Home / Romansa / ISTRI KECIL SANG CEO / Bab 6 : Penandatanganan Kontrak!

Share

Bab 6 : Penandatanganan Kontrak!

Author: Ziss kadasya
last update Huling Na-update: 2025-10-13 20:36:01

Setengah jam kemudian, Renaria muncul di pintu keluar stasiun bawah tanah di luar gedung Grup Imperial sambil terengah-engah.

Waktu wawancara pertama kemarin, ia terlalu terburu-buru sehingga tidak sempat memperhatikan lokasi gedung Grup Imperial dengan baik. Kini, saat ia kembali datang ke gedung komersial tempat perusahaan itu berada, ia pun menyempatkan diri untuk mengamati sekeliling dengan saksama.

Memang pantas disebut sebagai perusahaan terbesar di Kota A. Gedung komersial ini berdiri di pusat keuangan paling bergengsi di kota tersebut, kawasan yang setiap jengkal tanahnya bernilai mahal. Luas area Gedung Imperial bahkan berkali lipat lebih besar dibanding bangunan lain di sekitarnya.

Renaria menatap sejenak bangunan megah itu. Setelah memastikan bahwa ia memasuki pintu utama, ia pun melangkah menuju lift.

Karyawan resepsionis yang bertugas mendengar Renaria mengatakan bahwa ia sudah membuat janji dengan manajer bagian personalia, lalu tanpa banyak bicara langsung membawanya menuju ruang rapat.

Begitu Renaria memasuki ruang rapat, manajer personalia itu segera berdiri dari kursinya.

“Selamat siang, Nona Renaria. Saya Yakup, manajer personalia.”

“Selamat siang,” jawab Renaria sopan.

Ia melirik ke sekeliling ruang rapat yang kosong, kemudian bertanya ragu, “Apakah hanya saya seorang yang mengikuti wawancara putaran kedua?”

Kemarin saat wawancara pertama, antrean pelamar sampai mengular panjang.

“Ya,” jawab Yakup sambil tersenyum. “Wawancara putaran kedua ini memang khusus kami adakan untuk Anda, Nona Renaria.”

Renaria sedikit terkejut dan tidak begitu mengerti maksud Yakup.

Grup Imperial adalah perusahaan besar, bagaimana mungkin mereka mengadakan wawancara khusus hanya untuk dirinya? Apakah ia salah dengar?

Keduanya pun duduk.

Setelah berbasa-basi sebentar, Yakup langsung masuk ke inti pembicaraan. Ia mengeluarkan satu berkas dari tasnya dan menyerahkannya kepada Renaria.

“Sebenarnya, saya memanggil Anda ke sini untuk menandatangani ini.”

“Kontrak kerja?” Renaria melirik sekilas pada dokumen di depannya.

“Benar,” ujar Yakup. “Setelah pihak manajemen meninjau kembali resume dan rekaman wawancara Anda, kami semua sepakat bahwa Anda memiliki potensi besar untuk berkembang. Karena itu, Grup Imperial sangat menyambut kedatangan talenta baru seperti Anda.”

Yakup meletakkan pena di atas berkas itu dan mendorongnya ke arah Renaria.

“Mengingat pekerjaan di perusahaan sedang padat, maka wawancara kedua ini kami buat singkat saja. Ini adalah kontrak selama tiga tahun, dengan gaji bulanan sebesar seribu lima ratus dollar. Selain itu, perusahaan juga memberikan asuransi lengkap, tunjangan transportasi, uang makan, dan pelatihan agar Anda bisa bekerja di posisi yang paling sesuai. Tentu saja, jika Anda menunjukkan kemampuan lebih, peluang untuk naik jabatan di perusahaan ini terbuka sangat lebar.”

Renaria hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Di Kota A, lulusan baru biasanya hanya mendapat gaji sekitar enam sampai tujuh ratus dollar per bulan. Sementara dirinya yang bahkan belum mulai bekerja sudah ditawari gaji seribu lima ratus dollar.

Ini benar-benar seperti keberuntungan yang jatuh dari langit!

Sejujurnya, sejak meninggalkan rumah, ia baru benar-benar merasakan betapa sulitnya hidup tanpa uang. Bahkan ia hampir kehabisan uang untuk makan.

“Kalau Nona Renaria merasa gajinya terlalu kecil,” kata Yakup melihatnya tertegun, “kami bisa menaikkannya menjadi dua ribu dollar per bulan.” Ia khawatir Renaria menolak kontrak itu.

“Bukan begitu,” Renaria buru-buru menggeleng. “Saya hanya merasa… gajinya terlalu tinggi.”

Yakup menatapnya sekilas, lalu tersenyum tipis.

“Nona Renaria, gaji sebesar ini di Grup Imperial sebenarnya tidak termasuk tinggi. Kami hanya memberikan upah besar bagi mereka yang benar-benar berbakat. Lagipula, tidak banyak orang yang bisa diterima di perusahaan kami.”

Saat itu, terdengar seseorang mengetuk pintu. Yakup melirik jam di pergelangan tangannya, ia masih ada rapat sebentar lagi.

“Nona Renaria, waktu saya terbatas. Jadi, apakah Anda bersedia menandatangani kontrak ini?”

“Pak Yakup, bolehkah saya minta waktu lima belas menit saja? Setelah saya baca sampai selesai, baru saya putuskan.”

Meskipun ia merasa sungkan menghabiskan waktu Yakup, tapi ini bukan kontrak biasa, masa kerjanya tiga tahun! Ia harus memastikan semuanya sebelum menandatanganinya.

“Nona Renaria, tolong secepatnya, ya. Dua puluh menit lagi saya ada rapat,” jawab Yakup sopan namun tegas.

“Baik.”

Renaria mulai membuka lembar demi lembar dokumen itu. Jujur saja, membaca kontrak setebal dua puluh halaman penuh dengan tulisan kecil dalam waktu lima belas menit memang sulit. Begitu matanya menatap huruf-huruf rapat itu, kepalanya langsung terasa pusing.

Di dalam pikirannya, seakan muncul dua suara yang saling berdebat.

Suara pertama berkata, “Tiga tahun, Renaria! Kau mau menandatangani kontrak jual diri, apa? Sekali tanda tangan, langsung terikat tiga tahun. Apa kau sudah gila?”

Sementara suara kedua membalas, “Peduli amat tiga tahun atau empat tahun! Kesempatan seperti ini langka, takkan datang dua kali. Banyak orang rela berdesakan hanya untuk bisa masuk ke Grup Imperial. Kau mau menyia-nyiakannya?”

Lalu muncul suara ketiga, yang membuat dua suara sebelumnya terdiam:

“Renaria, kalau kau tidak segera dapat pekerjaan, bulan depan kau takkan bisa bayar sewa rumah. Uang makan pun sudah hampir habis. Apa kau mau tidur di bawah jembatan dan makan angin?”

Membayangkan dirinya tidur di bawah jembatan sambil “minum angin malam”, tangan Renaria langsung gemetar dan tanpa berpikir panjang, ia menandatangani namanya di atas kertas itu.

Melihat tanda tangan itu, Yakup akhirnya menghela napas lega.

Baru tadi pagi, Presiden Marcell sudah memerintahkannya dengan tegas: “Apa pun caranya, pastikan Renaria menandatangani kontrak hari ini. Kalau gagal, kau boleh anggap dirimu dipecat.”

Ia punya orang tua yang sudah lanjut usia, istri, anak, dan cicilan rumah serta mobil. Dunia ini memang luas, tapi ia hanya ingin tetap bekerja di Grup Imperial.

Setelah memastikan setiap halaman sudah ditandatangani, wajah Yakup menampilkan senyum puas. Ia mengulurkan tangan sambil berkata dengan ramah, “Selamat bergabung di Grup Imperial, Nona Renaria.”

Namun makna tersembunyi dari kalimat itu adalah: Terima kasih, Nona Renaria, kau baru saja menyelamatkan pekerjaanku.

Ia pun menyimpan dengan hati-hati “kontrak penjualan diri” eh, maksudnya kontrak kerja itu. Lalu menyerahkan satu salinan kepada Renaria.

“Ini salinan untuk Anda. Silakan datang besok pagi untuk melapor. Akan ada seseorang yang menjemput Anda untuk mengikuti pelatihan.”

“Baik,” jawab Renaria dengan senyum kecil di wajahnya.

“Nona Renaria, saya masih punya waktu lima menit untuk mempersiapkan rapat, jadi saya tidak bisa mengantar Anda keluar,” kata Yakup sopan.

Lima menit kemudian, Renaria meninggalkan gedung Grup Imperial.

Tak lama setelah itu, Yakup memasuki kantor Marcell.

“Dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Marcell tanpa menoleh, matanya masih tertuju pada dokumen di meja.

“Sudah.” Yakup menyerahkan kontrak yang baru ditandatangani.

Marcell menatap tulisan tangan lembut yang tertera di atas kertas itu, lalu tersenyum tipis sambil teringat pada wajah polos gadis itu dan juga bagaimana ia tidur di malam itu. Sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.

“Kapan dia mulai bekerja?” tanyanya, kali ini sambil meletakkan pena dan menatap Yakup.

“Besok.”

“Baik. Suruh dia melapor di lantai tiga puluh enam.”

Setelah berkata singkat begitu, Marcell menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai.

“Bagus sekali. Kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik.”

Membayangkan akan melihat gadis kecil itu lagi besok, suasana hatinya tiba-tiba menjadi sangat baik. Ia bahkan membayangkan ekspresi wajahnya saat mengetahui siapa atasan barunya nanti dan sudut bibirnya kembali terangkat.

Melihat senyum langka di wajah atasannya yang selalu dingin, Yakup sempat bingung.

Renaria itu hanya gadis lulusan baru yang tampak biasa saja… apa sebenarnya hubungan antara dia dan Presiden Marcell?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 13 : Si Kecil, Ini Hadiah Untukmu!

    Kekuatan genggaman Marcell terlalu besar hingga membuat lengan Renaria terasa nyeri.Wajah mungil Renaria mengerut kesakitan, ia berusaha melepaskan diri.“Kamu mau bangun sendiri, atau harus aku cium dulu baru kamu mau bangun?”Marcell menatap wajah Renaria sambil mengucapkan ancaman itu.“Tidak mau!” Karena lengannya sakit, Renaria pun mulai kesal. Ia membalas dengan nada keras, menolak untuk mengalah.Sejak kecil, bahkan Ayah dan Ibunya tidak pernah memarahinya.Semakin ia memikirkannya, semakin terasa perih di hatinya. Kenapa lelaki itu begitu galak padanya, bahkan berulang kali mengancam? Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Marcell yang melihat air mata di sudut mata Renaria tiba-tiba menjadi panik.Awalnya, ia hanya berniat menakut-nakuti gadis itu. Tak disangka, gadis kecil itu malah benar-benar menangis.Entah mengapa, Melihat tangisannya membuat hatinya terasa lembut dan hangat.Ia menyesal sudah memarahinya barusan.Dengan lembut, Marcell mengusap air mata di wajah

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 12 : Aku Akan Menciummu Disini!

    Wajah Renaria semakin memerah, suaranya terdengar penuh amarah.“Siapa yang mengizinkanmu menciumku!”Marcell tahu, gadis kecil di depannya ini sedang malu.Terus terang, aroma tubuhnya sungguh memikat—lembut, manis seperti es krim vanila.Bukan seperti wanita lain yang selalu diselimuti bau parfum menyengat.Seandainya gadis kecil itu tidak menggigitnya sampai sakit, mungkin ia belum akan melepaskannya.Namun sekarang, si kucing kecil itu sudah menunjukkan cakarnya.Kalau ia terus menekan lebih jauh, mungkin benar-benar akan menakuti si kecil ini.Jadi, Dia dengan santai ia menggesekkan kartu akses di pintu.Bip!“Selama kau belum memberiku Seratus lima puluh ribu dollar, kau harus tetap tinggal di Grup Imperial.”Marcell mengelus kepala Renaria pelan, nada suaranya terdengar lembut namun tetap mengandung peringatan.Renaria dengan jengkel menepis tangannya.Marcell malah melangkah lebih dekat, mendekat ke arahnya.Renaria segera mundur satu langkah, menempel ke pintu seperti hendak

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 11 : Kucing yang Menyembunyikan Cakarnya!

    Yakup membuka pintu dan membiarkan Renaria masuk sendiri.Karena Yakup tidak ikut masuk, Renaria merasa agak gugup. Setiap langkahnya ia ambil dengan hati-hati.Dekorasi di dalam ruangan itu jauh lebih mewah. Ada jendela besar dari lantai hingga ke langit-langit, karpet hitam, dan sebuah layar putih raksasa.Renaria merasa seolah dirinya melangkah ke dunia yang hanya memiliki dua warna, hitam dan putih.Ia pernah mendengar, orang yang hanya menyukai warna hitam dan putih biasanya adalah orang kolot. Terbayang olehnya wajah pria di dalam lift tempo hari, datar dan kaku, memang benar-benar seperti orang kuno.Begitu melangkah lebih jauh, ia melihat meja kerja dari kayu hitam pekat. Di sampingnya, sebuah kursi tinggi berwarna hitam menghadap membelakanginya.“Permisi, saya karyawan baru, Renaria,” ucapnya sopan saat tiba di depan meja kerja itu.Kursi tinggi itu perlahan berputar, memperlihatkan sosok pria yang hari itu ia lihat di dalam lift.Dialah atasannya yang baru, Marcell. Ia bers

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 10 : Kerabat Jauh Sang Presiden?

    Meskipun sebenarnya tidak begitu menyukai Celina, Renaria tetap menyapa dengan ramah.Namun, Celina yang angkuh itu hanya melirik sekilas dan sama sekali tidak menanggapi. Bahkan, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, seolah-olah Renaria hanyalah udara.Benar-benar wanita yang sombong, pikir Renaria.Ia memang tidak suka bergaul dengan orang seperti itu, tipe yang selalu menjadikan dirinya pusat segalanya, merasa diri paling hebat, dan memandang rendah orang lain.Ketika Celina tidak menanggapi sapaan itu, Yakup, yang baru keluar dari kantor, justru tersenyum ramah dan menyapa Renaria.“Wah, ini dia kerabat jauhnya Presiden kita,” gumam beberapa karyawan yang melihatnya.Sejak kemarin, Yakup memang masih bertanya-tanya tentang hubungan antara Renaria dan Marcell.Akhirnya, Yakup menyimpulkan sendiri: Mungkin saja dia kerabat jauhnya Presiden.Melihat Yakup menyapa Renaria begitu ramah, hati Celina jadi tidak tenang.Namun Yakup sama sekali tidak menoleh padanya, hingga Celina dengan

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 9 : Kekasih Impian!

    Turun dari bus, masih harus berjalan sekitar lima belas menit lagi untuk sampai ke Gedung Komersial Imperial.Karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul sepuluh, dan ia takut terlambat, Renaria mempercepat langkahnya.Saat menyeberang jalan, lampu hijau baru saja berubah menjadi merah. Sebuah mobil melaju lurus ke arahnya dengan kecepatan tinggi.Mobil itu melaju sangat cepat. Ketika sopirnya melihat Renaria, ia bahkan sempat membunyikan klakson berkali-kali.Saat berusaha menghindar, Renaria malah menginjak udara kosong dan jatuh di trotoar.Waktu itu, jalanan tidak terlalu ramai.Tubuhnya terhempas keras hingga kepalanya terasa berputar, bahkan kacamatanya jatuh dan pecah di atas aspal.Untungnya, ia masih selamat. Hanya saja, lututnya sedikit lecet dan terasa perih.Mobil itu pun berhenti di depan.Seorang pria paruh baya yang mengenakan kacamata hitam turun dari kursi pengemudi. Dagu pria itu terangkat tinggi, dengan ekspresi penuh kesombongan.Melihat Renaria terjatuh di tanah,

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 8 : Tidak Makan Jika Tidak Mahal!

    Dari kejauhan, June sudah melihat Renaria berdiri di bawah gedung rumahnya.Tubuh Renaria tampak sangat kurus, seolah bisa tertiup angin dan terbang begitu saja.June memarkir mobilnya, lalu turun sambil membawa sekantong besar barang.Renaria tidak terlalu memperhatikan apa yang dibawa June.Rumah Renaria berada di lantai tiga.Saat mereka menaiki tangga, suasana terasa sunyi.Keduanya sama-sama berpikir, bagaimana harus memulai pembicaraan agar suasana tidak canggung saat membahas kejadian semalam.June naik ke atas sambil menghitung anak tangga. Setiap lantai ada sebelas anak tangga, jadi ketika hitungannya sampai tiga puluh.Bagaimanapun juga, seseorang harus lebih dulu membuka mulutnya.Namun, ketika hitungannya baru sampai dua puluh, Renaria lebih dulu berbicara.“June, semalam aku benar-benar tidak apa-apa. Aku hanya mabuk, lalu tertidur lama begitu sampai di rumah.”June tidak menjawab.“June, kau tahu tidak, besok aku sudah bisa mulai bekerja.”Saat mengatakan itu, wajah Rena

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status