat semua orang menatapku dengan marah bercampur benci.

"Mulai sekarang aku takan diam lagi. Aku akan membuat rumah ini seperti neraka buat kalian seperti yang kalian lakukan padaku selama ini!"

Aku segara pergi meninggalkan semua orang yang masih kesal dan mencaciku dengan sumpah serapah terkejamnya. Aku tak boleh lemah lagi sekarang. Meski aku tahu cepat atau lambat hubunganku dan Bang Galih akan berakhir, setidaknya aku sudah memberinya pelajaran jadi kelak Takan ada penyesalan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 16

    Author POVPagi itu, Rudy terburu-buru berangkat kerja. Waktu sudah mepet dan ia tak ingin terlambat lagi. Namun harapannya untuk tidak telat pupus tatkala sebuah mobil tiba-tiba memblokir jalan di depannya. Dengan kesal Rudy keluar dari kendaraannya siap melontarkan makian. Tapi niat itu langsung sirna saat melihat beberapa pria berbadan kekar turun dari mobil tersebut.Wajahnya langsung pucat saat mengenali salah satunya."Bang Roby? Ada angin apa sampai-sampai Abang repot datang kemari?" Tanyanya gugup meski dalam hati ia tahu persis alasan kedatangan pria itu."Jangan sok polos, Rudy. Hutangmu sudah jatuh tempo sejak berbulan-bulan lalu. Sampai kapan kau mau sembunyi dan lari seperti pengecut?" Geram Roby sambil menampar pipi Rudy. Tamparan itu cukup membuat tubuh Rudy gemetar ketakutan."Bang, bukankah kita sudah sepakat kalau aku gagal bayar, Abang bisa ambil rumah orangtua istriku. Istriku sama sekali tak keberatan jadi Abang tak perlu ragu untuk menjualnya!" Jawab Rudy dengan

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 15

    "Kau baik-baik saja, Nara?" tanya Pak Erryl sesaat setelah aku diamankan di dalam mobilnya. Aku hanya terdiam. Akan jadi kebohongan besar jika aku menjawab bahwa aku baik-baik saja. Kejadian barusan terlalu memalukan untuk menjadi konsumsi publik."Ini kartu nama pengacara yang kujanjikan. Namanya Bu Livia. Dia akan membantumu sebaik mungkin," ucapnya sembari menyodorkan sebuah kartu nama yang langsung kuambil."Kamu tidak perlu memikirkan biaya. Anggap saja ini bantuan kecil dari seorang teman," lanjutnya.Teman? Batinku getir. Aku hanyalah bawahan yang terus merepotkannya dengan masalah pribadiku. Apakah ini kebaikan hati yang selalu diceritakan Lusi tentang sosok pemimpin yang tulus peduli pada bawahannya?"Saya memang tak punya uang sekarang, tapi saya akan cari cara untuk membayar semua ini. Saya tak ingin terus merepotkan Anda," ucapku pelan, tak sanggup menatap wajahnya."Kalau itu memang maumu silahkan. Tapi aku hanya tak ingin kamu terbebani. Meski kamu baru bekerja diperusah

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 14

    "Bang, kenapa ada Adel di sini?" tanyaku dengan nada marah. Aku berharap Bang Galih bisa mengerti betapa kehadiran wanita itu membangkitkan kembali luka lama yang belum sembuh."Dia mau bicara sesuatu sama kamu, Nara Tolong, beri dia sedikit waktu, ya!" Ucap Bang Galih dengan lembut."Kalau dia ingin minta maaf, tidak semudah itu aku memaafkannya, Bang. Aku tak bisa begitu saja melupakan semua kejahatan yang telah dia lakukan padaku!" Suaraku bergetar. Air mata hampir tumpah mengingat semua perlakuan kejam Adel selama ini."Abang juga enggak tahu dia mau ngomong apa. Cuma lima menit saja, tolong izinkan dia bicara. Pleace!" Permohonan bang galih membuat hatiku yang awalnya keras jadi goyah. Dengan langkah berat aku mendekat.Sudah lama kamu nunggu, Del?" Tanya bang galih ramah. Seminggu lalu dia begitu kasar pada Adel dan memaksa Adel untuk menjauh. Sejak kapan sikapnya berubah lembut lagi?"Tadi janjinya jam enam jadi udah dua jam lebih aku nunggu kalian disini," jawab Adel dengan s

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 13

    [Nara, hari ini pulang jam berapa? Abang jemput boleh, ya?]Pesan dari Bang Galih muncul di layar ponsel saat aku sedang makan siang bersama Lusi di kantin kantor. Jemariku berhenti memegang sendok sementara senyum tanpa sadar mengembang di wajahku. Sudah seminggu berlalu sejak kecelakaan itu dan kini kondisinya telah jauh membaik. Perlahan ia mulai ke rutinitas bahkan hari ini ia sudah sempat mengurus toko lagi.[Enggak usah, Bang. Abang baru sembuh, istirahat aja. Aku bisa naik taksi, kok.] balasku. Dalam hati aku tak ingin merepotkannya.Namun balasan darinya datang tak kalah cepat.[Sama suami sendiri kok sungkan. Udah, enggak usah banyak alasan. Jam lima sore nanti Abang udah nunggu di depan kantor. Jangan nekat pulang sendiri ya, tungguin Abang!]Seketika hatiku hangat. Perhatian kecil yang dulu sempat menghilang kini perlahan hadir kembali."Hei, senyum-senyum sendiri. Jangan bilang kalau kamu lagi jatuh cinta, Nar," goda Lusi sambil menaikan sebelah alisnya.Aku terkekeh, "Buk

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 12

    Aku terpaku di tempat. Mataku membelalak saat melihat darah merembes di atas aspal. Hatiku seketika hancur, diliputi kekhawatiran yang mencengkeram. Bagaimana jika Bang Galih terluka parah?Tanpa berpikir panjang aku berlari mendekatinya yang tergeletak tak sadarkan diri."Bang Galih, bangun! Kenapa kau rela mengorbankan dirimu demi menyelamatkanku?" Teriakanku histeris. Suaraku pecah menyatu dengan Isak tangis yang tak terbendung. Seolah semua kekuatan dan harapan yang tersisa mengalir dengan air mata.Tak lama kemudian suara ambulance memecah keheningan malam. Para petugas medis dengan sigap mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk. Aku mengikuti dari belakang, jantungku berdebar seakan waktu melambat. Di rumah sakit, aku hanya bisa menunggu di luar ruang perawatan. Detik demi detik terasa seperti siksaan tak berujung.Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dengan ekspresi tenang dan penuh pengertian."Jangan khawatir, Mbak. Luka di kepalanya hanya goresan ringan akibat bentu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 11

    Hampir tiga jam rapat berlangsung dan aku hanya bisa duduk diam menyimak dengan seksama. Sebagai orang baru, aku belum banyak berkontribusi tapi melihat bagaimana para senior di tim bekerjasama dengan penuh percaya diri untuk mencapai target penjualan skincare terbaru membuatku kagum.Saat akhirnya rapat berakhir, aku berjalan keluar bersama Lusi."Nara, aku melihat ekspresi kagumu tadi waktu Pak Erryl masuk ke ruangan. Nah, kan. Apa aku salah? Enggak ada yang bisa mengalahkan pesona bos muda kita, kan?" Lusi berseru dengan nada menggoda.Aku menghela nafas sedikit tersenyum. "Kagum?" Aku menggeleng. "Kau salah paham. Itu bukan ekspresi kagum melainkan terkejut."Lusi menaikan alisnya, penasaran"Aku tak menyangka orang yang dua kali menyelamatkan nyawaku adalah CEO perusahaan ini," lanjutku pelan.Lusi terdiam sesaat lalu mengerutkan kening. "Serius? Wah, ini seperti adegan di drama."Aku hanya tersenyum tipis tak ingin membahasnya lebih lanjut."Ngomong-ngomong, kau langsung pulang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 10

    Aku melangkah masuk kerumah dengan hati yang penuh gejolak. Ini bukan berarti aku takut menghadapi Bang Galih melainkan karena kelelahan menghadapi pertengkaran yang seakan tak berujung. Aku hanya ingin kedamaian meskipun hanya sejenak."Duduk sini! Kau tak boleh masuk kamarmu sebelum menjelaskan siapa lelaki itu!"suara bang galih menggelegar begitu aku menginjak ambang pintu.Aku menatapnya tajam lalu menghela nafas, "Rudy yang memberimu foto itu. Kenapa kau tak bertanya langsung padanya siapa lelaki itu!" Aku berharap dengan menyebut nama Rudy akan memancing kemunculannya. Namun harapanku pupus.Dimana dia sekarang?Bukankah dia tak punya uang sepeserpun?Teman-temannya juga masih di kantor polisi mempertanggungjawabkan perbuatan mereka kepadaku jadi mustahil dia masih berkeliaran di luar sana."Rudy bagaimana tahu siapa dia. Rudy hanya tak sengaja memergokimu dengan lelaki itu lalu memotretnya dan mengirimkannya padaku." Nada bicara bang Galih meninggi, terus membela adiknya.Aku t

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 9

    "Kau dengan pakaian seperti itu mau kemana?" suara Bang Galih terdengar tajam saat melihatku mengenakan pakaian kerja.Ya, setelah kemaren lolos wawancara, aku langsung diminta mulai bekerja hari ini."Kalau bukan kerja mau kemana lagi? Masa aku pergi belanja dengan pakaian formal seperti ini?" jawabku santai sembari merapikan lipstik di depan cermin.Bang Galih mendengus. Ekspresinya terlihat kesal. "Kerja? Siapa yang mengizinkanmu? Kau mulai lancang mengambil keputusan sendiri tanpa meminta izinku!"Aneh sekali. Dia yang selalu menyebutku sampah karena tidak ikut mencari nafkah, sekarang justru melarangku bekerja. Ironis!"Aku sedang malas bertengkar.Tak mau moodku hancur sepagi ini hanya karena hal sepele seperti ini," ucapku tetap tenang."Hal sepele?" Suaranya meninggi. "Aku ini suamimu, Nara. Kau pikir aku ini siapa sampai berani tak melibatkanku dalam keputusan sebesar ini?"Aku melirik jam dinding. Sudah pukul tujuh pagi. Jika tak segera memesan taksi, aku bisa terlambat."Ken

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 8

    "Dasar brengs*k, Rudy! Kau tega merampokku hanya demi bersenang-senang dengan teman-temanmu!" Aku melangkah mendekat, jemariku mencengkeram erat vas bunga, siap menghajarnya. Namun, sebelum sempat melayangkannya, tubuhku ditarik dengan kasar.Brak!Aku terhempas ke lantai, meringis kesakitan saat punggungku menghantam kerasnya ubin. Saat aku menengadah, Bang Galih berdiri di hadapanku dengan tatapan tajam, wajahnya penuh kemarahan."Jangan sentuh adikku!" suaranya menggema di seluruh ruangan.Aku terkekeh sinis. Lucu sekali melihatnya berperan sebagai pelindung bagi Rudy, padahal di belakangnya, dia sendiri telah melakukan hal yang jauh lebih menjijikkan."Kau membelanya karena kau tak tahu apa yang terjadi! Adikmu yang kau anggap suci itu hampir saja membunuhku hanya demi merampas uang milikku!" Suaraku bergetar, bukan karena takut, tapi karena sakit hati yang menggunung. Aku tak bisa lagi menahan air mata yang akhirnya jatuh satu per satu.Teman-teman Rudy yang tadi tertawa puas kin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status