Share

85. Memupuk Rindu

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 14:05:21

Liora menatap dua orang yang berdiri di ambang pintu ruang tengah. Seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah memperkenalkan diri sebagai Dr. Elma, seorang psikiater berpengalaman dalam kasus mutisme psikogenik. Di sebelahnya, seorang pria muda mengenakan jas putih, Dr. Hans, seorang dokter THT yang terkenal tenang dan sabar dalam menangani pasien dengan trauma vokal.

Gavin memperkenalkan mereka singkat. Adrian tak banyak bicara, hanya mengangguk sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan mendekati Liora.

Tatapan mereka bertemu sejenak.

Adrian membeku sejenak. Ada semburat luka yang melintas di matanya, namun ia tidak mengeluh. Dia berjalan mendekati pintu. Bersiap untuk keluar.

"Aku akan pergi. Tolong Ibu dan Bapak, dampingi Liora dengan baik," katanya lirih.

Kakinya masih sedikit pincang saat berjalan melewati para tamu yang ia suruh datang ditemani Gavin. Namun, ia tetap pergi. Sebagaimana yang Liora minta.

Tanpa amarah, tanpa kalimat manipulatif, tanpa membuatnya merasa bersalah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   89. Terima Kasih, Sayang...

    Kalimat itu menghantam dada Adrian yang baru saja berbunga-bunga. Namun, dia menerimanya.“Tidak apa-apa kamu membenciku, asalkan kamu tidak pergi dariku. Izinkan aku tetap berada di dekatmu, menjagamu dan mencintaimu."Jawaban yang tenang itu juga membuat Liora terdiam. Kemudian, ia membalik badan. Memilih membelakangi Adrian. Ia memunggunginya.Adrian menatap punggung itu. Napas Liora terlihat mulai teratur.Meski Liora mengatakan dia membenci Adrian, ternyata dia tidak menolak saat suaminya itu memeluknya erat dari belakang. Ia bahkan memejamkan mata dan merasa tenang dan nyaman.“Aku terima, apapun perasaanmu ke aku. Kamu sangat wajar jika membenciku. Bahkan, jika kamu tidak maafkan sekali pun. Itu artinya kamu memiliki hati yang begitu jujur. Tapi, aku mohon, jangan tinggalkan aku,” bisik Adrian meminta.Liora tidak menjawab meski dia sudah bisa berbicara. Dia lebih memilih diam.“Sudah malam. Terima kasih telah mengizinkanku berada di sini, di sisimu. Walaupun mungkin hanya mala

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   88. "Aku Membencimu ..."

    Adrian memeluk Liora erat. Sedangkan Liora masih tidak percaya kalau dia bisa berbicara.Napas keduanya masih sama-sama memburu. Bukan hanya karena hasrat yang mencapai puncak, tapi juga karena keterkejutan yang membuat syok.Air mata menetes di sudut mata Liora. Ia memejamkan mata sejenak, menahan guncangan emosi yang terlalu dalam untuk dijelaskan. Suara itu… suaranya sendiri… yang selama ini hanya hidup di dalam pikirannya, kini benar-benar terdengar di udara. Nyata. Di hadapan orang yang justru pernah menghancurkannya. Yang, kini menyentuhnya dengan lembut.Adrian meraih tangannya. Lalu menggenggamnya seperti takut kehilangan momen berharga ini. Jarinya mengusap lembut punggung tangan Liora. “Suaramu telah kembali,” bisiknya, nyaris tak terdengar. “Kamu sudah bisa berbicara,” bisiknya haru.Liora menatapnya lama. Tubuhnya sedikit bergetar, namun bukan karena takut atau sakit. Ia sedang berusaha memahami dirinya sendiri. Ia merasa nyaman… kenapa hatinya tidak menolak pria ini, mesk

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   87. Liora Mendesah Menyebut Nama Adrian

    Balasan itu membuat Adiran tidak berhenti. Tangannya kini menyentuh tengkuk Liora dengan lembut. Tidak dengan ancaman, dominasi atau paksaan.Saat pautan bibir itu terlepas, Adrian masih memandang Liora tepat di manik matanya.Wanita itu diam. Memabalas tatapannya yang dalam.Adrian mengusap pipi Liora. Bahkan mengusap bibir wanita itu dengan jari jempolnya. “Maaf,” bisiknya.Liora melepas pelukannya dari Adrian. Dia menerima bunga peony itu. Membawanya masuk ke dalam kamar dan meletakkannya di atas nakas.Adrian masih mematung di batas pintu. Menatap Liora masih dengan tatapan yang rindu.Liora memandangi bunga itu sekali lagi. Tangannya menyentuh kelopaknya dengan hati-hati. Ia belum sanggup mengucap apa pun, tapi matanya berbicara banyak. Ada pertanyaan, ada luka, ada ingatan yang saling berkelindan. Dan di tengah itu semua, ia menatap Adrian. Bukan sebagai pria yang mengancamnya… melainkan sebagai seseorang yang mengenal sisi dirinya yang tak diungkapkan pada siapa pun.Adrian tak

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   86. Membalas Kecupan Saat Bertemu

    Dua minggu telah berlalu sejak Adrian terakhir kali menatap mata Liora secara langsung.Selama itu pula, ia hanya bisa menunggu dari kejauhan—menahan rindu, menahan keinginan untuk mendekap wanita yang perlahan telah menjadi bagian dari hidupnya.Pagi itu, Adrian sedang di ruang kerja ketika Gavin mengetuk pintu dan masuk sambil membawa sebuah dokumen tebal dan selembar laporan terbaru dari tim dokter dan psikiater yang menangani Liora."Ini laporan perkembangan terapi Nyonya Liora," ujar Gavin, meletakkan berkas di atas meja.Adrian menegakkan badan dan langsung membaca halaman pertama. Matanya menyisir setiap baris dengan kecepatan penuh, lalu terhenti pada bagian yang membuat jantungnya berdebar:"Secara mental dan batin, Liora menunjukkan kestabilan yang jauh lebih baik. Ia mulai menerima kenyataan tentang kepergian ibunya. Meski belum bisa berbicara secara verbal, respon emosionalnya semakin membaik. Kami menyimpulkan bahwa refleks emosional dan situasi yang cukup mengguncang sec

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   85. Memupuk Rindu

    Liora menatap dua orang yang berdiri di ambang pintu ruang tengah. Seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah memperkenalkan diri sebagai Dr. Elma, seorang psikiater berpengalaman dalam kasus mutisme psikogenik. Di sebelahnya, seorang pria muda mengenakan jas putih, Dr. Hans, seorang dokter THT yang terkenal tenang dan sabar dalam menangani pasien dengan trauma vokal.Gavin memperkenalkan mereka singkat. Adrian tak banyak bicara, hanya mengangguk sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan mendekati Liora.Tatapan mereka bertemu sejenak.Adrian membeku sejenak. Ada semburat luka yang melintas di matanya, namun ia tidak mengeluh. Dia berjalan mendekati pintu. Bersiap untuk keluar."Aku akan pergi. Tolong Ibu dan Bapak, dampingi Liora dengan baik," katanya lirih.Kakinya masih sedikit pincang saat berjalan melewati para tamu yang ia suruh datang ditemani Gavin. Namun, ia tetap pergi. Sebagaimana yang Liora minta.Tanpa amarah, tanpa kalimat manipulatif, tanpa membuatnya merasa bersalah

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   84. Pasrah dan Mengalah

    Gavin membuka pintu mobil, menyambut pasangan itu saat keluar dari gerbang panti. Adrian masih berjalan dengan langkah pincang. Liora berjalan sedikit lebih cepat, menjaga jarak. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang banyak bicara. Bahkan Gavin pun segan bertanya kenapa kaki tuannya tiba-tiba sakit.Sesampainya di rumah, Gavin turun terlebih dahulu dan membuka pintu untuk Adrian. Ia membantu sang bos berdiri tegak, lalu tanpa banyak kata merangkul pundaknya, setengah memapahnya menuju pintu depan.“Aku bisa,” ucap Adrian.“Tidak apa-apa Tuan,” ucap Gavin masih membantu.Baru kali ini Gavin melihat sisi Adrian yang berbeda.Dingin, biasanya. Sombong, sering. Tapi kini? Pasrah. Dan… diam-diam penuh luka.Liora masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Adrian menghalau Gavin yang ingin membawanya ke arah yang sama.“Antar aku ke kamar yang itu,” tunjuk Adrian ke kamar di sebelah Liora.“Tuan tidak satu kamar? Ma- maksudku…” Pertanyaan Gavin tidak rampung. Tapi, ia akhirnya memilih diam.Adrian m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status