Share

Wajah Baru

last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-19 18:28:02

Ara menatap luar jendela rumah sakit, sambil memangku laptopnya. Wajahnya masih dibalut perban. Diliriknya sekali lagi rekaman yang terpampang di layar laptopnya. Terlihat Irfan dan Amel berfoto dengan pakaian pengantin di samping patung singa. Airin membuang napas, lalu menutup laptopnya.

Tiba-tiba gawai Airin berdering. Telepon masuk dari Irfan. Airin tersenyum miris, lalu mengangkatnya.

"Hallo, Dek," terdengar suara Irfan di seberang telepon. "Maaf, Mas baru sempat telepon. Sibuk sekali di sini. Kamu sudah makan?"

Sudah, Mas, makan hati, batin Airin.

"Belum, Mas," jawab Airin.

"Kok belum sih, Dek? Nanti kamu sakit loh."

Airin membuang napas, muak dengan perhatian yang cuma pura-pura semata.

"Iya, Mas. Sebentar lagi. Mas ada di mana? Kok kayak dengar suara air mancur?"

"Oh, iya, Mas lagi keluar kantor jalan-jalan sebentar," jawab Irfan terdengar gugup.

"Ke Taman Merlion, Mas?"

"I-iya, Mas kan kerja di Distrik Bisnis Center yang ada di dekat sini, Dek," jawab Irfan lagi.

"Owh, sendirian, Mas?"

"Iya, sendirian. Mas kan gak kenal siapa-siapa selain rekan bisnis Mas di sini."

"Mas kapan pulang?"

"Maaf ya, Dek. Kayaknya Mas harus lebih lama lagi di sini. Pekerjaan Mas belum selesai."

Airin diam tak menjawab. Ke Singapura untuk liburan sekaligus melakukan foto pre wedding dengan gundiknya dia bilang pekerjaan? Bagus sekali.

"Ya sudah, cepet makan, Dek. Mas nggak mau kamu sakit. Mas kan masih lama di sini."

"Iya, Mas," ucap Airin singkat seraya menutup telepon.

Irfan menutup telponnya dengan bimbang.

"Ada apa, Mas?" tanya Amel melihat wajah Irfan tampak kebingungan.

"Apa Airin curiga padaku, ya?" tanyanya.

"Memangnya apa yang istrimu katakan, Mas?" 

"Dia langsung bisa menebak kalau Mas ada di taman Merlion."

Amel tertawa mendengar ucapan Irfan.

"Gak mungkin lah, Mas. Namanya juga kita di Singapura, pasti yang terpikirkan semua orang itu patung singa," ucapnya.

"Benar juga, ya?" Irfan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ayo kita lanjutkan fotonya," ajak Amel sambil menarik tangan Irfan kembali ke samping patung singa.

.

.

.

Airin membuang napas lagi. Sudah hampir sebulan, kebohongan demi kebohongan selalu Irfan ucapkan. Kali ini Airin sudah benar-benar muak.

Airin sedikit tersentak ketika pintu terbuka. Bella dan Dokter Ae Shin Ri masuk ke dalam ruangan itu.

"Sudah saatnya perbannya dilepas," ucap Dokter Ae Shin Ri seraya tersenyum.

Airin mengangguk, lalu menggeser duduknya. Dokter Ae Shin Ri mengambil gunting dan perlahan membuka perban di wajah Airin. Sehelai demi sehelai perban telah dilepas.

Setelah semuanya selesai, Airin membuka matanya. Dokter Ae Shin Ri tampak tersenyum, begitupun Bella. Airin mengambil cermin yang sudah Dokter itu persiapkan, lalu melihat wajahnya.

Mata Airin membulat ketika melihat wajah barunya, tepatnya wajahnya yang dulu telah kembali dengan sedikit perubahan. Luka bakar yang buruk itu kini sudah tidak ada lagi.

"Masih belum sempurna, tapi Anda sudah bisa menggunakan make up untuk menutupinya," ucap Dokter Ae Shin Ri. "Akan saya rekomendasikan make up yang aman untuk Anda."

"Terima kasih, Dokter," ucap Airin seraya tersenyum.

Dokter Ae Shin Ri mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu. Bella duduk di samping Airin.

"Kau sudah melihat foto yang kukirim?" tanyanya.

Airin mengangguk pelan.

"Mereka memesan tiket perjalanan pulang untuk besok," ucap Bella lagi.

Airin diam. Sudah dia duga, suaminya berbohong tentang kapan dia pulang. Tentu saja, acara pernikahan mereka akan berlangsung Minggu depan.

"Katakan, apa yang harus kulakukan di acara itu?" tanya Bella pada Airin. "Kue rasa garam? Minuman rasa pedas?"

Airin menahan tawa. Dia tidak boleh banyak menggerakkan wajahnya untuk saat ini.

"Kau mau menghancurkan pernikahan mereka atau hotel kita?" tanyanya kemudian.

Bella tertawa.

"Kalau boleh biar kulempar kue pernikahan itu ke wajah mereka satu persatu," ucapnya.

Airin lagi-lagi membuang napas.

"Ada cara yang jauh lebih terhormat dari hal itu," ucapnya kemudian.

"Baguslah," ucap Bella lega. "Aku senang kau baik-baik saja."

Airin diam sebentar, lalu menatap Bella.

"Kau sudah mendapatkan data yang kuminta?" tanyanya.

"Baru aku mau memberitahumu," jawab Bella.

"Ada catatan hutang sebesar dua milyar atas nama Nyonya Mia."

Airin membulatkan mata. Jadi benar Mama mertuanya memiliki hutang pada mendiang orang tuanya? Mungkinkah memang benar Nyonya Mia yang menyabotase kebakaran itu? Ah, Airin tak bisa berpikiran lebih jauh.

"Kamu tenang saja, aku akan terus melakukan penyelidikan tentang kebakaran itu," ucap Bella, seperti bisa mengetahui apa yang Airin pikirkan.

"Ada satu lagi pesaing bisnis Papamu yang punya motif untuk itu," ucap Bella lagi sambil menunjukkan sebuah foto di gawainya pada Airin.

Airin mengerutkan kening. Tampak laki-laki berwajah oriental berdiri di depan mobil mewahnya.

"Namanya Handoko, dulu dia adalah sahabat sekaligus rekan bisnis Papamu."

Airin mengepalkan tangannya. Siapapun mereka, kalau berhubungan dengan kematian orang tuanya, dia tidak akan melepaskannya.

"Sudahlah, hari ini kau sudah boleh pulang, kan? Besok aku akan mengantarmu berbelanja make up," ucap Bella mencairkan suasana yang menegang.

.

.

.

"Kita shopping dulu ya, Mas? Peralatan make up milikku sudah mau habis," ucap Amel saat dia dan Irfan keluar dari gedung bandara.

"Kenapa tidak belanja waktu di Singapura saja sih, Sayang?" protes Irfan.

"Mana sempat? Kita kan sibuk keliling Singapura dan mengurus foto pre wedding di sana?"

"Ya sudah, Mas antar kamu sebentar."

Mereka menaiki mobil mereka dan meluncur ke arah pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Mobil berhenti di area parkir dan mereka langsung turun.

Amel berjalan di samping Irfan sambil bergelayut manja padanya. Sesampainya di pusat kosmetik, tiba-tiba Irfan menghentikan langkah.

Matanya langsung tertuju pada sosok wanita cantik yang sedang memilih kosmetik, sedangkan seorang wanita berambut cepak menemaninya.

"Ada apa, Mas?" tanya Amel heran melihat Irfan diam mematung.

Irfan tak menjawab. Dia masih memperhatikan wanita itu. Sepertinya dia pernah melihatnya. Tapi di mana?

Sementara itu, Airin yang sibuk memilih peralatan make up, tak sengaja menoleh ke arah pintu masuk. Matanya membulat seketika melihat Irfan berdiri di samping pintu kaca itu bersama Amel. Kapan mereka pulang? Kenapa mereka bisa bertemu di sini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI BURUK RUPA   Akhir

    Airin masih berdiri melihat Amel berdiri di depan pintu rumahnya. Dia menatapnya tajam, penuh kemarahan. Bau bensin menyengat hidung Airin. Airin baru sadar Amel membawa jirigen besar berisi benda bensin."Mau apa kamu, Amel?" tanya Airin dengan mata membulat."Kamu puas kan sekarang? Pernikahanku hancur! Karirku hancur!" ucap Amel histeris."Kamu menyalahkan aku karena itu semua?" tanya Airin lagi."Iya! Ini semua salahmu! Kenapa kau bisa mendapatkan semua yang ingin aku miliki? Aku membencimu! Aku mau kamu mati!"Airin terkejut melihat Amel membuka jirigen yang dibawanya dan mulai mengucurkan isinya. Dia mundur, mencoba menghindar dari cairan itu, namun Amel menyudutkannya di sisi ruangan."Hentikan Amel!" teriaknya panik. "Apa kamu sudah tidak waras?!"Amel tertawa sambil menyalakan korek api."Mati kamu, Airin!""Hentikan!"Api berkobar membakar apa saja yang dia temui. Airin berteriak. Dia terjatuh di sudut ruangan. Tubuhnya bergetar hebat. Bayangan orang tuanya yang tewas dilaha

  • ISTRI BURUK RUPA   Amarah Amel

    Irfan berlari dengan cemas sambil membopong tubuh Airin memasuki gedung rumah sakit."Dokter! Tolong, Dokter!" teriaknya.Seorang Dokter dan beberapa orang perawat langsung menangani Airin. Mereka membawa Airin masuk, diikuti oleh Irfan."Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Irfan begitu Dokter selesai memeriksanya."Dia baik-baik saja, hanya kelelahan saja. Sebentar lagi pasti akan siuman. Untuk sementara biarkan dia istirahat dulu," jawab Dokter.Irfan membuang napas lega. Dokter meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Irfan duduk di samping Airin yang masih belum sadarkan diri.Dia menatap lekat wanita yang pernah menjadi istrinya itu. Penyesalan mulai menyusupinya lagi. Airin berbesar hati memaafkannya atas apa yang pernah dia lakukan.Jari Airin bergerak, dia perlahan membuka matanya."Kau sudah siuman, Airin?" tanya Irfan dengan mata berbinar.Airin perlahan menatap ke arah Irfan, lalu dia mencoba untuk bangun."Berbaring saja dulu, tubuhmu masih lemah," ucap Irfan lagi."

  • ISTRI BURUK RUPA   Cinta Untuk Bella

    ( Flash back )"Kanker Laring ?" mata Bella membulat mendengar ucapan Dokter tentang penyakit Heru, suaminya."Benar, harus segera dioperasi. Kalau tidak sel kanker bisa menyebar. Apakah Bapak ini merokok, atau minum alkohol?"Bella menatap ke arah Heru. Dan Heru menggeleng cepat."Dia tidak merokok, apalagi minum minuman keras," jawab Bella."Atau mungkin dia terpapar virus dan polusi di tempatnya bekerja," ucap Dokter lagi.Bella terdiam. Suaminya memang bekerja di pabrik besi yang menyebabkan dia terpapar debu logam setiap saat. Dia menatap ke arah suaminya. Tidak ada pilihan lain, Heru harus berhenti bekerja, dan kembali pulang ke kampung halaman mereka."Apa? Bekerja di kota?" tanya Bu Rahma ketika Bella mengutarakan maksudnya."Kita butuh biaya banyak untuk operasi Mas Heru, Buk," ucap Bella. "Biar Bella mencari pekerjaan di sana.""Kita bisa menjual sawah untuk biaya operasi. Sejak dulu cita-cita kamu memang ingin ke sana, kan? Ingin jadi pengusaha sukses, padahal kamu cuma lul

  • ISTRI BURUK RUPA   Cemburu

    Airin masih berdiri di luar ruang rawat inap Amel, tak tahu apa yang harus dia lakukan."Kenapa tidak masuk?"Airin mengangkat wajahnya. Irfan berdiri di depannya sambil menatapnya. Sesaat kemudian dia salah tingkah."Eh, anu, mungkin aku akan menjenguk Bella lebih dulu," ucap Airin sambil beranjak dari tempatnya."Tunggu aku ikut," ucap Irfan, berjalan mengikuti Airin di belakangnya.Mereka naik ke lantai atasnya, tempat Bella dirawat. Sesampainya di sana, terlihat para perawat berlarian, seperti sedang ada situasi yang darurat. Jantung Airin berdegup kencang ketika tahu mereka menuju kamar Bella."Apa yang terjadi?" tanya Airin pada salah satu Suster dengan cemas."Pasien atas nama Bella, sedang dalam kondisi kritis," jawab Suster itu.Mata Airin membulat karena terkejut. Dia langsung berlari masuk ke kamar Bella, tapi beberapa perawat menahannya."Mohon tunggu di luar, Dokter sedang melakukan tindakan," ucap salah satu dari mereka.Pintu ruangan Bella tertutup rapat. Airin tidak b

  • ISTRI BURUK RUPA   Sesal

    "Hendra Kurniawan itu suamiku!" ucap Dila dengan lantang di atas panggung.Semua yang hadir langsung heboh dengan pernyataan Dila. Wajah kedua mempelai merah padam karena tak bisa menahan malu.Airin tak menduga, perbuatan yang dulu hampir dia lakukan pada Amel, kini dilakukan oleh orang lain. Entah kenapa, dia seperti melihat dirinya di atas panggung itu. Tapi kenapa sekarang dia justru merasa kasihan pada Amel?Hendra berdiri, lalu menarik tangan Dila dari microphone."Apa yang kamu lakukan? Berani kamu mempermalukanku!" ucap Hendra."Lihat itu, Mas! Lihat!" Dila menunjuk layar lebar yang terpampang foto Amel di sana. "Kamu jatuh cinta pada perempuan ini karena lebih cantik dariku, kan? Nyatanya kecantikan dia palsu! Lihat itu!"Muka Hendra semakin memerah. Amel tak sanggup lagi menahan malu. Akhirnya dia berdiri dengan gaun mewahnya, beranjak meninggalkan pelaminan."Mau kemana kamu wanita jalang?" terima Dila sambil menghalangi Amel turun dari panggung.Dengan satu gerakan Dila me

  • ISTRI BURUK RUPA   Wajah Asli

    Mobil Airin memasuki kawasan perkampungan yang masih alami dan rindang. Setelah melewati hutan pinus yang berjejer, terlihat hamparan sawah yang luas.Sesaat mereka berdua terpesona melihat pemandangan yang ada di bawah bukit itu. Airin membuka jendela mobil, membiarkan udara sejuk masuk ke dalam mobilnya itu.Airin mengeluarkan sedikit kepalanya keluar jendela mobil, lalu menarik napasnya dalam-dalam. Senyumnya mengembang, terlihat begitu menikmati suasana perkampungan itu.Rifki melirik ke arah Airin. Wajah Airin terlihat begitu berseri-seri. Dia ikut tersenyum melihatnya seperti itu. Dalam hati dia berharap Airin bisa terus ceria seperti ini.Rifki menghentikan mobilnya begitu melihat mobil Bella terparkir tak jauh dari situ. Mereka berdua turun, lalu menatap sekeliling untuk mencari Bella."Pergi kamu!!"Airin dan Rifki terkejut. Mereka segera berlari ke arah salah sudut pematang sawah yang ada di sana. Terlihat seorang wanita tua mengusir Bella. Di belakang wanita itu, seorang pr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status