Dua gadis tak jauh usianya memasuki halaman rumah yang bercat kuning muda, mendekati pintu sambil berbincang. Di tangan mereka menenteng kotak makanan warna warni."Apa kamu yakin, kakak ipar akan suka?" tanya Si Adik, Ratna Astuningtyas."Dia harus suka dong, jangan banyak gaya!" ketus Si Kakak, Nindi Mahiswara.Ratna hanya memainkan bibirnya manyun. Sebagai yang berstatus adik, dia tidak bisa banyak bicara. Segala keputusan atas dirinya adalah tergantung kakak. Itu sudah menjadi hukum tak tertulis dalam keluarga.Tok ... tok ... tok!Seorang wanita bercadar membuka pintu. Matanya sedikit membulat, agak kaget."Selamat siang, Kak Ipar," sapa Ratna.Luna mencoba menguasai situasi. Dia tersenyum dan mempersilahkan kedua gadis itu masuk. Nindi menggeret tangan Ratna. Tampak, gadis berambut kuncir kuda itu tak nyaman dengan kehadiran kakak iparnya."Kak, kami diminta Mama bawakan ini. Ini masakan khas keluarga kami
POV 1 (YUDHA) Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Kakek akan marah jika tahu Nindi membuat Luna marah. Aku bisa merasakan kemarahan Luna. Sampai sekarang jika kuingat aku bisa merinding.Hari pertamaku masuk kantor terasa sangat horor. Bayangan mata Luna yang menatap adikku masih segar sekali. Begitu dingin dan menakutkan. Aku sempat berpikir, apa jangan-jangan istriku itu seorang kriminal berdarah dingin?! Tidak mungkin.Karena kekacauan yang mereka timbulkan, Nindi dan Ratna aku usir saat itu juga. Mereka sama sekali tak menolak. Sepertinya ada juga rasa takut menyelinap di hati kedua adikku itu, khususnya Nindi. Sejak kami masih kanak-kanak, Nindi memang yang paling sering memberontak. Pikirannya logis dan ia tak suka berbasa-basi. Mungkin penampilan Luna menggelitik jiwa bar-barnya.Andai Nindi melihat bagaimana istriku itu melompat dari tingginya pohon mangga di halaman belakang. Dia mungkin tak akan percaya bahkan makin yakin dengan tuduhannya. Aku diam-diam memperhatikan L
POV 1 (YUDHA) Ketika aku sudah tersudutkan ke pojok tembok, badanku meringkuk bersiap-siap menerima pukulan kakek. Namun, lelaki tua itu hanya mengangkat tongkatnya dan terengah-engah kelelahan. "Kakek ini kenapa sih?! Habis-habiskan tenaga saja! Lagipula itu hanya masalah kecil!" "Masalah kecil katamu? Bocah gila!!" umpatnya dengan leher memerah. "Iya, iya ... Aku yang salah. Sekarang Kakek minum dulu ya," rayuku perlahan menjauhkan tongkatnya dari kepalaku. Aku menuntunnya duduk di sofa dan menyuguhkannya air putih. Kakek minum sudah seperti unta di padang pasir. Tak ingat umur, masih saja berlarian. Aku terkekeh sendiri melihatnya seperti kehabisan nafas. "Ngomong-ngomong, Kakek sudah lihat wajah Luna?" tanyaku iseng menunggu nafasnya kembali stabil. "Tentu saja. Dia adalah wanita tercantik yang pernahku lihat sepanjang hidup. Makanya Kakek jodohkan dengan kau, cucu laki-lakiku yang bodoh dan payah! " ujarnya gamblang tanpa menghiraukan perasaanku. "Aku akui memang dia c
Di dalam ruangan mewah bernuasa emas, Ratih mendengarkan cerita anak keduanya, Nindi. Banyak lukisan mahal terpajang rapi di setiap sisi dinding putih. Lampu hias berwarna gold, meskipun tak menyala tetap seperti memancarkan sinar."Serius istrinya Yudha kek gitu, Nin?" tanya Ratih tampak seperti ragu."Mama kalau gak percaya, samperin aja. Dia itu, sumpah dah ...," ucap Nindi menahan kemarahannya."Mama tahunya kalau wanita bercadar itu wanita baik-baik dan menjaga bangetlah dari semua tutur kata, perilaku, takkan berutal seperti yang kamu ceritain. Kok mama kurang yakin ya.""Mama kurang yakin karena mama gak tahu, menantu mama itu busuk! Ya gak, Rat?!"Ratna hanya mengangguk walau tampak di wajahnya ada keraguan."Aah masak sih sampai dia ngancam-ngancam gitu? Kakek kalian tidak mungkin salah jodohkan cucunya. Kalian jangan lupa, dia adalah rekomendasi kakek!" ujar Ratih memperingati anak-anaknya."Mama gak percaya sama kami? Ya gak apa-apa. Kapan-kapan ke sana aja jengukin menantu
Aku melihat jam tanganku. Sudah pukul 09.00 pagi. Aku akan mengajak Luna ke tempat biasa aku olahraga menembak. Dia pasti akan terkesima dengan kemampuanku dalam menembak sasaran."Aku tak keberatan lo kamu buka cadarmu. Pastilah orang-orang akan mengagumi kecantikanmu!" seruku bersemangat.Aku ingin teman-temanku tahu, aku memiliki istri yang cantik seperti bidadari. Walau aku belum menyentuhnya, itu hanya karena kami butuh waktu. Begitu pikirku."Jika ingin memamerkan wajah pasanganmu, ajak saja pacarmu, jangan aku," ketus Luna memasang cadarnya."Kenapa sih kamu takut orang lain melihat wajahmu, Dek? Padahal perempuan pada umumnya malah berlomba-lomba tampil cantik.""Karena mereka dilahirkan dari keluarga biasa bukan seperti keluargaku," jawab Luna dingin."Memangnya keluargamu itu kenapa, Dek?!" tanyaku membungkuk sambil memasang sepatu."Keluarga mafia," jawab Luna santai.Aku langsung terjungkal ke bawah, tanganku menahan tubuhku agar tak ambruk menyentuh lantai.Apa katanya tad
POV 1 (YUDHA)"Sial! Dia berhasil lolos, Mas. Aku bisa mengejarnya tapi aku takut terjadi apa-apa sama kamu!" ujar Luna. Wanita bercadarku sedikit terengah-engah. Tangannya mengepal dan dia masih memasang kuda-kuda.Aku masih lemas. Otot-otot terasa melonggar. Engselnya seperti terlepas."Kau baik-baik saja?"Luna mendekatiku."Siapa kau sebenarnya!?" tanyaku bergetar.Mustahil jika dia wanita biasa tapi memiliki kemampuan seperti seorang tentara wanita."Apa kau mata-mata negara?" tanyaku lagi. Aku mencoba sedikit menjauh darinya. Kali ini aku benar-benar takut."Tenanglah, Mas. Aku istrimu kan? Aku akan menjagamu," ujarnya perlahan mendekatiku."Tapi siapa kamu?""Aku istrimu, kau lupa ingatan sekarang?" tanyanya seperti meledekku."Jangan bercanda
POV 3 (AUTHOR)Braaak!!!Suara pintu tertutup dengan kencangnya. Luna menggigit giginya, membiarkannya menggeletuk. Kesal dengan sikap suaminya yang seolah menganggap semuanya mudah."Bukannya berterimakasih! Dasar laki-laki buaya! Aku pasti sedang dikutuk hidup dengan orang seperti itu!" umpat Luna mengepal tangannya.Sekilas ia melirik foto pernikahannya, tampak Yudha tersenyum lebar berpose di sampingnya yang hanya terlihat matanya saja."Pasti jika aku seperti wanita lain, aku pasti terlihat cantik dengan gaun pengantin pada umumnya," lirihnya sendu.Luna menghempaskan dirinya di kasur yang tak cukup empuk. Yah, gara-gara perkara kamar dengan iparnya, dia rela berpindah ke kamar belakang."Apa berumah tangga itu serumit ini?" keluhnya sambil membuka hijab.Seperti ada tetesan yang akan jatuh dari mata bening
"Kenapa kau datang sekarang, Aderald? Aku takut cucumu mencurigai kita," ucap Luna setelah mundur, menjaga jarak."Maafkan aku, My Angel. Aku sangat was-was. Banyak hal tentangmu yang aku pikirkan," jawab Aderald lembut.Luna terdiam."Atas nama Nindi, cucuku. Maafkan dia. Dia hanya gadis dungu yang tak mengerti ajaranku," lanjut Aderald.Terlihat mata Luna menyipit pertanda ia sedang tersenyum."Lain kali, kau harus menjaga ucapan dan perilaku denganku. Aku tak ingin, Yudha mengira yang tidak-tidak. Aaah aku juga yang salah, harusnya aku menghubungimu besok! Aku lupa, walaupun kau tua, kau penuh dengan stamina," ujar Luna yang membuat Aderald tersipu malu."Sebuah kehormatan bila kau membutuhkanku, My Angel."Luna mengangguk takzim pada laki-laki berumur di depannya itu. Tak ada sedikit pun rasa khawat