Pria itu menambah laju kecepatan mobilnya dalam beberapa menit saja mereka sudah sampai di depan kantor KUA daerah setempat.
Ia menuruni mobil itu dengan gagahnya, memperhatikan sekelilingnya memastikan jika tidak ada wartawan, kameramen atau reporter yang akan meliput acara ini.Ia telah menyewa tempat dan penghulu untuk satu hari ini, tempatnya memang sangat tertutup. Ia sudah pastikan beberapa kali, tidak akan ada berita mengenai dirinya, jika tidak reputasi nya akan hancur. Dan ia tak segan untuk menghancurkan juga perusahaan yang membuat warta tersebut.Ia berjalan sedikit lebih jauh dari Adam yang sudah berjalan mendahului. Pria itu berjalan saja dengan angkuhnya tanpa menunggunya.Di dalam ruang tertutup, pria berpenampilan rapi itu duduk di sebuah kursi panjang yang sudah disiapkan.Bola mata Aisyah, melihat beberapa orang yang tidak dikenalnya, duduk berbaris dengan rapi disana, mengelilingi kursi yang berhadapan langsung dengan pria berjas putih, dengan sorban menutupi pundak, tak lain dia adalah penghulu.Setelah keduanya sudah siap, penghulu menjabat tangan Adam dan mengucapkan kalimat sakral yang biasa diucapkan oleh beberapa calon pengantin pria.Terdapat satu pria paruh baya, dan Aisyah baru sadar jika ia adalah ketua dan ibu panti asuhannya, yang disuruh Adam untuk menjadi saksi.Ia sudah mewanti-wanti Aisyah agar tidak memberikan informasi pernikahannya bersama Adam -- atau sebuah hukuman mematikan akan didapatkannya dan seluruh keluarga pantinya.Setelah penghulu mengesahkan, keduanya sudah resmi menjadi suami istri."Silahkan Nyonya Aisyah Sarasvati, mencium tangan suaminya," titah penghulu.Wanita itu patuh, ia menoleh kearah Adam dan menjulurkan tangannya.Apa yang didapat? Pria itu malah memukul keras tangan Aisyah."Jangan harap kamu mendapat kebahagiaan dariku!" ucapnya dengan menggertakkan gigi-giginya.Aisyah menyeka air mata yang tiba-tiba bergulir ke pipi. Ia malu melihat kejadian ini dihadapkan penghulu.*****Bug!Tubuh wanita yang sedikit lemah itu dia dorong hingga terjatuh ke lantai."Apa yang kau lakukan? Bisa tidak kamu sedikit bersikap lemah lembut terhadapku? Padahal baru saja kau menikahi aku. Apakah tidak ada sedikit perasaan pun untuk berbaik hati pada seorang wanita?" ucap Aisyah, sedikit membela diri."Cih! Berbaik hati padamu? Sebaiknya kamu mengaca dulu! Sebelum berkata!"Tubuhnya yang kekar dan berotot terlihat jelas setelah ia melepaskan jas hitam yang baru ia kenakannya dan membuang begitu saja ke atas ranjang.Kali ini mereka tinggal di kediaman Adam yang jauh dari pemukiman penduduk, sedikit jauh dari kota.Di tempat itu tidak ada siapapun yang tinggal bersama mereka, Aisyah pun saat memasuki pintu utama tidak melihat asisten atau siapapun yang bekerja di rumah ini menyambut mereka.Aisyah bertanya dengan suara yang sudah terdengar serak, "Sebenarnya apa yang membuat kamu membenci diriku?""Oh, aku lupa. Padahal kau sudah bertanya kesekian kali, dengar telingamu baik-baik!"Set!Adam menarik paksa hijab yang wanita itu kenakan, hingga terlihat rambut panjangnya yang tergerai.Wajahnya yang cantik terekspos sempurna. Setiap detail lekuk dari wajah cantik itu, terlihat menawan.Pria itu terhenyak, ia terdiam dan memandang wajah Aisyah yang baru menjadi istrinya itu beberapa saat.'Astaga! Lagi dan lagi! Memalukan sekali aku kepergok beberapa kali memandangnya seperti itu!' gumamnya tidak terima.Ia yang tidak terbiasa membuka hijabnya di depan orang lain mengambil dan mengenakannya kembali.Pria yang menyaksikan itu sedikit muak, dan bertanya, "Kenapa kamu pakai lagi? Bukannya aku sudah menjadi suamimu? Dan aku berhak atas dirimu! Cih!"Tubuhnya yang lemas memandang ke arah dinding, sudah menunjukkan pukul 02.00 siang.Ia baru mengingat jika belum mengerjakan shalat dhuhur. Gegas ia berdiri, dan bertanya kepada Adam, "Apakah di rumahmu ini ada mukena untukku?""Tidak ada, untuk apa kamu mengerjakan shalat? Apakah shalat bisa membuatmu menjadi kaya? Yang aku lihat saat ini, kau adalah seorang yatim piatu yang hidup dengan segala kekurangan," kata Adam, ia melangkahkan kaki dan duduk ditepi ranjang."Aku harus shalat, sebelum waktunya habis," jawabnya. Ia bergegas menuju kamar mandi dan menyalakan shower atau apapun yang bisa ia pakai untuk bersuci.Berapa saat kemudian ia keluar, berjalan menuju lemari dan mencari sesuatu di sana. Beberapa kain bisa ia gunakan untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka."Maaf, aku sholat dulu. Kamu tidak mau mengimani-ku?" tanya Aisyah dengan wajahnya masih datar dan kaku.Meski ia sendiri tahu akan jawaban dari tipe pria seperti Adam ini."Cih! Gak ada gunanya! Buang-buang waktu!" Ia berjalan keluar saja, tanpa pedulikan Aisyah."Astaghfirullah ..." Ucapnya dengan menundukkan kepala."Ya Allah, semoga Engkau lekas memberikan hidayah pada pria yang sudah menghalalkan hamba ini," lagi, ucapnya dengan menengadahkan kedua tangan ke atas menghadap arah kiblat.Dengan kain seadanya yang ia anggap suci ia jadikan untuk sajadah-nya.Setelah selesai menjalankan shalat, seperti biasa, beberapa doa ia panjatkan pada Yang Maha Agung, ia mengharapkan agar dibukanya pintu taubat untuk Adam.Brak!Seketika ia terkejut melihat pintu dibuka dengan gebrakan yang keras. Mulai saat ini -- ia harus terbiasa menghadapi sikap pria itu."Bisa tidak kamu lebih hati-hati, bukannya kamu bisa lebih pelan saja. Tidak perlu membanting pintu!"Adam menghampiri istrinya yang masih duduk menghadap kiblat, sekali lagi ia menarik hijab sampai rambutnya ikut tertarik."Aduh! Sakit, Mas!""Rasakan! Sakitnya sama seperti yang adikku rasakan!" Jawab Adam membuat Aisyah bingung."Adik? Kau memiliki saudara?" tanya Aisyah tidak mengerti."Kau tidak perlu pura-pura, Aisyah! Di balik wajahmu yang polos itu, menyimpan banyak kemunafikan!" oloknya, membuatnya semakin tidak mengerti.Ia merasakan ada sesuatu rahasia besar yang menjadi latar belakang pria itu memperlakukannya seperti ini."Jika kau tidak menceritakan, bagaimana aku bisa mengetahuinya?"Plak!"Aku membenci wanita sok suci sepertimu! Kau sama biadabnya seperti wanita-wanita lain! Apa perlu aku terangkan kembali akan kesalahanmu wahai wanita nista!"Adam menarik rambut Aisyah ke atas, hingga tubuhnya pun ikut terangkat. Ia meringis kesakitan, memohon untuk pria itu menghentikannya."Aduh sakit, Mas! Hentikanlah semua ini! Saat ini aku adalah istrimu, jadi cukup kau melukai aku. Perlakukan aku seperti wanita lainnya," pinta Aisyah dengan menitihkan air mata.Cih!Adam meludah tepat di wajah Aisyah, segera wanita itu bersihkan dengan telapak tangannya."Astaghfirullahaladzim ... Ternyata kamu benar-benar kejam!""Kamu tahu apa yang menyebabkan aku memperlakukanmu seperti ini? Hah!" tanya Adam dengan tatapan kebencian.Aisyah hanya bisa menggelengkan kepala, dan menitihkan air mata. Merasakan sakit teramat sangat oleh perlakuan pria itu.Tidak sekali dua kali, ia membenturkan kepala Aisyah ke tembok, sebelum menjelaskan kesalahan wanita itu.Tangannya yang kekar dan berotot menarik kepala Aisyah ke belakang dan menarik wajahnya untuk melihat gerak bibirnya dan mengatakan, "Kesalahan terbesar kamu adalah, kamu penyebab kematian Dewangga!"Deg!Aisyah terkejut mendengar nama itu disebutkan oleh Adam. Ia bertanya dengan terbata,"De-Dewangga?Apa yang kau katakan? Apa kamu mengenal-nya?"Dengan menunjukkan gertakan gigi-giginya, ia menyebutkan dengan tegas, "Dewa adalah adik kandungku! Dan kamu telah membunuhnya! Dengan wajah polos dan akalmu itu kau gunakan untuk alibi, hingga kejahatan itu tidak terungkap oleh polisi! Dasar wanita biadab!"Ucapan Adam seketika membuat jantungnya bekerja berkali lipat. Ia terkejut akan tuduhannya yang menyakitkan ini.Aisyah masih tidak percaya. "Kamu kakak Dewa?" Memandang kedua bola mata Adam dengan baik. "Aku tidak mengetahui jika ia memiliki saudara. Dan percayalah, kematian Dewa tidak ada hubungannya denganku," jelasnya. "Sudahlah, kamu tidak perlu memberi alasan apapun!" teriaknya."Jika kamu benar-benar saudara Dewa, seharusnya kamu mengetahui bagaimana hubunganku dengan-nya. Beberapa minggu ini dia berjanji untuk melamarku dan segera menikahiku, hubungan kita baik-baik saja. Untuk apa aku memiliki niat membunuhnya?" Lagi, Aisyah berusaha membela diri."Cih! Wanita tidak terhormat! Wanita miskin! Kamu hanya akan mengincar hart
Kembali Ia membuka mata, melihat wajah Aisyah yang bersinar. 'Mengapa dalam perasaan, aku telah membuat kesalahan yang besar, menganiaya wanita itu? Hati kecilku mengatakan jika Aisyah tidak bersalah dalam hal ini. Apakah aku salah?' Pikiran Adam bergelut tidak menentu. Setelah bacaan pada ayat terakhir terhenti, ia melafadz-kan, "Subhanakallahumma wa bihamdika, laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik."Kembali ia meletakkan ponsel di atas meja. Dan mengatupkan kedua tangan lalu membasuh-kan ke wajahnya.Ia melihat ke arah pintu mendapati suaminya berdiri di ambang sana."Apa yang kamu lakukan, Mas? Apa kau mau membaca ayat-ayat suci juga?" tanya Aisyah, dengan mengangkat alisnya. Adam tidak lekas menjawab. Ia masih terbuai dengan suara indah istrinya.'Sadar Adam! Dia musuhmu! Saat dia benar-benar jatuh cinta padamu, kau akan menceraikannya. Ia akan mengalami trauma yang berat, putus asa dan segudang penderitaan akan ia terima," ucapnya tanpa suara.Ia menarik sudut bi
Adam berdiri, berkacak pinggang. Melihat tubuhnya dari pantulan cermin.Ia mendekatkan wajahnya berulang kali, melihat rambut yang tumbuh disekitar dagunya sedikit mengganggu, tapi ia tetap terlihat tampan. Ia menyisir pelan bulu itu sampai terasa halus dan rapi. Hingga kegiatan itu berlangsung lebih lama.Aisyah terdiam diambang pintu, ia menatap wajah Adam dengan tersenyum. Pria yang belum mengenakan jas itu menyadari kedatangan Aisyah. "Apa yang kamu tertawakan? Hem?" Aisyah tidak takut, ia malah berjalan mendekati Adam. Dan meraih dasi yang menggantung dilehernya. Gegas ia perbaiki tanpa perintah, baginya ini adalah tugas seorang istri."Kamu tidak bisa membedakan tersenyum dan tertawa rupanya." Darah Adam seketika mengalir deras. Entah kenapa saat Aisyah berada didekatnya, seketika itu juga tubuhnya membatu bagai terkena guna-guna. 'Awas kau Aisyah! Kamu sering buat aku bagai orang bodoh didepanmu!'"Nah, kamu terlihat lebih tampan sekarang." Kedua mata Adam terbelalak. 'Asta
"Maafkan saya! Jangan pecat saya. Anak istri saya -- akan saya beri makan apa, Pak!" pria paruh baya itu mengatupkan kedua tangan didepan wajahnya sendiri. Mengharap belas kasih pria berkuasa yang baru menginjakkan kaki di perusahaan tempat ia bekerja beberapa tahun ini."Bukan urusanku! Paham! Tidak ada kesempatan kedua untuk pekerja sepertimu! Keluar!" bentaknya. Suaranya yang lantang -- terdengar menggema di seluruh ruangan. Di tempat itu seketika hening. Mereka bergidik ketakutan.Sifat Dewa dan Adam dinilai berbeda jauh. Dewa masih memiliki sisi baik, dan Adam sebaliknya. Dari insiden itu, mereka buat pelajaran untuk lebih berhati-hati padanya.Pria yang tak kurang dari 50 tahun itu meletakkan nampan diatas meja. Ia menunduk dan meminta maaf. Tidak ada jawaban Adam untuknya, malah dengan arogannya ia melangkahkan kaki pergi."Cepat bersihkan tempat ini! Aku tidak mau waktuku terbuang habis karena acara menyebalkan ini! Mengerti kalian!" bentak Adam. Hampir urat leher terlihat s
Aisyah tidak menghiraukan. Ia berjalan dengan langkah kaki cepat. Namun, ia tidak bisa mengalahkan benda bermesin itu."Cantik-cantik kok tuli!" ucapnya lagi. Bukan Aisyah tidak menunjukkan sisi kesopanan, dari gelagat dan perilaku mereka telah menunjukkan jika mereka bukan pria baik.'Bissmillah ... Semoga tidak terjadi hal buruk terhadapku!' gumamnya.Tidak hanya mengganggu dengan ucapan, salah satu dari mereka berani mencolek pipinya.Aisyah tidak tinggal diam. Ia berhenti -- mencoba melawan. "Cukup! Jangan berbuat kurang ajar ya!" ucapnya memberi ancaman. Sekuat tenaga, ia akan melawan pria-pria itu. "Ternyata bisa marah juga ... Jangan marah, nanti cantiknya hilang!"Sekali lagi pria yang duduk diatas jok belakang mencoleknya. Ditepis Aisyah dengan tangannya."Jangan coba-coba berbuat kurang ajar ya terhadapku!" Aisyah memperingatkan kembali."Sudahlah Nona, ini jalanan sepi. Jadi menurut-lah dengan kami. Kami akan berikan keindahan dunia yang tidak terkira olehmu.""Cukup! Aku
"Adam memang mengenalnya. Tapi maaf, Adam tidak menerima perjodohan ini. Permisi!" Tanpa mendengar jawaban mereka. Pria itu pergi begitu saja. "Kami akan berbicara lagi padanya. Bersabarlah." Terdengar lirih suara Maliana ditelinga Adam. Terdengar Jenny memanggilnya. Ia meraih lengan Adam dan berbicara empat mata di luar."Adam, kenapa beberapa hari ini kamu acuhkan panggilan telepon dariku? Hem?" Nada bicara Jenny terdengar aneh, bahkan berbeda. Sebelum diadakan perjodohan ini, ia terlihat seperti rekan kerja biasa. Ia pernah menjadi investor asing di perusahaannya di Jerman. Dari situlah Adam mengenalnya."Acuh? Tidak. Aku hanya sibuk beberapa hari ini. Tidak ada waktu untuk main gadget." Jawaban Adam datar."Bagaimana dengan wanita yang bernama Aisyah? Dimanakah dia sekarang?" tanya Jenny mengulur waktu Adam pergi."Seperti yang aku inginkan sebelumnya, aku siksa dia setiap waktu.""Kamu tahu dia dimana sekarang? Aku tidak pernah menjumpainya dimanapun.""Kamu tidak perlu pikir
Adam menenggelamkan handuk kecil berwarna putih ke dalam air hangat. Memerasnya, dan meletakkan diatas kening Aisyah. Ia lakukan itu berulang kali. Terkadang ia memasukkan termometer ke dalam mulutnya. Dan mengecek suhunya."Syukurlah sedikit turun." Adam melihat angka itu dengan sedikit tersenyum. Ia merasa usahanya tidak sia-sia.Ia membiarkan handuk itu diatas keningnya, dan pergi lagi keluar kamar berjalan menuju dapur.Sesampainya di dapur, ia terlihat bingung. Ingin membuat sesuatu yang hangat. Dalam pikiran ingin membuat bubur ayam. Membuka lemari pendingin terdapat beberapa banyak bahan makanan yang dibutuhkannya."Aku tidak pernah memasak. Bagaimana caranya membuat bubur untuk Aisyah?! Sial! Wanita itu sangat merepotkan diriku!" Adam berdecak kesal.Terpaksa senjata andalannya ia keluarkan. Sebuah benda canggih, namun bukan kantung Doraemon. Ia merogoh disaku celana."Nah! Semua bisa terjawab dengan bantuan ini!" Kedua matanya fokus ke tulisan yang baru muncul di layar. Sete
"Bagaimana bisa Aisyah bilang jika bubur itu enak? Wanita itu penuh dengan kemunafikan! Aku sangat membencinya!" ucap Adam kesal. Ia menumpuk peralatan kotor di dalam tempat pencuci piring. Dan membersihkannya segera.Tangan dan mulutnya bekerja bersama. Tidak hentinya ia mengumpat Aisyah dengan seribu olokan."Aku sangat repot jika wanita hina itu sakit. Semua pekerjaan jadi aku yang mengerjakan. Ini tidak benar!" Setelah pekerjaan dapur yang menurutnya melelahkan itu selesai, ia bergegas membersihkan tubuhnya.Kembali ia berjalan ke kamarnya, pandangannya melihat Aisyah tertidur pulas. Adam tidak akan mengganggunya malam ini. Tanpa sadar Adam mengangkat sudut bibirnya, melihat wajah Aisyah yang cantik. Ketika ia menyadarinya, ia membenarkan posisi bibirnya pada posisi semula."Sial! Bagaimana aku bisa tersenyum senang melihat pembunuh itu tidur dengan lelapnya?" Adam kembali menuju ke kamar mandi, menyalakan shower dan berdiri di bawah guyuran airnya. Membasahi seluruh tubuhnya, t