Cieeee... ada yang jadian ni ye, ada yang baper gak si? Siap-siap meleyot🤣
"Maaf, aku mengganggu waktumu," ucap Yudha di depan Aleksei yang memperbaiki posisi kacamata hitamnya. Mereka bertemu di sebuah cafe di pinggir pantai. Ombak di sore hari terlihat lebih besar. "Tidak masalah. Maaf juga aku harus membuatmu menunggu. Aku benar-benar harus meeting tadi."Yudha tersenyum lalu menegak kopinya. Ia mengeluarkan rokok dan menyodorkannya pada Aleksei. "Rokok favoritmu," ucap Yudha menawarkan namun yang cukup membuat Aleksei terkejut, Yudha pun menyalakan putung rokok itu untuk dirinya sendiri. "Sejak kapan kau merokok?""Sejak tidak ada paru-paru lain yang kujaga," jawab Yudha santai menyesap asap. Aleksei hanya menoleh lalu membuang wajah, memilih menatap ombak yang berdebur. "Kau pasti tidak merokok lagi sekarang, karena ada paru-paru lain yang kau jaga, bukan?" lanjut Yudha. Aleksei kebingungan dan salah tingkah. Ia meraih rokok itu lalu akan membakarnya. Yudha menahan tangan pria itu. "Tidak perlu. Its oke. Aku tahu, kau tidak merokok lagi sejak operas
Kini villa itu sudah sepi, bahkan tempat sesepi itu tidak memiliki penjaga. Aleksei mondar-mandir tak karuan. Sedari tadi dia berusaha sibuk, merapikan hal yang remeh temeh padahal penjaga catring sudah merapikan semuanya. Sumpah demi apa pun, jantungnya dari tadi berdegup kencang seperti ditabuh keras-keras. Ia mencari apa lagi yang dia bisa kerjakan asal tidak masuk ke dalam kamar itu. Bahkan melihat ke arah pintu kamar saja dia tidak sanggup karena dia tahu, di dalam sana ada seseorang yang menjadi pujaannya seumur hidup. "Sial, aku harus apa lagi?!" Aleksei melihat jam dinding, dan terlihat sudah jam dua dini hari. Semua sudah rapi, sudah pada di tempatnya. Pria itu kembali mondar mandir. Menyesal dia menyimpan laptop dan ponselnya di kamar tempat Luna berada. "Ya, aku tahu," ucap Aleksei sendirian membuka laci dan membungkuk mencari gunting tanaman dan sabit. "Aku bersihkan taman saja," desisnya mantap. Crinnnng!!! Kedua benda itu jatuh karena pria itu terkejut luar biasa seba
"Aku tahu, kamu tak setuju dengan perjodohan ini. Tidak jadi masalah buatku. Aku hanya memintamu untuk menerimanya saja," ucap Luna dengan nada yang begitu tegas dan pasti. "Apa Mbak jatuh cinta padaku setelah pertemuan kedua ini?" "Kamu bisa berpikir apa saja," jawab Luna dingin. Yudha begitu percaya diri. Ia merasa memiliki pesona kuat bak Casanova. Baginya, ketampanannya memang tidak akan pernah pudar oleh waktu. Apalagi disokong oleh statusnya sebagai pemimpin sebuah perusahaan besar, rasa percaya dirinya memuncak. "Sejujurnya, aku sudah memiliki kekasih, Mbak," kata Yudha mencoba menolak. Yudha masih ragu, walau kakeknya menawarkannya dua hektar kebun durian dan sebuah apartemen mewah sebagai kado pernikahan. Yudha menjadi heran, pria tua yang semula pelit padanya itu tiba-tiba menjadi sangat dermawan. Entah apa tujuan sebenarnya selain alasan agar dia memberikannya cucu. "Tak masalah kamu punya kekasih, sebab aku juga tak mengharapkan menjadi
Terlihat ada beberapa pesan lain yang masuk.(My Angel, pengiriman aman. Sudah ditransfer.) Gadis yang dikenal sebagai Angel Gracelia itu mengulum senyum. Itu adalah pesan dari anak buahnya yang sudah berhasil mengirim stok senjata terakhir untuk dijualnya secara ilegal. Sekarang dia sudah memutuskan berhenti dari dunia hitam itu. Angel Gracelia memeluk agama Islam dengan mendapatkan nama baru, Diandra Safaluna. (Angel, ada penawaran Si Putih, keuntungan 50%.) Jari lentik gadis itu mengetik lembut. (Sudah kukatakan, aku tidak berhubungan dengan barang laknat itu lagi. Tolak!) "Menjadi orang yang lebih baik itu memang rada susah ya," lirih Luna mengerucutkan bibir. (Bagaimana malam pertamanya My Angel? Jebol ya?) Marimar (Kamu diet saja, tak usah mau tau! Jangan lupa, atur pertemuanku dengan The Lord! Secepatnya!) balas Luna. "Ketua gengster setan itu takkan bisa menyudutkanku. Sudah kupegang data matinya. Dia harus memberiku penjelasan mengapa ia sampai membunuh dua anak buah
Yudha mengetuk pintu kamar Luna dan kali ini lebih kencang. Sedari ketukan pertama, tidak ada respon dari dalam. Laki-laki itu mengigit bibir bawahnya, berencana kembali lagi ke kamar. Gadis bercadar itu pasti sudah tidur.Bagaimana Yudha bisa melewati malam ini dengan rasa penasaran yang mulai menjalar di hatinya? Tiba-tiba suara pintu terbuka. Refleks Yudha membalik badan. Tampak Luna masih dengan cadar pengantin. Bedanya, pakaiannya sekarang berwarna hitam lagi. Warna yang menjadi ciri khas gadis itu. "Anu ... aku ingin ...." 'Sial!' Hati Yudha mengumpat dirinya sendiri. Mengapa dia harus gugup? Laki-laki berambut lurus cepak itu memangku kedua tangannya di paha. Celingak-celinguk tak jelas. Tampak Luna mengernyitkan alis. Di mata Yudha, gadis bercadar itu sekarang terlihat menarik. Kedua manik mata biru milik gadis itu seperti menghipnotis secara perlahan. "Ingin apa, Mas?" suara Luna mendayu. "Makan. Yah. Aku lapar. Mbak juga kan? Sek
"Ayo, Mas!" teriak Luna dari dalam mobil membuyarkan keheranan Yudha.Laki-laki itu menyeret kakinya dengan berat. Di sini, Yudha merasa harga dirinya sebagai laki-laki sedang disentil.Dengan perlahan dia kembali menyetir. Tak ada sepatah katapun yang bisa dia ucapkan lagi. Kaku, mungkin karena malu."Jangan heran kalau mobil mewah juga bisa kempes bannya. Kalau suhu dingin, tekanan udara di dalam juga ikut turun. Karet juga mengkerut, jadi udara di dalam bisa keluar karena ada ruang antara ban sama peleknya," papar Luna seperti seorang guru yang menerangkan di kelas.Yudha hanya mengangguk. Ia bertanya dalam hatinya, darimana Luna tahu tentang teori itu? Masuk akal namun sebelumnya dia sama sekali tidak tahu. Cukup lama Yudha memberanikan diri untuk membuka mulut."Mbak belajar tentang mobil darimana?""Dari majikanku," jawab Luna singkat. Sama sekali tidak ada keraguan.'Majikan? Apa dia mantan ART? Kakek! Aku akan mencari tua bangka itu. Bagaiman
"Janji ya, Mas," ucap Luna lembut. Matanya menyipit sayu, bersama dengan pipi mulusnya yang ikut mengembang. Yudha mencoba mengambil kesadarannya kembali. "Kalau begitu, aa-aaku ke kamar dulu. Terimakasih untuk makanannya," ucap Yudha terbata. Luna mengangguk. Tatapan itu! Oh Tuhan, Yudha tidak mampu berlama-lama. Laki-laki itu memegang jantungnya. Ia harus mengajak jantungnya itu bicara. Kenapa tiba-tiba berdegup kencang? Esok harinya, Yudha terlihat segar dan bersemangat. Ia membuka tudung saji, bersiap untuk sarapan. Laki-laki itu kaget, sebab hanya menemukan tempe goreng. Sambil mengunyah, Yudha mengomel dalam hati. 'Akan kuajar istriku itu! Masak kok cuma tempe goreng?! Lidahku bukan ditakdirkan untuk menikmati tempe ini saja!' Tiba-tiba Luna hadir di depannya, membuat tempe yang sedang dikunyah hampir keluar lagi. "Kenapa, Mas?" sapa Yudha membuka kulkas, mengambil buah. Yudha gelagapan. Mulutnya masih penuh. Luna hanya tersenyum, lebih
Dua gadis tak jauh usianya memasuki halaman rumah yang bercat kuning muda, mendekati pintu sambil berbincang. Di tangan mereka menenteng kotak makanan warna warni."Apa kamu yakin, kakak ipar akan suka?" tanya Si Adik, Ratna Astuningtyas."Dia harus suka dong, jangan banyak gaya!" ketus Si Kakak, Nindi Mahiswara.Ratna hanya memainkan bibirnya manyun. Sebagai yang berstatus adik, dia tidak bisa banyak bicara. Segala keputusan atas dirinya adalah tergantung kakak. Itu sudah menjadi hukum tak tertulis dalam keluarga.Tok ... tok ... tok!Seorang wanita bercadar membuka pintu. Matanya sedikit membulat, agak kaget."Selamat siang, Kak Ipar," sapa Ratna.Luna mencoba menguasai situasi. Dia tersenyum dan mempersilahkan kedua gadis itu masuk. Nindi menggeret tangan Ratna. Tampak, gadis berambut kuncir kuda itu tak nyaman dengan kehadiran kakak iparnya."Kak, kami diminta Mama bawakan ini. Ini masakan khas keluarga kami