Share

Satu kamar

SABRINA

"Tebak aku dimana?" seru penelpon di seberang ketika aku mengangkat teleponku.

 

Ini masih jam enam pagi dan aku sudah di telepon.

 

"Bandara. Ya, kan?"

 

Salsabila tertawa kencang. Hari ini dia memang tiba di Indonesia sesuai rencana. Seharusnya dia bisa menggunakan penerbangan pribadi, sesuai tawaran Mas Bara. Tapi, wanita itu menolak dan bersikeras untuk naik pesawat komersial saja. Dia memang sering beda pemikiran dengan Mas Bara. Kalau Mas Bara memikirkan kenyamanan dan kecepatan, Salsabila bilang itu pemborosan. Toh, dia tidak diburu deadline tertentu.

 

"Aku akan kerumahmu, Sabri. Ayo kita sarapan bersama."

 

Setelah mengatakan hal tersebut, wanita itu langsung menutup telepon. Dengan susah payah mengenyahkan kantuk, aku pergi mandi. Setelahnya aku meminta pembantu menyiapkan nasi goreng untuk Salsabila dan mungkin Mas Bara. Aku selalu berangkat lebih pagi dari Mas Bara, jadi aku tidak tahu pasti apa yang dimakan setiap hari. Untukku, seperti biasa roti selai coklat madu dan secangkir kopi atau teh.

 

"Selainya habis, Bu,"

 

"Habis?"

 

Seingatku kemarin masih ada separuh jar, kenapa sudah habis?

 

Pembantuku tersenyum kecil, "Bapak yang makan. Sarapan kemarin makan pakai roti selai, semalam pulang kantor ngemil itu juga. Langsung ludes."

 

Hah? Tumben banget.

 

Mumpung masih pagi dan Salsabila belum tiba di rumah, aku buru-buru membuat selai coklat madu baru. Aku terbiasa membuatnya sendiri, jadi ya, aku bisa membuatnya dengan cepat melakukannya. Saat aku masih mengolah selai dan pembantu kami menyiapkan nasi goreng, aku mendengar teriakan memanggil namaku dari arah ruang tamu.

 

"Sabrina!!"

 

Aku terperanjat saat Salsabila melompat kepelukanku. Aku dan Bila memang sangat dekat, mungkin karena kami seumuran. Selain itu kami juga memiliki kemiripan lain, sama-sama tidak punya teman dekat. Hidup di circle ini memang susah untuk memiliki teman yang baik, jadilah aku terperangkap di sini bersamanya. Tapi kemiripanku dan Bila justru berbeda dengan Mas Bara, dia punya banyak teman untuk bersenang-senang.

 

"Mas Bara mana?"

 

Aku menunjuk lantai atas dengan daguku.

 

"Sapalah dia dulu, sebentar lagi sarapan akan siap."

 

Dia tersenyum lebar kemudian naik ke lantai dua. Aku kembali menekur masakanku dan membantu pembantuku menata sarapan di meja. Tak berapa lama setelah kami usai menata, Bila turun sambil menyeret Mas Bara. Biasanya kalau akhir pekan Mas Bara akan bangun siang dan pergi sekitar jam sepuluh pagi untuk berolahraga atau mengunjungi teman-temannya. Meskipun sudah mandi dan segar, aku tau Mas Bara masih mengantuk.

 

"Bangun siang bikin rezeki kepatok ayam, Mas!" ujar Bila saat kami sudah duduk mengitari meja makan.

 

"Biarkan mereka mematok rezekiku di akhir pekan. Toh, aku sedang libur, Bi," balas Mas Bara males-malesan.

 

Salsabila memutar bola matanya, "Aku bahkan tidak bisa mengkritik apapun, karena keluarga kita makin kaya raya semenjak kamu yang mengelola semua usaha Papa."

 

Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Selalu ramai seperti ini.

 

"Iya, kamu harus tahu menambah pundi-pundi kekayaan itu melelahkan. Jadi, seharusnya kamu membiarkan aku tidur tenang saat weekend begini. Aku yakin Sabrina juga keberatan kamu bangunkan sepagi ini."

 

Salsabila tertawa menanggapi dan mulai mengambil nasi goreng ke piringnya.

 

"Kamu harusnya menyambut hangat kedatanganku, Mas. Aku sekarang, kan, sudah resmi jadi rekanmu untuk memperkaya keluarga kita." Salsabila masih saja punya bahan menimpali Mas Bara.

 

Mas Bara cuma geleng-geleng kepala menanggapi.

 

"Nih," Salsabila menyerahkan wadah nasi goreng ke Mas Bara, namun ditolaknya.

 

"Na, tolong," 

 

Aku melihat kemana tangannya menunjuk, roti bakar dan selai coklat madu. Sejak kapan dia makan makanan ini??

 

"Agendamu apa memang?"

 

Salsabila menelan makanannya kemudian menatap Mas Bara, "Aku mau bersenang-senang dengan Sabri sampai besok. Aku juga akan menginap di sini. Sebaiknya kamu segera pindah kamar untuk dua hari, Mas."

 

Mataku membulat menatap Salsabila, apa-apaan ini??

 

Salsabila memang tahu kalau aku dan Mas Bara pisah kamar. Kami hanya akan tinggal dalam satu kamar kalau ada orang tua kami saja, tapi tidak kalau dia yang datang berkunjung. Untuk apa??

 

"Masih banyak kamar lainnya, Bi," bantah Mas Bara.

 

"Kamar lain pasti udah lama kosong, baunya akan aneh. Aku tidur di kamar Sabri saja. Sabri biar ngungsi ke kamar Mas Bara."

 

Astaga.... Meskipun sudah biasa melakukannya, tetap saja aku tidak nyaman dengan hal itu. Kalau tidak penting sama sekali, lebih baik tidak usah.

 

"Bi, aku---"

 

"Ah, iya, Mama dan Papa bilang mau menyusulku ke sini nanti sore ini." Potong Salsabila pada perkataanku.

 

"Apa?!" Mas Bara mewakili keterkejutanku.

 

Salsabila memasang cengir polos, "Senin udah pulang kok. Mereka pasti kangen sama aku."

 

"Kenapa tidak ada yang mau memberitahu kami?" tanyaku curiga.

 

Salsabila menggidik bahu, "Nanti mungkin."

 

Alamat deh aku harus beres-beres kamar dan ngungsi ke kamar Mas Bara untuk dua malam, atau mungkin lebih.....

 

 

 

 

Nad28

Semoga suka dengan cerita pertamaku di Goodnovel^^

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status