“Jadi itu alasanmu menikahiku selain untuk menebus hutang ayahku?” Suaraku bergetar menahan rasa sesak yang melingkupi dada.
“Kau pikir aku melakukannya karena cinta?” Pria bergelar suami itu mengangkat sudut bibirnya sinis sedangkan pandangannya mengejek menatapku.“Dan apakah kau juga pikir aku memiliki perasaan padamu, Henry? Meskipun kau ini adalah pria yang banyak digilai, namun itu tidak untukku! Jadi kau jangan terlalu percaya diri,” umpatku dengan sikap berani.“Oya??” Henry mengkerutkan kening menatapku, “Kalau begitu kita buktikan ucapanmu itu, Angelin. Sampai kapan kau mampu menolak pesonaku ini,” ucapnya penuh percaya diri.Aku mendengus, “Apakah kau tahu narsis itu adalah sebuah penyakit?”Tak terima Henry menarik rambutku hingga kepalaku mendongak ke atas, aku mengernyit mencoba menahan rasa sakit yang aku rasakan.“Sekali lagi kau bersikap berani dengan mulutmu ini, bisa aku pastikan kau tak akan melihat hari esok lagi, Angelina Louis! Karena itu kau perlu aku beri hukuman agar kau tahu dengan siapa kau bicara sekarang!” “Arght!!”Aku menjerit keras saat secara mengejutkan Henry merobek gaun malam yang aku kenakan lalu membalikkan tubuhku hingga telungkup. Sedangkan aku tak bisa bergerak sama sekali sebab kedua tanganku dicengkeram erat olehnya dari belakang.“Apa yang kau lakukan, Henry?! Lepaskan aku!!” Aku mencoba memberontak saat Henry mengikat kedua tanganku dengan sabuk yang dipakainya.“Tidak, jangan! Aku mohon jangan perlakukan aku seperti ini, Henry!” Rasa takut dengan cepat melingkupi saat aku merasakan sesuatu yang panjang dan keras mulai melesak masuk ke dalam kewanitaanku yang terbuka.“Apa kau pikir aku akan peduli? Jangan bermimpi aku akan melepaskanmu malam ini!” ucap Henry lantang seraya menekan tubuhnya pada tubuhku dengan kasar hingga aku menjerit keras.Air mataku merebak saat penyatuan itu kembali terjadi dengan kasar, kali ini Henry melakukannya dengan cara yang brutal. Ia seakan justru menikmati setiap rintihan dan rasa sakit yang aku rasakan sekarang.“Di mana sikap beranimu itu tadi, hah?! Ayo tunjukkan padaku, Angelin!” Seru Henry lantang di antara jeritan rasa sakitku ketika rudal miliknya yang besar terasa menembus lorong sempit milikku yang masih belum siap menerima sentuhan.“Akan aku pastikan kau tak akan melupakan kejadian malam ini!” ucapnya di antara rintihan yang terus keluar dari bibirku akibat rasa sakit akan sentuhannya yang kasar dan brutal pada setiap inci tubuhku.Tak hanya rasa sakit, namun juga rasa hina aku rasakan. Ia memperlakukanku lebih buruk dari malam itu. Tak tahu berapa lama pria itu memperlakukanku dengan semena-mena, yang aku ingat aku tak mampu menahan rasa sakit di tubuhku ini lebih lama hingga akhirnya aku tak sadarkan diri dan tak ingat apa-apa lagi setelahnya.***Malam itu tampak seorang pria duduk di sofa kamar dengan cahaya lampu yang temaram. Dengan satu tangan yang memegang whisky, pria itu menatap dalam seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang setelah mendapatkan hukuman darinya. Wanita berambut panjang itu terbaring dalam keadaan polos dan telungkup dengan kedua tangan yang terikat. Pemandangan yang terlihat memilukan. Namun, tidak bagi pria yang bernama Henry Bastian Campbell. Pria tampan berusia tiga puluh tahun itu tampak menikmati apa yang baru saja dilakukannya untuk menghukum wanita yang belum lama dinikahinya karena sebuah tujuan.Ya, Henry seorang pemilik perusahaan besar Campbell Corporation di New York City. Siapa yang tak mengenal sosok dirinya yang tampak sempurna? Bahkan hampir seluruh dunia mengenal siapa dirinya. Seorang pewaris kedua dari billioner ternama yang menguasai puluhan perusahaan besar di seluruh dunia. Bisa dikatakan dunia ada dalam genggamannya. Ia tak mengenal apa itu kata kegagalan, siapa pun yang mencoba bersaing dengannya harus dihancurkan, apalagi jika ada yang sampai melakukan kecurangan. Ia akan menghancurkannya hingga tak bersisa.Seperti itulah yang Henry Bastian Campbell lakukan pada perusahaan Amorax Company, milik Gary Louis yang kini hanya tinggal nama. Sekarang yang tersisa hanya dua anaknya, Sean dan Angelina Louis. Sayangnya Sean berhasil kabur sebelum Henry menangkapnya dan kini yang tersisa hanya Angelina Louis, putri satu-satunya Gary Louis yang dikenal memiliki citra buruk. Secara fisik Angelina memiliki paras yang cantik, begitu juga dengan bentuk tubuhnya. Sayangnya Henry tak tertarik dengan itu semua, ia lebih tertarik untuk menghancurkan Angelina dengan menjadikan wanita itu sebagai tawanannya dengan kedok seorang istri.Hanya istri kontrak karena jelas Henry tak mau seluruh dunia tahu jika dirinya sudah menikah, apalagi dengan wanita yang memiliki citra yang buruk seperti Angelina Louis. Namun, sebagai pria normal Henry tak menampik jika tubuhnya bereaksi setiap kali berdekatan dengan Angelina, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Henry cukup menikmatinya, meskipun hatinya sama sekali tak merasa tertarik sedikit pun pada wanita seperti Angelina Louis. Bagi Henry, Angelina adalah kunci untuk menemukan Sean Louis. Orang yang paling menjadi incarannya saat ini.Henry Bastian Campbell adalah pria dengan segudang pesona. Banyak wanita cantik mengejar cintanya, namun sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan posisi seseorang di hatinya. Mengenai pandangannya pada Angelina Louis, wanita yang secara sah menjadi istrinya, ia hanya menganggap wanita itu sebagai jaminan atas hutang milyaran dolar perusahaan Amorax Company milik keluarga Louis, yang sudah dibuat bangkrut lebih dulu olehnya beberapa bulan lalu. Sekarang putri kedua dari Gary Louis ada dalam kendalinya, wanita itulah yang akan menanggung semua perbuatan ayah dan saudara laki-lakinya, dan Henry telah berniat akan membuat hidup Angelina Louis sengsara sebagai istrinya, lebih tepatnya istri kontrak yang hanya untuk menebus hutang-hutang keluarganya.Tubuh tinggi dengan postur atletis itu berjalan mendekati Angelina yang tak sadarkan diri dalam keadaan terikat. Pandangannya tak lepas menatap tubuh Angelina yang polos, terlihat menggairahkan walaupun hanya tampak dari belakang. Dengan bokong kecilnya yang padat dan berisi, Henry menelan salivanya sendiri tanpa sadar ketika mengingat dengan jelas bagaimana kejantanannya berdenyut nikmat saat berada di lorong sempit milik Angelina.Henry melepas ikatan sabuk miliknya dari tangan Angelina. Meskipun minim cahaya, masih jelas terlihat warna biru keunguan di beberapa bagian tubuh Angelina akibat ulahnya. Kulit mulus dan putih Angelin kini terlihat lebam menandakan jika sang pemilik tubuh baru saja mendapatkan penyiksaan fisik yang menyakitkan.Menyesal? Tidak. Henry tak menyesal telah memperlakukan Angelina demikian. Baginya hal ini bukanlah apa-apa dari apa yang sudah dilakukan oleh keluarga Louis padanya.“Kau ada dalam genggamanku, Angelin, dan bisa kupastikan aku akan membuat hidupmu menderita.” Desis Henry seraya memainkan helaian rambut Angelin yang tergerai menutupi wajah cantiknya.Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek