“Kenapa aku harus meninggalkan papamu? Dia memberikan segalanya untukku,” ucap Tante Mayang tanpa rasa bersalah sedikitpun, dengan berani ia menatap mataku.
Aku tersenyum tipis, menyandarkan tubuh di sofa dan melipat tangan di dada. Sepertinya menghadapi wanita ini tidak bisa berbicara dari hati kehati, atau istilahnya menggunakan kata ‘sama-sama wanita’. Baiklah akan aku gunakan dengan cara sedikit lebih menyakiti hatinya.Kuedarkan pandangan menelisik setiap inci rumah berwarna putih tersebut. Tumbuhan hias sebagai pemanis di setiap sudut, di depan jendela dengan lebar kisaran dua meter terdapat piano berwarna coklat keemasan, cukup elegan dengan gaya minimalis. Rupanya Tante Mayang sangat menikmati perannya sebagai simpanan papa. Terlihat dari semua yang ia dapatkan dari papa, ia rela menjadi simpanan apa hanya demi ini semua? Lalu, apa dia tak memikirkan mama selaku sahabat karibnya.“Ah, aku lupa kalau ular itu memang selalu menggigit siapa saja yang menolongnya.” Aku beranjak dan mengambil foto Tante Mayang dan mama. “Manis sekali,” ucapku mengejek.“Pergi dari rumahku sebelum aku telpon papamu.”“Mengadu?” Aku mendekati Tante Mayang. “Kalau sudah kebiasan mulung pasti suka sampah,” ucapku.Aku yang masih mengunyah permen karet membuat sebuah gelembung dan memecahkan tepat di depan wajahnya kemudian berjalan mundur menjauhinya.“Apa katamu? Anak gak punya sopan santun!”’ seru Tante Mayang membuatku menghentikan langkah.“Berani menyakiti mama jangan harap bisa hidup tenang.”Tante Mayang tertawa keras. “Tante bisa dengan mudah suruh papamu menceraikan wanita gendut itu, jadi gak usah sok mau ngelawan Tante, Sayang.” Tante Mayang membelai rambutku dengan senyum mengejek.“Apa di rumah Tante yang cantik ini enggak ada kaca yang besar? Tante bisa pinjam kacaku buat ngaca. Apa Tante lupa bagaimana dulu keadaan Tante sebelum mama mengajak Tante tinggal di rumah kami?”“El, El... Kamu itu hanya anak kemarin sore tidak usah mengungkit yang dulu, lebih baik kamu jaga saja mamamu yang sudah hampir sekarat dan tak berguna itu.”Tanganku mengepal kuat mendengar ucapan Tante Mayang.Sabar El, jika kamu termakan emosi kamu hanya akan membuat keadaan semakin runyam, batinku mengabarkan hati.Deru mesin mobil memasuki halaman. Tiba-tiba saja Tante Mayang membanting vas yang ada di meja, ia menggores tangan dengan pecahan kaca dan menjatuhkan tubuhnya.“Aw, El kenapa kamu seperti ini, Nak? Tante minta maaf, Tante enggak merebut papamu,” ucap Tante Mayang yang semakin membuatku bingung, apa sekarang dia sedang berakting?Citra berlari memeluk Tante Mayang yang masih bersimpuh di lantai.“Lo keterlaluan El! Kenapa Lo nyakitin nyokap gue!” seru Citra dengan wajah merah padam.“Emang apa yang gue lakuin? Itu akal-akalan nyokap Lo aja.”“Lo berani lukain nyokap gue, hah!” Citra mendorong tubuhku kasar.“Sudah sepantasnya pencuri memang harus dihukum, Lo sama nyokap Lo sama aja. Selama ini gue baikin Lo dan Lo nyuri nyokap gue, ular banget Lo!” Aku membalas mendorong tubuh Citra hingga ia hampir jatuh, beruntungnya ada papa yang menangkap tubuhnya. Aku sudah bersiap hendak menampar wajah Citra, tetapi papa menghadang, geram sekali melihatnya.“El, apa yang kamu lakukan!” seru papa menarik tanganku kasar, dan mendorongku menjauh. “Sejak kapan Papa ajarin kamu berbuat kasar apalagi sampai melukai orang lain, semua bisa kita bicarakan baik-baik.”“He…” Aku tersenyum kecut melihat papa. “Apa sekarang Papa benar-benar percaya aku yang melakukan itu kepada simpanan Papa itu?” Kutunjuk Tante Mayang dengan menggunakan bibir.“Keterlaluan kamu El!” Papa menampar wajahku.Melihat papa menamparku Citra tersenyum dan menjulurkan lidahnya mengejek, benar-benar manusia tembok, tidak tahu malu.Aku memegang wajah yang terasa panas, wajah putih yang kini tergambar lima jari milik papa, air mata jatuh di pipi. Kuseka air mata yang mulai menetes, papa masih memegang tangannya yang gemetar mencoba mendekatiku.“El, Papa….”Aku tersenyum kecut. “Lihat, lelaki yang selalu kuanggap penjaga, lelaki yang selalu kubanggkan kewibaanya hanyalah seorang lelaki yang mengkhianati istrinya demi seorang wanita murahan, menjijikan.” Kutinggalkan papa. Tak kuhiraukan panggilanya dan terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun.Orang yang kuanggap keluarga justru mengambil papa dariku dan mama, sekarang dengan bangganya mereka memperlihatkan hubungan mereka. Tunggu saja, aku akan membalas semuanya.Seperti malam sebelumnya Aksa kembali dalam keadaan mabuk, dua orang yang mengantarkannya gegas keluar setelah membaringkan tubuh Aksa di atas dipan. Aku menghela nafas berat, kenapa dia harus melakukan ini setiap malam? Apa bebannya lebih berat dariku? Rasanya tidak mungkin karena dia memiliki apapun yang dia punya dan dia bisa melakukan apapun yang dia mau.“Cassandra, aku sangat merindukanmu,” lirihnya. Aku tak menghiraukan ucapan Aksa dan terus membuka satu persatu atribut lengkapnya, ya atribut ngantor maksudnya.“Casandra, kenapa kamu ninggalin aku,” ucapnya lagi.Ah, itu rupanya alasan dia mabuk karena kekasihnya meninggalkannya, kasihan sekali tetapi aku justru ingin tertawa.“Cassandra apa kamu lupa apa yang telah kita janjikan.” Kali ini Aksa menarik kuat tanganku hingga aku terjatuh dalam pelukannya.“Lepaskan Tuan,” lirihku sembari mengalihkan tangannya yang melingkar di pinggangku.Aksa membuka mata perlahan mungkin dia masih sedikit sadar. “Kamu rupanya.” Dia mendorong
“Besok malam aku tidak akan menundanya lagi,” ucap Aksa sebelum pergi meninggalkanku.Aku beringsut mundur dengan tubuh gemetar, takut itu yang kurasakan saat ini, sebenarnya memberikan keturununan untuk Diamond Group bukanlah perkara buruk, tetapi aku tidak ingin melakukan hal itu dengan orang yang seperti Aksa. Aku ingin melayani orang yang aku cintai. Tangisku pecah begitu saja.Kurapikan kembali baju yang sudah berserakan, mengenakan dengan cepat takut jika pemuda itu kembali masuk dan berubah pikiran. Aku harus mencari cara agar bisa menolak Aksa, atau mungkin aku bisa kabur dari sini. Aku berlari cepat menuju pintu, sialnya pintu terkunci dari luar, aku benar-benar seperti tawanan di sini. Tubuhku luruh ke lantai, bagaimana aku akan membawa mama pergi jika aku keluar dari sini saja aku tidak bisa.Kutatap jendela kaca. Mungkin aku bisa keluar dari sana. Namun, saat memandang tingginya jendela nyaliku menciut, itu terlalu tinggi. Jika aku jatuh bukannya bisa membawa mama keluar
“Ngapain berdiri di situ kayak orang enggak berguna, cepat bantu aku.” Aksa menatapku yang berdiri melipat tangan di dada tak jauh darinya. Kuhampiri cepat dirinya dan membantu dia naik ke atas kursi roda. Dasar sombong, apa salahnya minta bantuan baik-baik.Tanpa ucapan terima kasih ia meninggalkan aku ke kamar mandi untuk membasuh diri. Seharusnya ini bisa digunakan untuk kabur. Sedikit berjinjit kuhampiri pintu, secepat kilat aku sudah berdiri di depan pintu dan menyentuh handle pintu tersebut.“Jangan coba-coba untuk kabur, atau orang tuamu akan merasakan akibatnya,” ucap Aksara dari dalam kamar mandi.Astaga, apa dia punya indra ke tujuh? Padahal aku sudah berusaha tak membuat suara. Bagaimana dia bisa tahu? Terpaksa aku kembali duduk di atas ranjang karena takut dengan ancamannya. Jujur saja aku tak punya nyali untuk melawannya, aku bukan gadis kuat nan tangguh. Aku dibesarkan bagai putri sejak kecil walau akhirnya aku harus berada di sangkar neraka seperti ini.“Berikan bajuk
Berdiri seorang diri menatap cakrawala malam bertabur bintang. Kudekap tubuh yang dingin karena dersik angin malam membelai begitu kencang. Kulirik jam yang ada di pergelangan tangan, sudah hampir tengah malam tetapi Aksa belum juga kembali, entah kemana perginya lelaki itu.Kenapa aku memikirkannya? Bukankah lebih bagus jika dia tidak di sini, aku lebih leluasa merenda nasib yang tak berpihak kepadaku ini. Kembali kutengadahkan wajah menatap bintang yang berkelip. Bayang-bayang mama menari indah di mata, sedang apa wanitaku itu? Apakah dia baik-baik saja? Aku bahkan tak punya ponsel sekedar untuk menghubunginya. Kuseka air mata yang sudah memenuhi kelopak mata.“Jangan menangis Elsha, kamu sekarang harus menjadi wanita yang kuat.” Kutepuk dada berkali-kali, dada yang terasa amat sesak. Sesak dan sakit sekali, bahkan cintaku masih berlabuh untuk seorang lelaki yang telah menjalin cinta denganku lebih dari tiga tahun. Entah bagaimana perasaannya setelah tahu aku menikah dengan orang y
“Kenapa Mama enggak pernah jujur sama Elsha? Kenapa Mama simpan semuanya sendiri?” tanyaku, kuhapus air mata yang membasahi pipi mama.“Mama tidak bisa sayang, Mama takut Els akan membenci Mama.”Aku memeluk tubuh mama.“Elsha akan selalu sama Mama, Elsha akan selalu bersama Mama membalas Mayang dan Cakra atas semuanya penderitaan Mama. Tak akan sedikitpun kulepaskan mereka.” Tanganku mengepal kuat. Akan kulakukan berbagai cara untuk menghancurkan mereka satu persatu.“Maaf Sayang, maaf Mama harus menyeret dalam situasi ini.”Mama memelukku dengan erat sebelum ia dibawa keluar oleh seorang pelayan.Aku menatap punggung yang mulai menjauh tersebut. Tekad untuk membawanya pergi dari rumah itu, akan kulakukan apapun untuk menghukum mereka.Setelah ijab kabul terdengar, aku dibawa keluar oleh pelayan berjalan diatas altar menghampiri suamiku yang terduduk di atas kursi roda, aku tak ingin melihat lelaki itu, hatiku dipenuhi dendam.Pernikahan kami berjalan lancar, kulihat senyum sumringah
“Hanum, itu anakku, kan!” seru Mas Dimas, ia mencekal erat tanganku.“Bukan, ini bukan anakmu, Mas.” Aku mencoba mengelak tapi ia bersikeras untuk melakukan tes DNA. Aku tak ingin bersama lelaki itu lagi. Aku tak ingin menderita bersamanya lagiAyah melakukan berbagai cara agar Mas Dimas tak datang ke rumah, hingga harus meminta kepada Mas Cakra untuk mengaku menjadi ayah dari anakku. Sejak setahun bersama keluarga kami ayah melihat Mas Cakra begitu baik, ia juga bertanggung jawab kepada ibunya, terlebih ia mampu mengembangkan perusahaan ayah yang hampir bangkrut. Mas Cakra menerima keinginan ayah karena merasa berhutang budi, dan akhirnya ia mengakui di depan Mas Dimas bahwa anak yang baru saja lahir tersebut adalah anaknya. Ia sendiri yang memberi nama Elshanum Cakrawinata. Kami belum menikah, aku masih ingin sendiri, aku masih ingin sendiri, hingga Elsha menginjak usia dua tahun ayah meminta Mas Cakra untuk menikahiku. Tidak dipungkiri kasih sayangnya kepada Elsha sudah seperti ana