Share

One Night Stand

"Besok?"

Kedua mata Lea membulat, seiring bentuk bibirnya yang juga membentuk huruf O.

"Tapi, pak?"

"Nona. Anda tahu bagaimana sifat tuan muda Vin. Kalau dia sudah berikan perintah, maka waktu dan kesibukan anda adalah miliknya," sela sekretaris Li.

"Jadi tiket pesawat itu sudah anda ganti atas nama saya? Kan saya belum mengurus paspor dan--"

"Tuan muda sudah berikan perintah ini sejak tadi pagi. Dokumen pribadi anda, sudah saya dapatkan dari file pegawai yang ada di desk perusahaan. Besok, anda akan gunakan visa settle wisata, jadi jangan lagi bingung soal itu."

"Te terima kasih, sekretaris Li. Saya jadi menyusahkan anda," jawab Lea gelagapan.

"Tak apa. Begitulah dia. Hanya satu pesan saya untuk anda, Nona. Turuti saja semua perintah dan permintaan tuan muda, karena itu hanya salah satu cara anda bila ingin mencapai karier tertinggi."

"Maksud sekretaris Li bagaimana?" Lea benar-benar masih tak mengerti.

"Jadilah penjilat yang elegan."

Wow.

"Maksudnya, pak?" polosnya Lea.

"Hanya untuk anda saja, akan saya beritahu satu hal."

"Apa itu, pak?"

"Selagi tuan muda sedang memposisikan anda sebagai satu-satunya orang yang dia percaya, jadi menurut sajalah padanya. Presdir Vin punya gaya kepemimpinan berbeda jauh dari ayahnya."

"Oh ya, saya pernah mendengar soal itu. Karena itu, para pegawai berlomba-lomba mencari muka di depan mendiang presdir Anthony. Itu bagian strategi untuk cepat naik jabatan."

"Anda betul sekali, nona. Tapi itu tidak berlaku untuk tuan muda. Salah satu alasan presdir Vin memilih anda, karena dia tahu anda sering di perlakukan tidak baik oleh pegawai lain."

"Ba bagaimana presdir Vin tahu?"

"Maaf, untuk soal itu saya tidak bisa beritahu anda, dan jangan banyak tanya, yang penting bersyukur sajalah dengan posisi anda sekarang. Percayalah, anda akan baik-baik saja. Selamat siang, nona."

Lea segera jauhkan gagang telpon dari wajahnya dengan ekspresi bingung. Panggilan telah terputus, tapi masih ada seribu pertanyaan tersisa di dalam pikirannya.

"Orang ini ngomong apa, sih? Gue kok belum paham?"

**

"Pesawat pribadi?"

Lea di buat terperangah di depan sebuah pesawat terbang berukuran kecil dengan jenis 'Falcon X8.'

Lea kembali di buat terperangah, saat menyadari sebuah mobil telah datang mendekat, dan Vin keluar dari dalamnya.

Waktu seolah membeku bagi Lea. Dimana atasan arogan yang di tunggunya itu, berpenampilan sangat mempesona.

Vincenzo memakai kemeja putih, di padu celana jeans casual. Rambutnya di biarkan natural tanpa pomade, berbeda dari kesehariannya.

"Bisa minggir dikit? Kamu mengganggu sekali," protesan Vin seraya melepas kacamata hitamnya, menanggapi ekspresi Lea yang menatap kagum padanya ini.

"Ma ma maaf, pak," sahut Lea, bergeser 2 langkah ke samping, setelah menyadari telah di sindir Vin agar menyingkir.

"VIN!!"

Suara wanita muda terdengar, di sertai derap langkah cepat dari seorang bodyguard yang menjaga Vin.

"Maaf, tuan muda. Wanita itu memaksa masuk. Dia nekat melawan para security dan penjaga, biar sampai di sini," lapornya dengan napas terengah-engah.

Lea menatap tertegun wanita muda yang terus berteriak memanggil nama Vin, namun hanya di tanggapi Vin dengan santai saja.

"Hmm, modelan yang sama," gumam Lea spontan.

Tampilan wanita cantik dengan rambut di warnai, mulus, dan berpakaian minim, sama tipe dengan penampilan Nadya di restoran Jepang kemarin.

"Hah? Kamu ngomong apa?" Vin lebih tertarik pada ucapan gadis muda berkacamata di sampingnya ini.

"Saya?" tanya balik Lea.

"Iya, kamu!" balas Vin melotot.

"Eng..enggak..nggak ada, pak," jawab Lea dengan beberapa kali gelengan kepala.

"Kalau begitu, kita harus segera berangkat," perintah Vin kemudian. Benar-benar tak mempedulikan kehadiran wanita yang kini bahkan terdengar meraung-raung memanggil nama Vin, namun semakin lama semakin menjauh dan menghilang, setelah security bandara membantu membawanya masuk kembali ke area gilbartar.

Lea kembali berempati, tahu bagaimana rasanya di sakiti seorang pria tak berhati, seperti Dani dan juga atasannya sendiri ini.

"Nona. Seat anda di belakang sana," ucap salah seorang pramugari seraya tersenyum tertahan.

Bagaimana tidak? Akibat melamun, tanpa sadar, Lea hampir saja duduk di kursi samping Vin, tanpa meminta ijin terlebih dulu.

"Eh, maaf...maaf," sahut Lea kikuk.

Vin menanggapi sikap salah tingkah Lea ini dengan senyuman smirk meremehkan seperti biasa, dan hal ini justru jadi seperti hujaman batu besar di dada Lea.

Baru 2 hari saja mengenal Vin lebih dekat, tapi atasannya ini seolah menambahkan poin-poin kebencian Lea padanya.

Setelah duduk di kursi yang berada di samping belakang Vin, Lea banyak melakukan kesibukan dengan mempelajari file-file yang di kirim oleh sekretaris Li.

Kalaupun sudah selesai, Lea akan menatap le luar jendela, atau memaksakan diri untuk pejamkan mata. Hal ini di lakukannya agar tidak melihat wajah Vin, dan berharap tidak akan berinteraksi dengannya.

Setelah beberapa jam di udara yang menyiksa, sampailah Lea dan Vin di sebuah gedung apartemen di jantung kota Milan.

Lea kembali di buat terperangah akan kekayaan yang di miliki Vin. Penthouse bernama Bosco verticale ini sungguh di luar perkiraannya.

"Tuan muda inginkan kamu berada di sini sampai esok hari," ucap penjaga Vin, dan baru di sadari Lea, pria inilah satu-satunya bodyguard yang di bawa Vin.

"Lalu anda menginap dimana, pak?" tanya Lea ingin tahu. "Terus Pak Vincenzo dimana sekarang? Kenapa saya tidak di perbolehkan semobil dengan beliau? Sampai sekarang, saya tidak tahu apa tugas saya di sini?" lanjut Lea lesu.

"Saya tinggal di apartemen studio di sayap lain gedung ini. Sementara ini tipe itu lagi full, baru besok anda dapat kamar tersendiri."

"Oh, begitu. Terus pak Vin dimana?"

"Selamat malam, nona."

Tanpa memberikan jawaban, penjaga Vin itu justru berucap pamit, lantas keluar dari rumah tinggal Vin bila berada di tanah kelahirannya ini.

Hal ini bukan hal baru buat Lea. Meski membuatnya kesal, tapi Lea mulai berusaha beradaptasi dengan gaya berpikir seorang Vincenzo.

"Huh, dasar nggak jelas. Bos sama penjaganya sama-sama ngeselin!" umpat Lea lantang seorang diri.

Lea coba alihkan kekesalannya ini dengan menikmati kemewahan interior penthouse, lalu menuju ke dapur, untuk mengambil salah satu minuman yang ada di dalam lemari pendingin.

"Applejack?" gumam Lea, seraya membolak-balikkan botol. "Ruffino pinot. Apa ini semacam jus buah apel ya?" tanyanya pada diri sendiri, lalu membuka botol, dan kemudian menenggak hingga lebih dari setengahnya.

Lea letakkan botol minuman tersebut, lalu memutuskan duduk di sofa dengan perasaan gamang.

"Habis minum jus apel tadi, badanku kok jadi aneh begini ya?"

Lea sandarkan punggung, lalu lepaskan kacamatanya. Secara berangsur dia terpejam, karena seperti tak bisa berkompromi untuk tak tutup kedua matanya.

Hingga suara memanggil namanya, membuat Lea memaksakan diri membuka mata. Dalam keadaan setengah sadar tersebut, Lea paksakan diri berdiri dan kini berhadapan dengan seorang pria yang terlihat kacau, tidak lebih baik dari keadaannya.

Baru saja Lea akan membuka mulutnya, pria yang samar-samar dia lihat dari tatapan setengah terpejam itu, justru semakin mendekat, lalu memeluk erat tubuhnya.

Lea yang belum siap mendapatkan perlakuan ini, kemudian terjatuh kembali ke sofa, tertindih pria yang kini mulai dia kenali dari wangi tubuhnya.

"Presdir...Vin?" tanya Lea terbata.

Bukan jawaban yang Lea terima, namun berupa serangan berupa kecupan di awal, lalu berlanjut serangan panas membungkam bibirnya.

Kini Lea bisa merasakan, satu-persatu penghalang penutup tubuhnya terlepas, sehingga Vin bisa menyentuh tiap bagiannya secara langsung dengan leluasa.

Entah kenapa, bukannya berusaha menolak atau melawan sekuat tenaga, tapi Lea seolah terbuai dengan hasrat membara yang di salurkan Vin.

Terlebih saat atasannya itu mengungkapkan sesuatu yang semakin membuatnya terbang ke awan, di antara buai bau alkohol dari mulutnya.

"Lea...aku hanya menginginkanmu."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
AVA LANE
Uhhh. Jadi bayangin mereka one night stand ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status