Home / Romansa / ISTRI KECIL SANG CEO / Bab 7 : Istri Sah dan Si Pelakor!

Share

Bab 7 : Istri Sah dan Si Pelakor!

Author: Ziss kadasya
last update Last Updated: 2025-10-14 09:00:05

Meski sudah mendapatkan pekerjaan, tapi gajinya belum turun.

Sepulangnya ke rumah, Renaria menatap kosong ke arah kulkas yang melompong, Masih ada satu bulan lagi sebelum gajian, bagaimana ia bisa bertahan hidup sampai saat itu?

Di dalam kulkas hanya tersisa satu bungkus mi instan.

Renaria memang tidak suka memasak. Menurutnya, yang paling menyebalkan dari memasak adalah mencuci piring setelahnya.

Ia sempat berpikir untuk pulang ke rumah orang tuanya dan menumpang makan, tapi memikirkan bahwa sudah lulus kuliah masih harus makan di rumah orang tua, rasanya terlalu memalukan.

Dulu, dia pernah dengan percaya diri berkata kepada Ayah dan Ibunya bahwa tanpa bantuan mereka pun, ia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik.

Ayah, Ibu, tahukah kalian… putri kalian hampir mati kelaparan di kamar kontrakannya sendiri?

Saat itu, telepon dari June masuk.

“Gadis bodoh, Akhirnya kau angkat juga teleponku! Aku sudah meneleponmu berkali-kali, tapi kau tidak mengangkatnya?!”

Bagi orang yang tidak tahu, suara itu mungkin terdengar seperti istri sah yang sedang menelpon pelakor.

June memang seperti istri sah yang galak. Bisa dibayangkan wajahnya di seberang sana, berkacak pinggang sambil marah-marah, sementara Renaria di sisi lain terlihat lemah dan tak berdaya, seperti pelakor yang takut kena tampar.

Saat ini, June sudah kembali menunjukkan sisi garangnya sebagai perempuan tangguh. Suaranya keras sampai membuat ponsel di tangan Renaria hampir terjatuh ke lantai.

Harimau betina sedang mengamuk!

Kalau June marah, dia tidak akan memanggilnya “Rena”, melainkan Gadis bodoh , Entah kenapa, Renaria juga tidak mengerti kenapa temannya itu punya kebiasaan aneh seperti itu.

Ia hanya bisa berkedip polos dengan ekspresi tak berdaya, lalu dengan nada manja mencoba memperbaiki kesalahan temannya seperti biasa.

“June, itu… namaku Renaria, bukan Gadis bodoh.”

“Kalau aku bilang kau Gadis bodoh, ya berarti kau Gadis bodoh!” jawab June dengan nada kesal di seberang sana.

“Baiklah, Apapun mau mu,” ucap Renaria pasrah. Ia tak punya tenaga untuk berdebat dengan June yang sudah kenyang, sementara dirinya sendiri masih lapar.

Mendengar suara Renaria yang lemah tak bersemangat, June merasa aneh. Biasanya, Renaria akan membantah keras kalau soal nama panggilan ini. Kenapa kali ini dia malah cepat menyerah?

“Baiklah, Rena. Sekarang katakan dengan jujur, semalam kau ke mana? Kenapa tiba-tiba menghilang tanpa sepatah kata pun?”

Nada suara June berubah begitu cepat. Baru saja terdengar seperti musuh bebuyutan, kini mendadak berubah lembut seperti kakak perempuan yang penuh kasih, manis, lembut, dan sedikit menggoda.

Namun, di telinga Renaria, suara lembut itu justru terdengar seperti mengandung ancaman tersembunyi.

Dia memang pergi diam-diam semalam, itu benar. Tapi bagaimana bisa dia menjelaskan bahwa dirinya malah pingsan dan entah bagaimana “dimakan” oleh seorang pria asing?

Memikirkan hal itu saja sudah membuat suasana hatinya memburuk.

Ia ingin berbohong, tapi tidak tega melakukannya pada June.

Jadi, Renaria hanya diam di ujung telepon, tak tahu harus bicara apa.

June sempat mengira sambungannya terputus. Namun, melihat durasi panggilan yang terus berjalan di layar, ia tahu telepon itu belum mati.

Tapi karena tak ada suara sama sekali, June mulai merasa ada yang tidak beres.

Suaranya langsung naik satu oktaf.

“Gadis bodoh! Cepat bicara! Jangan pura-pura menghilang! Aku tahu di mana kau tinggal, kalau perlu aku datangi sekarang juga dan seret kau keluar!”

Nada bicaranya terdengar panik.

Semalam, Renaria memang diajaknya ke bar. June sangat tahu seperti apa dunia malam di tempat itu. Hanya saja, setelah Renaria keluar sebentar dan tak kembali, dia sendiri sudah terlalu mabuk untuk menyadarinya.

Kalau sampai sesuatu benar-benar terjadi pada Renaria… June tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.

June panik.

“Rena bisakah kau bicara, tolong?” suaranya hampir terdengar seperti sedang memohon.

Nada suara June membuat hati Renaria sedikit luluh.

“Tidak mau bicara, ya? Kalau begitu aku akan datang ke sana sekarang juga!”

Namun, Renaria tetap diam. Mendengar tak ada jawaban, June akhirnya mengucapkan ancaman kecil dengan nada kesal.

Baru saja Renaria hendak berkata, “Tidak usah…,” suara mesin mobil di seberang sana sudah terdengar.

“Gadis bodoh, dua puluh menit lagi aku sampai. Buka pintu ketika aku tiba di bawah, ya. Aku tutup dulu teleponnya…”

Lalu terdengar nada sambungan terputus: tut… tut… tut…

Renaria menurunkan ponsel dari telinganya, merasa lemah di seluruh tubuh.

Kejadian semalam, ia benar-benar tak ingin June mengetahuinya. Namun, di sisi lain, ia juga tak ingin membuat sahabatnya itu terlalu khawatir.

Karena ia tahu, jika June tahu apa yang terjadi, dia pasti akan sangat menyalahkan diri sendiri.

June mengemudi dengan kecepatan tinggi. Ketika melewati daerah tempat tinggal Renaria, pandangannya tertuju pada sebuah apotek di pinggir jalan.

Ia sempat ragu sejenak, lalu memarkirkan mobil di depan toko.

Jujur saja, sejak kecil June paling takut dengan tempat seperti rumah sakit dan apotek. Tapi begitu teringat bahwa Renaria mungkin mengalami sesuatu yang buruk tadi malam, ia menggertakkan gigi dan memberanikan diri masuk.

Begitu melangkah ke dalam, seorang pramuniaga laki-laki yang masih muda langsung menyambutnya dengan senyum cerah.

“Nona, apa saya bisa membantu Anda?” tanyanya ramah.

June hanya menggeleng pelan.

Wajahnya dingin, ia langsung berjalan menuju deretan rak obat.

Pemuda itu masih berdiri di dekat pintu, senyumnya perlahan memudar.

June berjalan dari satu rak ke rak lainnya, mengambil berbagai macam obat: obat flu, penurun demam, dan banyak barang lain yang sebenarnya tidak ia perlukan.

Setelah itu barulah ia mulai mencari obat yang benar-benar ingin dibelinya.

Akhirnya, di sudut rak yang agak tersembunyi, ia menemukan kotak obat yang dimaksud.

Tangannya sedikit gemetar saat menggenggamnya erat, telapak tangannya sampai berkeringat.

Saat ia menuju kasir, toko tidak terlalu ramai, tapi tetap ada tiga atau empat orang yang mengantre. Kasirnya adalah seorang wanita paruh baya, bekerja cekatan, menerima uang, mencetak struk, lalu memberi kembalian.

Di depan June berdiri seorang pria setengah baya dengan wajah mesum. Di tangannya ada obat yang sama persis dengan milik June, plus satu kotak kondom. Ia berdiri dengan santai, sama sekali tak berusaha menyembunyikannya.

June melihat jelas tatapan jijik dari kasir wanita itu ketika melayani pria tersebut.

Mungkin memang banyak orang yang memandang rendah tindakan seperti itu.

Pria itu bisa saja bertingkah tanpa malu, tapi June tidak. Meski tampak kuat di luar, sesungguhnya ia tetap seorang perempuan yang berhati lembut dan mudah malu.

Ketika gilirannya tiba, June mengeluarkan tumpukan obat dari keranjang belanja. Lalu, sambil menunggu orang lain tidak memperhatikan, ia dengan cepat meletakkan kotak obat yang “itu” di atas meja kasir.

Rasanya seperti sedang melakukan kejahatan kecil.

Namun, ia berusaha tetap tenang, pura-pura biasa saja saat mengambil dompetnya.

Awalnya, wajah kasir wanita itu tampak ramah, tapi begitu melihat kotak obat di antara barang-barang June, ekspresinya berubah aneh.

Ia melirik June sekilas, lalu dengan nada dingin berkata, “18 Dollar, terima kasih.”

Wajah June terasa panas. Ia menyerahkan uang dengan cepat, lalu segera menyelipkan kotak obat itu ke bagian paling bawah kantong belanjaannya.

Begitu keluar dari apotek, ia mendengar kasir wanita itu bergumam pelan, “Anak-anak zaman sekarang, makin lama makin tak tahu malu saja.”

June tak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia hanya membuka pintu mobil, masuk ke kursi pengemudi, dan menutup pintunya rapat-rapat.

Namun, begitu berada di dalam mobil, di mana tak ada seorang pun yang bisa melihatnya, ia nyaris menangis.

Melihat jam di pergelangan tangannya, ia sadar sudah lewat dua puluh menit.

Renaria pasti sudah menunggunya di bawah.

Menghela napas dalam-dalam, June menyalakan mesin mobil dan melaju cepat menuju rumah Renaria.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 8 : Tidak Makan Jika Tidak Mahal!

    Dari kejauhan, June sudah melihat Renaria berdiri di bawah gedung rumahnya.Tubuh Renaria tampak sangat kurus, seolah bisa tertiup angin dan terbang begitu saja.June memarkir mobilnya, lalu turun sambil membawa sekantong besar barang.Renaria tidak terlalu memperhatikan apa yang dibawa June.Rumah Renaria berada di lantai tiga.Saat mereka menaiki tangga, suasana terasa sunyi.Keduanya sama-sama berpikir, bagaimana harus memulai pembicaraan agar suasana tidak canggung saat membahas kejadian semalam.June naik ke atas sambil menghitung anak tangga. Setiap lantai ada sebelas anak tangga, jadi ketika hitungannya sampai tiga puluh.Bagaimanapun juga, seseorang harus lebih dulu membuka mulutnya.Namun, ketika hitungannya baru sampai dua puluh, Renaria lebih dulu berbicara.“June, semalam aku benar-benar tidak apa-apa. Aku hanya mabuk, lalu tertidur lama begitu sampai di rumah.”June tidak menjawab.“June, kau tahu tidak, besok aku sudah bisa mulai bekerja.”Saat mengatakan itu, wajah Rena

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 7 : Istri Sah dan Si Pelakor!

    Meski sudah mendapatkan pekerjaan, tapi gajinya belum turun.Sepulangnya ke rumah, Renaria menatap kosong ke arah kulkas yang melompong, Masih ada satu bulan lagi sebelum gajian, bagaimana ia bisa bertahan hidup sampai saat itu?Di dalam kulkas hanya tersisa satu bungkus mi instan.Renaria memang tidak suka memasak. Menurutnya, yang paling menyebalkan dari memasak adalah mencuci piring setelahnya.Ia sempat berpikir untuk pulang ke rumah orang tuanya dan menumpang makan, tapi memikirkan bahwa sudah lulus kuliah masih harus makan di rumah orang tua, rasanya terlalu memalukan.Dulu, dia pernah dengan percaya diri berkata kepada Ayah dan Ibunya bahwa tanpa bantuan mereka pun, ia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik.Ayah, Ibu, tahukah kalian… putri kalian hampir mati kelaparan di kamar kontrakannya sendiri?Saat itu, telepon dari June masuk.“Gadis bodoh, Akhirnya kau angkat juga teleponku! Aku sudah meneleponmu be

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 6 : Penandatanganan Kontrak!

    Setengah jam kemudian, Renaria muncul di pintu keluar stasiun bawah tanah di luar gedung Grup Imperial sambil terengah-engah.Waktu wawancara pertama kemarin, ia terlalu terburu-buru sehingga tidak sempat memperhatikan lokasi gedung Grup Imperial dengan baik. Kini, saat ia kembali datang ke gedung komersial tempat perusahaan itu berada, ia pun menyempatkan diri untuk mengamati sekeliling dengan saksama.Memang pantas disebut sebagai perusahaan terbesar di Kota A. Gedung komersial ini berdiri di pusat keuangan paling bergengsi di kota tersebut, kawasan yang setiap jengkal tanahnya bernilai mahal. Luas area Gedung Imperial bahkan berkali lipat lebih besar dibanding bangunan lain di sekitarnya.Renaria menatap sejenak bangunan megah itu. Setelah memastikan bahwa ia memasuki pintu utama, ia pun melangkah menuju lift.Karyawan resepsionis yang bertugas mendengar Renaria mengatakan bahwa ia sudah membuat janji dengan manajer bagian personalia, lalu tanpa banyak bicara langsung membawanya me

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 5 : Gelisah!

    Malam telah berlalu.Ketika keesokan harinya Marcell terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.Begitu membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah Renaria. Tak bisa dipungkiri, Renaria adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuatnya begitu tergugah.Saat itu, Renaria masih terlelap. Dengan mata terpejam, wajahnya tampak begitu manis dan tenang. Napasnya teratur, tubuhnya melingkari Marcell dengan lembut.Namun hanya Marcell yang tahu betapa “tidak tenangnya” gadis itu saat tidur.Tadi malam, setelah mereka selesai, ketika ia membantu gadis itu membersihkan tubuhnya, Renaria masih terus berguling ke sana kemari dengan wajah berkerut, seperti sedang bermimpi.Bahkan di tengah malam, ia sering menendang selimut. Itu sebenarnya tak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia juga suka merebut selimut Marcell.Yang paling parah, tengah malam ia malah meletakkan kakinya di atas perutnya.Marcell sudah pernah tidur dengan banyak wanita, tapi baru kali ini ia melihat ad

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 4 : Jangan Ganggu!

    Marcell, dengan sabar, mengulang ucapannya sekali lagi.Namun, di pelukannya, Renaria justru menempel di bahunya, mencari posisi paling nyaman dan tak lama kemudian, tertidur pulas.Marcell menepuk lembut pipinya, mencoba membangunkannya.Tapi Renaria justru menepis tangannya, seperti mengusir nyamuk, sambil bergumam pelan, “Jangan ganggu...”Marcell terdiam.Siapa sebenarnya yang sedang mengganggu siapa sekarang?Ketika ia memindahkan Renaria ke kursi penumpang depan, gadis itu masih saja menggeliat manja, menggesekkan wajahnya ke dadanya seperti anak anjing kecil yang mencari kehangatan.Baru setelah ia mengusap lembut kepala gadis itu, Renaria diam dan kembali terlelap.Mobil melaju pelan ke dalam kompleks vila mewah.Setelah memarkir mobil, Marcell dengan hati-hati mengangkat gadis itu dari kursi.Jujur saja, tubuh Renaria ringan sekali, nyaris tak terasa berat.Ia membawanya naik ke lantai dua tanpa kesulitan, meski anehnya, tubuhnya sendiri justru terasa panas.Panas yang tak wa

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 3 : Untuk Apa Mau Bawa Aku Pulang?

    Bar Star.Pesta ulang tahun malam itu diselenggarakan di sebuah ruang VIP. Karena tidak terlalu akrab dengan semua orang yang hadir, Renaria hanya duduk diam di samping June, meneguk minumannya seperti sedang minum air putih.June sedang asyik beradu minum dengan seorang pria, yang sepertinya adalah teman dekat dari si pemilik pesta ulang tahun itu.Sementara itu, pria yang duduk di sisi kiri Renaria tampak seperti seorang tukang bicara.Ia terus-menerus mengobrol tanpa henti, menanyai ini dan itu. Renaria mulai merasa jengkel, lalu mencari alasan asal-asalan untuk meninggalkan ruangan.Ketika ia berjalan melewati June, temannya itu bertanya,“Kau mau aku temani keluar?”Renaria bisa menebak, June sebenarnya ingin tetap di dalam bersama pria yang sedang menemaninya minum, jadi ia menolak dengan halus.Saat itu Renaria sudah sedikit mabuk; langkah kakinya pun mulai goyah.---Marcell datang ke Star Bar untuk menemani seorang klien penting.Meskipun bar itu milik salah satu temannya, ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status