Home / Rumah Tangga / ISTRI MUDA / Kesepakatan Mendadak

Share

Kesepakatan Mendadak

Author: nonakwon
last update Huling Na-update: 2022-08-26 21:17:00

“Om..Aiman?”

Ya Allah. Belum apa-apa aku sudah mendapat musibah sebesar ini. Bagaimana kalau Aiman ngadu ke bapak kalau aku dan yang lainnya numpang parkir di depan diskotik?

Kacau!

Lihat gelagat om sompret satu ini saja sudah membuatku tak berdaya. Dia malah senyum-senyum sendiri melihatku tertangkap basah.

“Kamu kenal, Mel?” tanya Mas Adi setengah berbisik.

Aku mengangguk kemudian pasang badan untuk menghadapi polisi berpangkat AKBP ini.

“Om! Ini bukan yang kayak om bayangin.”

“Saya bukan om kamu,” jawabnya jutek.

“Oke pak. Ini bukan seperti yang bapak bayangkan.”

Sudah kuganti sapaan untuknya, duda ganteng ini malah menarik turunkan alisnya seolah tidak terima juga. Memangnya mau dipanggil apa?

Sayang? Kan nggak mungkin!

“Hum. Saya nggak bayangin, tapi saya lihat sendiri. Anaknya pak Agus datang ke diskotik.”

“Pak!?”

Aku tak sengaja bersuara tinggi padanya membuat yang lainnya menoleh. Karena malu, kupalingkan wajahku lalu duduk di dekat parit. Mas Adi ikut duduk di sebelahku. Dari wajahnya aku bisa lihat bahwa dia menyesal.

“Mel, kamu nangis?” tuduh mas Adi. Matanya menatapku dengan tatapan yang teramat sendu. Aku kasihan melihatnya merasa bersalah.

“Siapa yang nangis?”

Aku sengaja membelalakkan mataku untuk membuatnya percaya. Mas Adi tersenyum setelah aku menunjukkan aksiku. Tak lama suara Aiman menginterupsi interaksi kami. Tatapannya malah terlihat sinis ke arahku.

“Saya belum selesai bicara Mela. Ayo bangun.”

“Nggak mau,” jawabku pura-pura ngambek.

“Saya hitung sampai tiga kalau nggak bangun langsung saya telpon pak Agus.”

Mendengar ancamannya aku langsung berdiri tegak bak tentara yang siap perang. Mas Adi juga melakukan hal yang sama dan itu nyaris membuat om sompret satu ini tertawa.

“Pak jangan gitu dong. Saya dan yang lainnya itu nggak salah. Kita cuma parkir di sini.“

“Kamu mau kemana malam-malam gini?” tanya Aiman sok galak.

“Buat acara kelulusan Mela dan temannya pak,” yang jawab mas Adi.

Aiman langsung sinis ke arah mas Adi yang tak bersalah itu. Dia kenapa sih? Sok tegas! Apa ini karena pekerjaannya?

Huh! Padahal pagi tadi masih sok imut. Cengar cengir karena mau menitipkan anaknya padaku. Sekarang wajahnya sudah belagu begitu.

Awas saja. Pasti kubalas!

“Saya tanya ke Mela, bukan ke kamu.”

“Yang dibilang temen saya bener pak. Kami mau buat acara kelulusan.“

“Kamu itu anak perempuan Mela. Kok bisa-bisanya keluyuran sama pemuda-pemuda yang nggak kamu kenal.”

“Saya kenal mereka kok. Semuanya teman saya,” jawabku nggak mau kalah.

Aiman mulai ngajak debat. Dia seperti tak terima kulawan semua nasehatnya.

“Banyak kasus pelecehan pada perempuan semuanya berawal dari pertemanan. Pelaku biasanya orang terdekat kamu. Jangan percaya sama laki-laki,” bisiknya.

Aku merinding seketika saat ia mengatakan hal itu tepat di dekat telingaku. Mungkin menghindari mas Adi yang akan mendengarkan ucapannya.

Tapi aku tahu maksudnya. Om sompret ini hanya ingin menakutiku saja. Mana ada yang seperti itu, kan?

Setelah kulihat di berita kriminal, ternyata memang banyak kasus seperti itu sih.

Hih! Jadi ngeri.

“Nggak mungkin. Teman saya baik-baik. Bapak belum kenal saja siapa mereka.”

“Oh ya? Buktinya kamu ketangkep begini. Kalau dibiarkan, bisa saja kalian semua ada di dalam.”

Semua temanku langsung membantah ucapannya. Dan Aiman tetap tidak mau disalahkan atas tuduhan yang ia layangkan pada teman-temanku.

“Kami nggak mungkin gitu pak. Kami —“

“Semuanya ke kantor. Tulis laporan lalu hubungi orang tua atau wali kalian masing-masing,” tukas Aiman yang lagi-lagi titahnya tak mau dibantah.

Aku panik. Jelas sangat panik. Kalau ke kantor otomatis bapak sama ibu bakal ke sana untuk menebusku. Dan pastinya bapak semakin nggak akan percaya untuk melepas anaknya pergi kuliah di Jakarta

Oh My God. Ini tidak bisa dibiarkan!

“Paaaak! Tunggu.”

Aku mengejar Aiman yang hendak masuk ke mobilnya. Dengan refleks aku menarik lengannya dan beliau ini langsung menoleh.

Demi apapun, aku ingin hal ini cepat selesai. Maka dari itu, aku akan lakukan apa saja untuk bisa mencegah diriku sendiri terseret ke kantor polisi.

“Mau bicara. Empat mata. Sama bapak!”

Aku sampai bicara terbata-bata seperti itu. Seumur hidup. Baru kali ini aku dibuat kalang kabut. Sama pria angkuh, sombong, congkak sepertinya.

Issh gregetan. Ingin cabut bulu kakinya.

“Kamu mau nyogok saya?”

“Iya!”

Dia terbelalak tak percaya. Akupun juga begitu.

“Bukan! Maksudnya saya mau deal-dealan sama bapak!”

“Deal apa?”

“Gala. Saya yang jagain. Saya asuh deh selama bapak bertugas. Gimana?”

Aiman tampak berpikir keras dengan penawaranku ini. Aku yakin dia akan tertarik, karena dengan begitu dia tidak akan khawatir lagi untuk menitipkan anaknya selama asisten rumah tangganya itu masih belum bisa kembali bekerja.

Aku dengar dari ibu sebelumnya bahwa kemungkinan Gala akan lebih lama diasuh di rumahku. Karena aku menolaknya, maka Gala hanya dititipkan selama dua hari saja. Nah dengan penawaran ini pastinya Aiman akan lega bukan?

Tapi kalau dia menolaknya? Habislah aku —

“Kalau saya nolak?” jawab Aiman masih dengan nada angkuhnya.

Kalau saja kami benar-benar bicara berdua mungkin satu tinju berhasil melayang di wajahnya.

Aku benar-benar frustrasi sekarang.

“Haiis!”

“Oke. Saya pikir-pikir dulu. Kamu masuk. Saya antar sendiri ke rumah.”

Aku tak percaya dia semudah itu menerima tawaranku. Ternyata ideku berhasil. Tapi kenapa harus dia yang antar aku pulang? Kan nggak harus seperti itu.

“Kenapa bapak mau antar saya ke rumah? Nanti orang rumah bertanya-tanya, kan?” elakku.

“Oh, jadi kamu maunya pulang sama pacar kamu itu?”

Aku mengernyit saat Aiman menunjuk mas Adi sebagai pacarku. Walau aku ingin itu terjadi, tapi membuat kebohongan kalau mas Adi pacarku juga tidak baik ujungnya nanti. Jadi kuurungkan niatku itu.

“Enggak! Kami nggak pacaran.”

“Beneran?” tanya Aiman lagi. Kali ini dengan sunggingan senyuman di bibirnya.

“Serius! Bapak kenapa seneng banget sih ngusilin saya? Haiis!” gerutuku.

Aiman tak menjawab omelanku itu. Dia malah tertawa sambil membuka pintu mobilnya. Aku kembali teringat dengan Donita. Sebelum masuk, aku minta temanku yang itu juga ikut bersamaku.

Berduaan dengan duda juga berbahaya kan? Mau siapapun dan apapun profesinya, yang namanya setan selalu nyelip diantara dua manusia yang berlainan jenis. Itu kata ustad Madi.

“Saya mau bawa Donita! Dia cewek sendiri, pak.”

“Hum. Boleh,” balasnya.

Tak lama Aiman bicara dengan temannya sedangkan aku memanggil Donita untuk ikut bersamaku. Sahabat baikku tampak lega karena masalahnya telah terselesaikan.

Meninggalkan rekanku yang lain, kami berdua duduk di kursi penumpang. Aiman mulai menyalakan mesin mobilnya kemudian beranjak dari lokasi.

“Kali ini saya lepaskan kalian semua. Tapi lain waktu tidak ada ampun.”

“Iya,” jawab kami serempak dengan nada memelas yang sama pula.

“Kalian jangan lagi ikut-ikutan acara seperti itu. Kalian nggak akan tahu apa yang terjadi kalau pergi ke tempat tujuan yang nggak jelas,” sambungnya lagi.

Dan lagi-lagi kami membalas ucapannya dengan jawaban, iya.

Aiman terlihat puas. Dia pun melajukan mobilnya hingga kami sampai di gang rumah. Aiman menyuruh kami turun di tempat tersebut dengan alasan tak ingin membuat tetangga terkejut dengan kedatangan mobil polisi di depan rumahku. Aku lega, akhirnya Aiman mengerti maksudku.

“Terima kasih pak,” ucap Donita yang hampir ingin menangis lagi. Aku menahannya untuk melakukan itu.

“Sama-sama. Silahkan, pulang ke rumah masing-masing. Mela, saya titip Gala.”

“I..iya,” jawabku sedikit gugup.

Setelah mengatakan itu, Aiman dan temannya pun putar balik agar bisa keluar dari gang. Melihatnya pergi, aku dan Donita kemudian saling berangkulan menghadapi kenyataan malam ini. Kami lega karena hal lebih buruk tidak terjadi.

“Untung pak Aiman baik,” puji Donita.

“Baik apaan. Dia kan nerima sogokanku.”

Donita terperangah. Ya sama. Aku sendiri juga tak percaya dengan apa yang sudah kuberikan pada Aiman.

“Hah? Sogokan apa?”

“Jagain Gala. Sepuasnya. Semau dia!”

Donita tiba-tiba berhenti berjalan. Aku menoleh karena ulahnya itu.

“Kenapa berhenti disitu? Nggak mau pulang?”

“Pas tuh. Jagain anaknya nikahin bapaknya sekalian Mel,” candanya yang langsung kuberikan cubitan keras di lengannya.

“Ngawur! Nggak usah ngomong yang aneh-aneh Don —“

“Ya kan nggak apa-apa Mel. Kali aja kalian jodoh,” ulahnya lagi yang semakin buatku kesal. Tapi sayangnya dia sudah masuk ke dalam pagar rumahnya dengan masih meledekku.

Jodoh apaan! Amit-amit. Moga aja itu nggak akan terjadi.

==

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI MUDA   Janda Pirang

    Perdebatan diantara keduanya masih berlanjut. Aku dan Gala memilih diam sambil mendengarkan suamiku dan mantan istrinya saling membahas masa lalu.“Enggak bisa. Kamu nggak bisa ikut.”“Kenapa nggak boleh sih, Mas? Kalau kalian pergi, terus aku gimana? Aku kan mau main bareng Gala hari ini.”Yeu…makannya ngasih kabar. Biar situ nggak sia-sia datang ke sini, batinku.“Makannya kamu ngasih kabar dulu. Jadi kamu nggak sia-sia datang ke sini,” tukas Aiman dengan nada tegas.Eh eh…..tumben kita kompak?“Ya….aku kan mau kasih surprise ke anak kita. Lagian kalau aku ikut juga nggak akan ganggu kok. Anggep saja aku nggak ada.” Susan masih bersikeras dengan kemauannya.Dia sengaja menekan kata ‘anak kita’ sambil menoleh padaku. Tak sengaja pula kuputar bola mataku – jengah padanya setelah mendengar janda pirang satu itu tengah tebar pesona. Entahlah. Aku menganggapnya seperti itu. Mungkin karena sesama wanita yah jadi aku bisa membaca tingkah lakunya yang tak biasa.Susan berdandan dengan supe

  • ISTRI MUDA   Berbaikan

    “Mama udah sehat?” tanya Gala begitu ia keluar dari kamarnya.Dengan piyama dinasaurus hijau kesukaannya, Gala datang memelukku yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecil ini. Lebih tepatnya sih memanaskan makanan yang kemarin dibawa ibu mertua dan kakak ipar.“Lumayan. Gala sikat gigi dulu sana, habis itu bangunin papa terus kita sarapan.”“Papa sama mama udah nggak berantem, kan?” tanya Gala dengan tatapan memelas. Aih…apa dia masih kepikiran soal kemarin? Untung saja Gala nggak cerita soal pertengkaran kami pada Oma dan tantenya kemarin. Kalau tidak, mungkin kami sudah di sidang selama berjam-jam.Aku terdiam mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir mungilnya itu. Well….aku tak bisa bilang bahwa kami sudah baik-baik saja. Justru tadi malam terjadi hal yang membuatku tercengang sampai-sampai om sompret itu ingin kutelan hidup-hidup.Setelah kejadian tersedak itu, Aiman mulai bertingkah aneh. Atau mungkin sebenarnya sudah aneh sejak aku sakit beberapa hari yang lalu. Ai

  • ISTRI MUDA   Aiman Berulah

    Note : Maaf ya gak bisa tepati janji buat double up. Karena aku juga nulis di tempat lain dan itu keteteran. Jadi aku update sehari sekali aja yah. Mianhe===Siapa yang tidak terkejut setelah mendengar pengakuan Aiman tentang status kami?Bagai petir di siang bolong, aku sumpahin giginya Aiman ompong!Tanpa babibu, aku langsung mendorong Aiman menjauh dari pembicaraan ini. Tapi apalah daya, tenagaku tak cukup kuat untuk mendorongnya yang memiliki tubuh atletis bak binaragawan yang pernah ia pamerkan padaku di malam pertama kami tinggal bersama.Akhirnya….aku hanya bisa misuh-misuh padanya sambil menyipitkan mata.“Mau kamu apa sih! Lagi-lagi keluar dari perjanjian!”“Perjanjian apa?” balas Aiman ikut berbisik.“Kan aku ngasih syarat ke kamu….jangan sampai status aku terbongkar di kampus!““Mel,” panggil kak Rendi yang tanpa sadar sudah kubuat seperti emping kering karena kelamaan dijemur.Tanpa sadar aku sudah menatap kak Rendi dengan pandangan iba, “Kak! Ini tuh –““Kamu nggak usah

  • ISTRI MUDA   Ngajak Komitmen

    Setelah berbulan-bulan di Jakarta, baru kali ini aku sakit.Ibu bilang, badanku ini penuh dengan zat besi, kalsium, vitamin dan segala macam karena ketangguhanku yang tak mudah sakit sejak kecil. Di saat anak-anak dulu sakit berjamaah terserang demam, cacar, campak dan segala macam, aku malah sehat walafiat karena imun yang kuat. Mungkin pernah beberapa kali kurang enak badan, namun pada akhirnya aku pasti lekas sembuh sampai tak perlu pergi ke klinik.Mungkin musim dan udara di Jakarta kurang cocok denganku. Buktinya… aku terserang penyakit yang bernama meriang hampir selama dua hari.Aku terserang batuk dan juga demam. Alhasil, aku tak bisa melakukan rutinitas seperti biasa termasuk menyiapkan keperluan Gala dan bapaknya.KLONTANG!Suara nyaring dari dapur terdengar begitu jelas. Aku yang berada di dalam kamar sambil selimutan pun terpaksa harus bangun karena suara berisik yang sejak tadi terdengar di area dapur.Itu bapak sama anak lagi eksperimen apa sih di dapur? Ngerakit bom kal

  • ISTRI MUDA   Sakitnya Tuh Di Sini!

    “Pacar? Emang kamu udah punya pacar?”Oooh! Ngeremehin ane rupanya?“Ya ada dong! Emang kamu aja yang boleh pacaran sama si tepos?”Aiman menaikkan sebelah alisnya.“Baru beberapa bulan kuliah, jangan pacaran dulu! Nanti aku laporin ke bapak kamu!”“Ishh mentang-mentang polisi mainnya lapor-laporan. Aku juga bisa…laporin kamu ke mama!”Aiman mulai komat-kamit seperti mbah dukun. Daripada aku semakin kesal karena terus menghadapinya, akupun beranjak pergi sambil menutup pintu cukup kencang di hadapannya. Tak lama Aiman menyusul sambil bertolak pinggang.“Mel! Saya belum selesai bicara!“Aku mengabaikannya dengan terus berjalan keluar rumah. Terlihat di luar pagar, kak Rendi menungguku muncul dengan senyuman yang selalu terlihat tulus daripada om sompret yang ada di belakangku itu. Dengan mobil antiknya, kak Rendi menghampiriku untuk membawakan tas ransel yang cukup padat isinya itu.“Kayak mau minggat aja Mel,” celetuknya yang sama persis seperti ucapan om sompret.“Kok kalimat kalian

  • ISTRI MUDA   Aku Hanya Ibu Sementara

    Aiman keluar dari mobil setelah memutarinya.“Gala –““Oh….jadi ini tugas pentingnya sampai lupa buat jemput anak?”Mendengar ocehanku, Aiman menepuk keningnya sambil berlutut di depan anaknya untuk meminta maaf.“Maafin papa yah. Papa lupa dan hp papa lowbet lupa di cas.”“Hp mama juga lowbet, tapi mama inget Gala,” balas Gala yang membuatku cukup tercengang. Aku pikir Gala bukan anak yang suka membalas ucapan papanya. Ternyata dia cukup cerdas untuk menjawab.Bagus Gala! Marahin aja papa kamu itu!“Gala – maafin papa yah.”Gala memalingkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Selama Aiman tengah membujuk putra semata wayangnya, aku tengah awasi betina bernama Raline yang pernah meremehkanku karena tak pantas menjadi istri Aiman. Di dalam mobil ia terus berdiam diri sambil memperhatikan ayah dan anak tersebut. Sesekali pandangan kami bertemu namun dengan cepat dia memalingkan wajahnya.Dih! Pant*t tepos aja sok banget! Omelku dalam hati.“Makannya inget anak sama istri di

  • ISTRI MUDA   Kecewa

    Aku adalah tipe orang yang tak bisa menyembunyikan apa yang kurasakan. Kalau marah ya marah. Kalau aku nggak suka sama sesuatu ya aku akan bilang aku nggak suka.Seperti pagi ini. Semangatku untuk menyiapkan segala kebutuhan keluarga kecilku seperti sedang membara dan berkobar. Gala melihatku dengan wajahnya yang terheran-heran sambil bilang ….“Mama hari ini kok bahagia banget?” “Ah masa sih?” tanyaku sambil membolak-balik ikan yang tengah kugoreng. Mendengar pertanyaannya, akupun tanpa sadar menyunggingkan senyum seperti joker.“Iya. Mama senyum-senyum terus.”“Ah kak Mel kan emang suka senyum.”“Tapi kali ini beda.”Aku selesai menggoreng ikan lalu lanjut kurangi minyak makan untuk digunakan menumis sambal yang sudah kuulek sebelumnya. “Bedanya bikin Gala suka atau enggak?” tanyaku sambil mengaduk-aduk sambal. Tak lama Gala – putra sambungku ini mengangguk-anggukkan kepalanya dengan antusias.“Suka dong,” pujinya yang membuatku semakin gemas sendiri.Monday, Tuesday, Wednesday, T

  • ISTRI MUDA   Kecanduan

    Terdengar suara ledakan lagi setelah aku meninggalkan lokasi. Ledakan itu membuat orang-orang yang ada di sana kian waspada dan juga ketakutan.Aku juga semakin gelisah karena hal itu. Gelisah memikirkan bagaimana nasib Aiman.“Pak pak pak! Berhenti pak! Saya mau turun!”“Jangan neng. Bahaya! Itu pasti serangan teroris,” ungkapnya sok tahu.Tapi biasanya memang seperti itu. Teroris pasti selalu ada karena sumbernya belum dimusnahkan.“Iya pak saya tahu. Tapi saya khawatir pak sama polisi tadi!”“Biarin aja neng, kan emang tugas mereka.”Kenapa aku yang sakit hati yah mendengarnya? Apa polisi bukan manusia?“Mereka kan tugasnya ngejagain kita. Kalau nggak gitu,mereka nggak kerja!” ucap pak supir taksi lagi yang sepertinya punya dendam kesumat sama polisi. Nadanya sinis. Dan dia seperti tak merasa bersalah sudah bicara seenaknya tentang profesi seseorang.“Berhenti pak! Saya bayar sampai sini!”Melihatku yang ngotot minta turun, akhirnya pak supir itupun menghentikan mobilnya. Kuserahka

  • ISTRI MUDA   Tugas Berbahaya

    Sepanjang perjalanan, Aiman seperti orang sakit gigi. Diam terus-terusan sambil membawa mobilnya menuju rumah.Memang sih, siapa yang tidak terkejut dengan kasus jenderal satu ini. Semua orang yang ada di sana termasuk aku, sudah jantungan melihat aksi koboi sang jenderal kepada istrinya. Untung saja ada yang segera menengahi. Kalau tak, pasti akan ada banyak orang yang berguguran di tempat latihan menembak itu.Karena Aiman tak mau membahas hal ini lagi, maka akupun tak mau angkat bicara. Jadi kualihkan saja pandanganku pada jendela mobil sambil memperhatikan hujan yang mulai turun sedikit demi sedikit. Kalau di kampungku dulu, biasanya kalau hujan begini paling enak minum teh sambil makan pisang goreng.Duhlah…apalagi kalau disambung dengerin music galau atau lagu-lagu nostalgia, jadi bertambah lagi syahdunya.Tapi sekarang, di mana aku bisa beli pisang goreng?Masak sih gampang, tapi di rumah komplek mana ada kebon pisang? Kalau dulu kan tinggal jalan saja ke kebon belakang rumah,

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status