Home / Romansa / ISTRI KECIL SANG CEO / Bab 5 : Gelisah!

Share

Bab 5 : Gelisah!

Author: Ziss kadasya
last update Last Updated: 2025-10-12 21:01:17

Malam telah berlalu.

Ketika keesokan harinya Marcell terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.

Begitu membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah Renaria. Tak bisa dipungkiri, Renaria adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuatnya begitu tergugah.

Saat itu, Renaria masih terlelap. Dengan mata terpejam, wajahnya tampak begitu manis dan tenang. Napasnya teratur, tubuhnya melingkari Marcell dengan lembut.

Namun hanya Marcell yang tahu betapa “tidak tenangnya” gadis itu saat tidur.

Tadi malam, setelah mereka selesai, ketika ia membantu gadis itu membersihkan tubuhnya, Renaria masih terus berguling ke sana kemari dengan wajah berkerut, seperti sedang bermimpi.

Bahkan di tengah malam, ia sering menendang selimut. Itu sebenarnya tak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia juga suka merebut selimut Marcell.

Yang paling parah, tengah malam ia malah meletakkan kakinya di atas perutnya.

Marcell sudah pernah tidur dengan banyak wanita, tapi baru kali ini ia melihat ada yang memiliki posisi tidur seburuk itu.

Namun, meski tidurnya berantakan, entah kenapa Marcell justru merasa sabar dan lembut terhadapnya.

Bahkan, ia tidak menolak jika harus menjalin hubungan dengannya untuk sementara waktu.

Setelah menelepon seseorang untuk mengirimkan pakaian dan sarapan, Marcell mengenakan bajunya, lalu pergi bekerja.

Ketika Renaria akhirnya terbangun, waktu sudah menunjukkan lewat pukul dua siang.

Karena tirai kamar ditutup rapat, ia tidak tahu apakah sekarang masih pagi atau sudah sore.

Kepalanya terasa pusing, seluruh tubuhnya seolah remuk. Ia benar-benar malas untuk bergerak.

“Toh aku tidak perlu bekerja hari ini,” pikirnya. “Tidur sebentar lagi saja.”

Namun setelah beberapa lama duduk terpaku di tempat tidur, pikirannya mulai jernih. Barulah ia sadar, ini bukan rumahnya!

Renaria segera melompat bangun, tapi begitu bergerak, rasa sakit tajam menjalar dari tubuhnya, seolah ada sesuatu yang robek. Wajahnya langsung memucat.

Ia menarik selimut dan melihat ke bawah — tubuhnya benar-benar telanjang. Tidak sehelai benang pun melekat di tubuhnya.

Bahkan pakaian yang ia kenakan semalam juga menghilang.

Saat itulah ingatannya mulai kembali, meski samar. Ia berusaha mengingat wajah laki-laki itu, tapi gagal.

Ia... benar-benar telah memberikan “yang pertama” dalam hidupnya kepada pria asing yang bahkan wajahnya pun tak bisa ia ingat!

Sungguh keterlaluan.

Dengan cepat ia membungkus tubuhnya dengan selimut, lalu menatap sekeliling.

Jendela besar menjulang dari lantai hingga langit-langit, tirainya tebal dan gelap. Dekorasi ruangan tampak mewah dan berkelas, dengan perabotan yang pasti bernilai tinggi.

Ini bukan hotel. Ini rumah pria itu.

Di atas meja di samping tempat tidur, ada setumpuk pakaian bersih dan sebuah kotak makanan hangat.

Ada juga selembar kertas kecil bertuliskan deretan angka, sepertinya nomor ponsel serta satu kalimat pendek:

“Jika sudah bangun, hubungi aku.”

Renaria mendengus pelan.

“Masih sempat-sempatnya meninggalkan nomor telepon? Dasar bodoh.”

Ia melemparkan pandangan sekilas lalu berpaling.

Pintu kamar tertutup rapat, dan tidak terdengar suara apa pun dari luar.

Dengan cepat ia mengenakan pakaian yang disiapkan, lalu seperti pencuri, ia membuka pintu sedikit dan mengintip keluar.

Matanya yang bulat menatap ke segala arah, ruang tamu kosong, kamar mandi juga kosong.

Syukurlah, pria itu tidak ada di rumah.

Ia memeriksa tasnya, ponsel dan dompet masih di sana.

Klik! Pintu depan ternyata tidak terkunci.

Ia menepuk dada lega.

“Untung saja...” gumamnya pelan.

Menghela napas lega, Renaria tersenyum kecil dan melambaikan tangan ke arah rumah kosong itu.

“Selamat tinggal... atau lebih tepatnya, semoga kita tidak pernah bertemu lagi.”

Begitu berkata, ia langsung berlari keluar seperti angin.

Setelah menyelesaikan pekerjaan pagi harinya, Marcell tengah mendengarkan sekretarisnya, Anna, yang sedang melaporkan perkembangan pekerjaan.

Namun pikirannya tampak melayang entah ke mana. Ia melirik jam di layar komputernya, pukul 14.15, lalu tiba-tiba teringat pada “si kecil” yang ada di rumah.

Tanpa sadar, senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

Anna yang berdiri di hadapannya sempat mengucek matanya tak percaya.

Pria yang selama ini dikenal dengan julukan “wajah es” itu… akhirnya tersenyum!

Namun Marcell sendiri sama sekali tak menyadarinya. Ia bahkan tak tahu kalau dirinya baru saja memperlihatkan senyum lembut yang sangat langka itu.

Yang sedang ia pikirkan hanyalah: “Sekarang pasti si kecil itu sudah bangun dari tidur malasnya.”

Ia membuka layar pemantau, dan kebetulan melihat gadis itu, Si kecil itu mengintip keluar dengan ekspresi gugup seperti pencuri kecil. Seketika, tawa ringan lolos dari bibirnya.

“Si kecil… atau mungkin lebih cocok disebut tikus kecil,” gumamnya dalam hati.

“Benar juga, kepalanya yang mungil itu memang agak mirip seekor tikus kecil.”

Namun setelah Renaria benar-benar kabur, layar pemantau pun menampilkan ruangan kosong. Marcell menatapnya lama dengan sedikit rasa kehilangan.

Tak lama kemudian, seolah teringat sesuatu, ia mendongak dan memotong laporan Anna.

“Bukankah kemarin ada orang yang datang untuk wawancara?” tanyanya.

Anna yang semula tengah fokus melapor sempat tertegun. Ia kira atasannya akan menanyakan hal penting tentang proyek besar, ternyata malah soal wawancara kerja.

Biasanya, urusan kecil seperti perekrutan pegawai baru bukan hal yang menarik perhatian Marcell. Maka, pertanyaan itu jelas membuatnya heran.

Meski begitu, karena sudah bekerja di sisi Marcell selama bertahun-tahun, reaksi Anna tetap cepat.

“Wawancara karyawan baru memang diurus langsung oleh bagian personalia, Tuan Yakup. Kalau Anda ingin tahu detailnya, saya bisa meminta manajer HRD untuk datang melapor kepada Anda.”

Marcell hanya mengangguk pelan sambil melirik ponsel di atas meja.

“Kalau tidak ada hal lain, kamu boleh keluar.”

Sudut bibir Anna sedikit berkedut.

“Tidak ada hal lain?” pikirnya. “Padahal laporanku baru setengah jalan.”

Namun melihat tatapan atasannya yang jelas-jelas sedang tidak fokus, ia sadar bahwa tak ada gunanya melanjutkan. Tuan Marcell itu jelas sedang memikirkan sesuatu atau seseorang yang jauh lebih penting daripada laporan kerja.

Sejak semalam pun, ia memang tampak tidak tenang.

---

Sementara itu, di sisi lain kota, Renaria sedang berbaring nyaman di atas tempat tidurnya, membentangkan tubuh membentuk huruf besar “X”.

Tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di meja samping berbunyi.

Ia menoleh dan melihat nomor tak dikenal di layar.

“Pasti penipuan,” pikirnya cepat, lalu menekan tombol “tutup panggilan.”

Tak lama, suara dering berhenti, tetapi layar komputer di dekatnya menyala, Ada email baru masuk.

Renaria teringat pada ucapan manajer HRD dari Grup Imperial saat wawancara beberapa hari lalu.

“Kalau cocok, kami akan menghubungi Anda lewat email.”

Jantungnya berdebar cepat. Ia segera membuka laptop dan melihat pengirimnya.

Benar saja, Email itu berasal dari Manajer HRD Grup Imperial.

Tulisannya singkat, hanya menyampaikan bahwa pihak perusahaan tidak dapat menghubunginya lewat telepon, dan memberitahukan bahwa ia lolos ke tahap kedua wawancara.

Renaria menatap layar dengan mata membulat. Ia sama sekali tak menyangka.

Awalnya, ia tak menaruh harapan besar. Lagipula, perusahaan sekelas Grup Imperial adalah tempat yang diimpikan para lulusan terbaik.

Banyak di antara mereka yang jauh lebih menonjol darinya, Bahkan ada beberapa yang merupakan mahasiswa terbaik di universitas.

Dan kuota penerimaan hanya satu orang.

Namun kini, Email ini memberi tahu bahwa ia berhasil lolos ke tahap kedua.

Rasanya seperti mimpi.

Ia berkedip beberapa kali, memastikan dirinya tidak sedang berhalusinasi. Baru setelah itu, ia sadar bahwa harus segera membalas email tersebut.

Tangannya sedikit gemetar saat mengetik di papan ketik:

“Oke, sampai jumpa nanti.”

Begitu mengirim balasan, Renaria melonjak kegirangan dari tempat tidur.

Ia lolos ke tahap kedua seleksi di Grup Imperial, salah satu perusahaan paling bergengsi di seluruh Kota A!

Itu berarti, Langkahnya untuk masuk ke perusahaan impian itu semakin dekat.

Tak lama setelah email dikirim, ponselnya kembali berdering.

“Halo, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Renaria? Saya Manajer HRD Grup Imperial. Apakah Anda punya waktu untuk datang ke kantor kami sekarang?”

Suara ramah dan sopan itu langsung ia kenali, orang yang sama yang mewawancarainya kemarin.

“Tentu, saya punya waktu!” jawab Renaria cepat dengan suara bersemangat.

“Setengah jam lagi, saya pasti sampai!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 8 : Tidak Makan Jika Tidak Mahal!

    Dari kejauhan, June sudah melihat Renaria berdiri di bawah gedung rumahnya.Tubuh Renaria tampak sangat kurus, seolah bisa tertiup angin dan terbang begitu saja.June memarkir mobilnya, lalu turun sambil membawa sekantong besar barang.Renaria tidak terlalu memperhatikan apa yang dibawa June.Rumah Renaria berada di lantai tiga.Saat mereka menaiki tangga, suasana terasa sunyi.Keduanya sama-sama berpikir, bagaimana harus memulai pembicaraan agar suasana tidak canggung saat membahas kejadian semalam.June naik ke atas sambil menghitung anak tangga. Setiap lantai ada sebelas anak tangga, jadi ketika hitungannya sampai tiga puluh.Bagaimanapun juga, seseorang harus lebih dulu membuka mulutnya.Namun, ketika hitungannya baru sampai dua puluh, Renaria lebih dulu berbicara.“June, semalam aku benar-benar tidak apa-apa. Aku hanya mabuk, lalu tertidur lama begitu sampai di rumah.”June tidak menjawab.“June, kau tahu tidak, besok aku sudah bisa mulai bekerja.”Saat mengatakan itu, wajah Rena

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 7 : Istri Sah dan Si Pelakor!

    Meski sudah mendapatkan pekerjaan, tapi gajinya belum turun.Sepulangnya ke rumah, Renaria menatap kosong ke arah kulkas yang melompong, Masih ada satu bulan lagi sebelum gajian, bagaimana ia bisa bertahan hidup sampai saat itu?Di dalam kulkas hanya tersisa satu bungkus mi instan.Renaria memang tidak suka memasak. Menurutnya, yang paling menyebalkan dari memasak adalah mencuci piring setelahnya.Ia sempat berpikir untuk pulang ke rumah orang tuanya dan menumpang makan, tapi memikirkan bahwa sudah lulus kuliah masih harus makan di rumah orang tua, rasanya terlalu memalukan.Dulu, dia pernah dengan percaya diri berkata kepada Ayah dan Ibunya bahwa tanpa bantuan mereka pun, ia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik.Ayah, Ibu, tahukah kalian… putri kalian hampir mati kelaparan di kamar kontrakannya sendiri?Saat itu, telepon dari June masuk.“Gadis bodoh, Akhirnya kau angkat juga teleponku! Aku sudah meneleponmu be

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 6 : Penandatanganan Kontrak!

    Setengah jam kemudian, Renaria muncul di pintu keluar stasiun bawah tanah di luar gedung Grup Imperial sambil terengah-engah.Waktu wawancara pertama kemarin, ia terlalu terburu-buru sehingga tidak sempat memperhatikan lokasi gedung Grup Imperial dengan baik. Kini, saat ia kembali datang ke gedung komersial tempat perusahaan itu berada, ia pun menyempatkan diri untuk mengamati sekeliling dengan saksama.Memang pantas disebut sebagai perusahaan terbesar di Kota A. Gedung komersial ini berdiri di pusat keuangan paling bergengsi di kota tersebut, kawasan yang setiap jengkal tanahnya bernilai mahal. Luas area Gedung Imperial bahkan berkali lipat lebih besar dibanding bangunan lain di sekitarnya.Renaria menatap sejenak bangunan megah itu. Setelah memastikan bahwa ia memasuki pintu utama, ia pun melangkah menuju lift.Karyawan resepsionis yang bertugas mendengar Renaria mengatakan bahwa ia sudah membuat janji dengan manajer bagian personalia, lalu tanpa banyak bicara langsung membawanya me

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 5 : Gelisah!

    Malam telah berlalu.Ketika keesokan harinya Marcell terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.Begitu membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah Renaria. Tak bisa dipungkiri, Renaria adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuatnya begitu tergugah.Saat itu, Renaria masih terlelap. Dengan mata terpejam, wajahnya tampak begitu manis dan tenang. Napasnya teratur, tubuhnya melingkari Marcell dengan lembut.Namun hanya Marcell yang tahu betapa “tidak tenangnya” gadis itu saat tidur.Tadi malam, setelah mereka selesai, ketika ia membantu gadis itu membersihkan tubuhnya, Renaria masih terus berguling ke sana kemari dengan wajah berkerut, seperti sedang bermimpi.Bahkan di tengah malam, ia sering menendang selimut. Itu sebenarnya tak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia juga suka merebut selimut Marcell.Yang paling parah, tengah malam ia malah meletakkan kakinya di atas perutnya.Marcell sudah pernah tidur dengan banyak wanita, tapi baru kali ini ia melihat ad

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 4 : Jangan Ganggu!

    Marcell, dengan sabar, mengulang ucapannya sekali lagi.Namun, di pelukannya, Renaria justru menempel di bahunya, mencari posisi paling nyaman dan tak lama kemudian, tertidur pulas.Marcell menepuk lembut pipinya, mencoba membangunkannya.Tapi Renaria justru menepis tangannya, seperti mengusir nyamuk, sambil bergumam pelan, “Jangan ganggu...”Marcell terdiam.Siapa sebenarnya yang sedang mengganggu siapa sekarang?Ketika ia memindahkan Renaria ke kursi penumpang depan, gadis itu masih saja menggeliat manja, menggesekkan wajahnya ke dadanya seperti anak anjing kecil yang mencari kehangatan.Baru setelah ia mengusap lembut kepala gadis itu, Renaria diam dan kembali terlelap.Mobil melaju pelan ke dalam kompleks vila mewah.Setelah memarkir mobil, Marcell dengan hati-hati mengangkat gadis itu dari kursi.Jujur saja, tubuh Renaria ringan sekali, nyaris tak terasa berat.Ia membawanya naik ke lantai dua tanpa kesulitan, meski anehnya, tubuhnya sendiri justru terasa panas.Panas yang tak wa

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 3 : Untuk Apa Mau Bawa Aku Pulang?

    Bar Star.Pesta ulang tahun malam itu diselenggarakan di sebuah ruang VIP. Karena tidak terlalu akrab dengan semua orang yang hadir, Renaria hanya duduk diam di samping June, meneguk minumannya seperti sedang minum air putih.June sedang asyik beradu minum dengan seorang pria, yang sepertinya adalah teman dekat dari si pemilik pesta ulang tahun itu.Sementara itu, pria yang duduk di sisi kiri Renaria tampak seperti seorang tukang bicara.Ia terus-menerus mengobrol tanpa henti, menanyai ini dan itu. Renaria mulai merasa jengkel, lalu mencari alasan asal-asalan untuk meninggalkan ruangan.Ketika ia berjalan melewati June, temannya itu bertanya,“Kau mau aku temani keluar?”Renaria bisa menebak, June sebenarnya ingin tetap di dalam bersama pria yang sedang menemaninya minum, jadi ia menolak dengan halus.Saat itu Renaria sudah sedikit mabuk; langkah kakinya pun mulai goyah.---Marcell datang ke Star Bar untuk menemani seorang klien penting.Meskipun bar itu milik salah satu temannya, ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status