/ Rumah Tangga / ISTRI LUPA DIRI / Bab 7: Menuju Kebenaran

공유

Bab 7: Menuju Kebenaran

작가: Rae Jasmine
last update 최신 업데이트: 2025-03-07 11:05:07

Martin menggenggam kunci itu erat, matanya penuh ketegangan. Rachel berdiri di sampingnya, jantungnya berdebar tak menentu.

Apa sebenarnya yang sedang dimainkan Davin?

“Kita harus mencari tahu ini sekarang,” kata Martin tegas.

Rachel ragu sejenak. “Apa tidak lebih baik menunggu dan mencari tahu dulu?”

Martin menggeleng. “Davin tidak akan memberi kita waktu. Jika kita diam, kita hanya akan semakin terpojok.”

Rachel menelan ludah, tetapi akhirnya mengangguk. “Baiklah.”

Martin menggenggam tangannya. “Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu.”

Mereka keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil. Malam itu dingin, tetapi ketegangan membuat udara di dalam mobil terasa panas.

Martin menyalakan mesin. “Ada satu tempat yang bisa kita periksa.”

Rachel menoleh. “Di mana?”

“Gudang tua di pinggiran kota. Dulu tempat itu digunakan keluarga kami untuk menyimpan barang-barang berharga.”

Rachel merasakan firasat buruk. “Kau yakin Davin tidak menjebak kita?”

Martin tersenyum tipis. “Itulah yang akan kita cari tahu.”

Perjalanan menuju gudang itu terasa begitu panjang. Rachel mencoba berpikir jernih. Apa sebenarnya tujuan Davin? Kenapa ia meninggalkan kunci itu begitu saja?

Setelah lima belas menit, mereka tiba di depan gudang tua yang gelap dan terlihat terbengkalai.

Martin mematikan mesin. “Sampai.”

Rachel menggigit bibirnya. Kenapa tempat ini terasa begitu menyeramkan?

Mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu gudang. Martin mengangkat kunci yang diberikan Davin.

Rachel menahan napas saat Martin memasukkan kunci ke dalam gembok besar yang menggantung di pintu.

Klik!

Gembok itu terbuka.

Martin menoleh ke Rachel. “Bersiaplah.”

Rachel mengangguk. “Aku siap.”

Martin mendorong pintu dan mereka melangkah masuk.

Udara di dalam terasa lembap dan dingin. Cahaya dari lampu jalan yang temaram masuk melalui celah dinding, cukup untuk memberi mereka sedikit pandangan.

Rachel melihat sekeliling. Ada rak-rak kayu tua yang penuh dengan kotak berdebu.

Martin melangkah lebih dalam. “Aku tahu tempat ini. Dulu kakek sering menyimpan dokumen-dokumen penting di sini.”

Rachel mengamati sesuatu di sudut ruangan. “Lihat itu…”

Martin mengikuti pandangannya. Ada sebuah meja tua dengan sebuah brankas di atasnya.

Martin berjalan mendekat. Ia mengusap debu di atasnya, lalu mencoba membuka brankas itu.

Terkunci.

Rachel menggigit bibir. “Apa kunci itu untuk brankas ini?”

Martin memasukkan kunci yang Davin berikan. Ia memutarnya perlahan.

Klik!

Brankas itu terbuka.

Martin dan Rachel saling berpandangan sebelum melihat isinya.

Di dalamnya, ada beberapa dokumen tua dan sebuah buku catatan kulit hitam.

Martin mengambil buku itu dan membukanya.

Mata Rachel membesar saat melihat isinya. “Ini… catatan keuangan?”

Martin mengerutkan dahi. “Tunggu… ini bukan hanya catatan biasa…”

Ia membalik beberapa halaman. Dan di sana, tertulis nama-nama perusahaan, angka-angka besar, serta… tanda tangan Kakek.

Rachel mulai mengerti. “Ini bukti bahwa Kakek telah melakukan transaksi besar-besaran sebelum jatuh sakit…”

Martin mengepalkan buku itu. “Dan sepertinya Davin tahu tentang ini lebih dulu.”

Rachel menelan ludah. “Tapi kenapa dia meninggalkan kunci untuk kita?”

Martin menggeleng. “Itu yang masih menjadi misteri.”

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar.

Rachel membeku. “Apa itu?”

Martin segera menutup brankas dan menarik Rachel ke balik rak.

Langkah kaki itu semakin mendekat.

Rachel menahan napas saat melihat bayangan seseorang masuk ke dalam gudang.

Orang itu melangkah ke tengah ruangan, melihat sekeliling.

Rachel mengenali sosok itu. Davin.

Ia berdiri di depan brankas dengan ekspresi tenang. “Martin, Rachel… aku tahu kalian ada di sini.”

Martin menggenggam tangan Rachel erat.

Davin tersenyum tipis. “Kalian pasti sudah menemukan buku catatan itu, bukan?”

Martin melangkah keluar dari persembunyiannya. “Apa rencanamu sebenarnya, Davin?”

Davin tertawa kecil. “Aku hanya ingin menguji kalian.”

Rachel keluar dari balik rak. “Mengujinya? Untuk apa?”

Davin menatap mereka dalam. “Untuk melihat apakah kalian cukup pintar untuk memahami permainan ini.”

Martin mengerutkan kening. “Permainan?”

Davin mengangguk. “Kalian masih belum menyadari sesuatu yang penting.”

Rachel menatapnya tajam. “Apa maksudmu?”

Davin melangkah maju, mendekati mereka. “Kalian berpikir bahwa aku adalah musuh kalian. Tapi bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku bukan satu-satunya yang harus kalian waspadai?”

Rachel merasakan bulu kuduknya meremang.

Martin mengepalkan tangan. “Jangan bertele-tele, Davin. Katakan saja.”

Davin tersenyum miring. “Baiklah.”

Ia menatap Martin tajam. “Kakek kita bukan orang yang polos seperti yang kau pikirkan.”

Martin terkejut. “Apa?”

Davin melanjutkan. “Kakek telah menyembunyikan sesuatu yang besar. Sesuatu yang bisa menghancurkan nama keluarga kita selamanya.”

Rachel menelan ludah. “Apa maksudmu?”

Davin mendekat, suaranya merendah. “Buku catatan itu… bukan hanya sekadar catatan keuangan biasa. Itu adalah daftar semua transaksi ilegal yang pernah dilakukan keluarga kita.”

Martin merasakan kepalanya berdenyut. “Kau bohong…”

Davin menghela napas. “Percaya atau tidak, itu urusanmu. Tapi sekarang kalian harus memutuskan…”

Rachel menegang. “Memutuskan apa?”

Davin tersenyum dingin. “Apakah kalian akan menyimpan rahasia ini… atau membiarkannya menghancurkan kalian?”

Rachel dan Martin saling berpandangan.

Mereka baru saja menemukan sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari yang mereka kira.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 207: Titik Akhir

    Langit sore di kota itu tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana hati Rachel. Di balkon rumahnya yang menghadap taman kecil, ia berdiri sendiri. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa harum bunga melati yang ditanam almarhum ibunya dulu. Rachel menatap jauh ke depan, ke arah jalanan tempat Martin baru saja pergi untuk mengurus sisa perkara keluarga yang nyaris merenggut segalanya dari mereka.Rachel menarik napas dalam. Seluruh perjalanan panjang ini terasa begitu berat di pundaknya. Dari seorang perempuan sederhana yang hanya ingin hidup damai bersama suaminya, kini ia menjadi perempuan yang memanggul beban nama besar keluarga, konflik, warisan, dan luka yang menganga akibat pengkhianatan orang-orang yang ia percayai.Tapi sore ini, Rachel tahu: semuanya akan berakhir. Bukan karena dunia sudah berubah sepenuhnya, tapi karena ia sendiri yang berubah.Ketukan pelan di pintu balkon menyadarkannya. Clara berdiri di sana dengan mata yang berkaca-kaca. “Rachel… kamu baik-baik saja?”Ra

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 206: Langkah Terakhir

    Senja itu, Rachel berdiri di depan cermin besar di kamar tidur mereka. Wajahnya tampak lelah, tetapi sorot matanya jauh lebih tenang dibanding sebelumnya. Seolah semua badai yang telah dilewatinya mulai mereda. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya masih berputar—tentang sidang yang baru saja berlangsung, tentang Tante Renata yang tak mau menyerah, tentang keluarga besar yang kini memandangnya dengan iri sekaligus takut.Martin masuk ke kamar, melepaskan dasi, lalu mendekat. Tangannya menyentuh bahu Rachel lembut. “Semua akan segera selesai, sayang. Percayalah.”Rachel mengangguk pelan. “Aku percaya, Martin. Tapi aku juga tahu… ini bukan sekadar soal sidang atau warisan. Ini soal menutup semua luka masa lalu. Luka kita, luka keluargamu, luka keluarga kita.”Martin tersenyum pahit. “Dan kamu sudah melakukannya lebih baik dari siapa pun.”Rachel berbalik memandang Martin. “Besok aku ingin mengadakan syukuran di butik. Bukan untuk merayakan menang atau kalah. Tapi untuk mengakhiri s

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 205: Pertemuan Keluarga

    Langit Lembang mendung, awan kelabu menggantung rendah seolah menambah berat di dada Rachel. Vila tua keluarga besar Anshari berdiri kokoh, menjadi saksi bisu betapa rapuhnya tali persaudaraan yang sebentar lagi diuji. Rachel menatap bangunan itu dari balik jendela mobil. Di sampingnya, Martin menggenggam tangannya, berusaha menyalurkan kekuatan.“Kamu yakin mau hadapi ini, Rachel?” tanya Martin lirih.Rachel mengangguk. “Kalau aku lari, selamanya mereka akan menganggap aku pengecut. Dan aku nggak akan biarkan kebenaran dikubur begitu saja.”Martin mengangguk, meski hatinya tak kalah gelisah. Mereka turun dari mobil bersamaan dengan datangnya mobil-mobil lain. Dari mobil hitam mengilap, keluar Tante Renata dengan gaun mahal dan tatapan menusuk. Di belakangnya, para paman, bibi, sepupu, dan anggota keluarga besar lain yang jarang ditemui Rachel. Semua berkumpul karena satu alasan: mempertanyakan warisan Malik Anshari.Saat semua masuk ke dalam vila, Rachel berdiri di depan mereka. Meja

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 204: Jejak-jejak yang Terungkap

    Pagi itu, Rachel bangun lebih awal dari biasanya. Udara segar pagi menyambutnya di balkon kamar, namun pikirannya sudah penuh dengan rencana hari ini. Hari pertama audit menyeluruh Anshari Properti dimulai, dan Rachel tahu langkah ini akan mengguncang banyak pihak.Martin muncul membawa secangkir kopi. “Kamu belum tidur cukup, ya?”Rachel tersenyum lelah. “Tidak apa-apa. Ini bukan soal lelah. Aku harus memastikan tidak ada celah lagi untuk mereka mencuri hak orang banyak.”Martin duduk di sampingnya. “Aku bangga padamu.”Rachel menatap suaminya, lalu menggenggam tangannya erat. “Aku juga bangga padamu, karena selalu berdiri di sampingku.”Di kantor pusat, suasana lebih tegang dari kemarin. Rachel, Martin, dan Reza sudah berada di ruang audit, bersama tim independen yang mereka tunjuk. Layar besar menampilkan aliran dana perusahaan selama lima tahun terakhir.“Ini laporan pertama,” ujar Reza sambil menunjuk grafik. “Kita temukan ada dana masuk yang tidak pernah tercatat dalam laporan r

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 203: Ketika Awal Badai Baru

    Pagi di rumah Rachel disambut matahari yang hangat, namun suasana hatinya tetap penuh waspada. Kemenangan di pengadilan dua hari lalu ternyata belum benar-benar memberi kelegaan. Di meja ruang makan, koran-koran dengan berita utama terpampang: “Rachel Ayuningtyas Sah Miliki 40% Saham Anshari Properti”, “Keluarga Besar Anshari Pecah Karena Warisan”, “Rachel: Wanita Biasa, Pewaris Luar Biasa”. Rachel menatap tajuk-tajuk itu dengan campuran rasa lega dan gelisah. Martin datang membawa secangkir teh hangat, meletakkannya di depan istrinya. “Koran hari ini penuh tentang kamu lagi,” ucapnya pelan. Rachel mengangguk. “Dan mungkin akan begitu untuk beberapa waktu. Aku tidak ingin dikenal hanya karena saham ini, Martin.” Martin duduk di hadapannya. “Kamu akan dikenal karena caramu menjaga amanah ini, Rachel. Bukan karena angka 40% itu.” Rachel menarik napas panjang. “Aku ingin mulai bekerja hari ini. Kita harus pastikan perusahaan ini benar-benar dikelola dengan jujur. Tak boleh ada cel

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 202: Janji Seorang Istri

    Dua hari terakhir ini menjadi dua hari terberat dalam hidup Rachel. Setiap malam terasa panjang, setiap detik penuh cemas. Sejak sidang ditunda untuk musyawarah hakim, pikirannya terus dihantui kemungkinan terburuk. Tak jarang ia terjaga hingga fajar, menatap langit gelap dari jendela kamar, bertanya-tanya: Apakah aku kuat menghadapi semua ini?Pagi ini, matahari baru saja muncul dari ufuk timur ketika Rachel berdiri di depan cermin. Ia menatap pantulan dirinya. Mata itu, yang dulu selalu dipenuhi keraguan, kini memancarkan keteguhan. Bibirnya mengatup erat, menahan kegugupan. Gaun abu-abu sederhana membalut tubuhnya, rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan. Ia tak mengenakan perhiasan mewah, hanya cincin kawin di jari manisnya—satu-satunya simbol bahwa ia punya sandaran yang selalu setia.Martin masuk membawa secangkir kopi hangat. Tanpa berkata-kata, ia meletakkannya di meja dan berdiri di belakang Rachel, memandang istrinya dari pantulan cermin. Tangan Martin terulur, memegang p

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status