“Jangan memarahi Nona Rena, Tuan, dia tidak bersalah. Dia mengobrol bersama saya dan pelayan lain, karena dia merasa bosan dan saya yang menyarankan dia untuk pergi ke taman belakang.”Neni berdiri dengan posisi kepala tertunduk, sambil menjelaskan semua yang telah terjadi kepada sosok Reykana yang sedang berdiri di depannya. “Jangan membelanya.”Neni langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan, saya tidak membelanya. Kenyataannya memang seperti itu, Nona Rena tidak bersalah, dia hanya ingin mengobrol dengan kami dan menceritakan tentang kebaikan anda.”Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya lagi. “Di luar semua itu, saya tetap meminta maaf kepada anda, karena sudah mengingkari permintaan anda, Tuan. Saya gagal untuk membatasi interaksi antara Nona Rena dengan pelayan yang lain,” lanjutnya lagi. Mendengar semua ucapan itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, laki-laki itu terlihat meletakan cangkir kopi yang semula dia genggam ke a
Reykana terlihat cukup terkejut, saat melihat keadaan Rena yang sedang menangis sekarang. “Katakan kepadaku, apa yang terjadi kepadamu? Apakah ada sesuatu yang menyakitimu?” tanya laki-laki itu lagi.Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang turun semakin deras. Hingga akhirnya, Reykana pun memeluk tubuh Rena, karena tidak tahu harus melakukan hal apa, untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. “Tu—tuan, tolong maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku benar-benar minta maaf, karena sudah membuatmu marah. Sungguh, aku nggak bermaksud membuatmu marah, aku ngg—““Sudah, tenangkan dirimu dan berhenti meminta maaf.”Reykana memotong ucapan Rena, kemudian melepas pelukannya. Lalu, dia menatap wajah wanita itu dalam-dalam, sambil tersenyum simpul. “Tidak masalah, hal itu terjadi bukan karena kesalahanmu sendiri. Cukup berjanjilah kepadaku untuk tidak mengulanginya lagi yah?” lanjut
“Pelajaran hari ini benar-benar sangat banyak. Aku nggak tahu, bisa tahan nggak dengan pelajaran yang cukup memusingkan itu,” gumam Rena, sambil memijit dahinya sendiri. “Buah untuk anda, Nona Rena.”Sosok Neni mendekati Rena, kemudian meletakan sepiring buah ke atas meja yang ada di hadapannya. “O—ouh iya, terima kasih, Mbak Neni. Maaf merepotkanmu,” balas Rena. Neni menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu bukan masalah yang besar dan juga kewajiban saya untuk membantu anda, Nona,” balasnya. Mendengar jawaban itu, Rena tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Apakah anda baik-baik saja, Nona? Maksud saya, apakah Tuan Reykana tidak memarahi anda sejak kejadian lusa itu?” tanya Neni, beberapa saat kemudian. “Nggak, Mbak. Aku sudah meminta maaf pada Tuan Rey dan dia memintaku untuk melupakan hal itu. karena bagaimanapun juga, semuanya tetap kesalahanku, Mbak,” jawab Rena, jujur. Neni mengh
Rena merasa jantungnya akan berhenti berdegup, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh sosok laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini. “Me—menikah? Bu—bulan depan?” tanyanya, masih dengan nada terbata dan rasa tidak percaya. Reykana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. Rena langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya, kemudian mengajukan suatu pertanyaan. “Tuan? Apakah waktunya nggak terlalu cepat? Maksudku, sekarang kita belum melakukan persiapan apapun.”“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan semuanya, Rena. Aku hanya meminta kesiapanmu, untuk urusan persiapannya, aku dan Bundaku yang akan mengurusnya. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” balas Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang menunjukan keyakinan. Mendengar jawaban itu, Rena terdiam sejenak, seperti sedang mencerna sesuatu. Namun, ekspresi bingung dan terkejut, jelas masih terpancar pada wajahnya yang sekarang telah beruba
Reykana memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, kemudian dia turun dari sana bersama dengan Rena. “Aku akan menunjukan tempatnya kepadamu,” ucap Rena, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Reykana. Setelah itu, Rena berjalan lebih dulu di depan dan Reykana berjalan tepat di belakangnya. Hingga akhirnya, Rena dan Reykana menghentikan langkah kaki mereka tepat di depan sebuah makam. “Orang tuaku sudah meninggal,” gumam Rena, sembari berjongkok di samping makam itu. Reykana ikut berjongkok juga di samping Rena, kemudian melepas kacamata hitam yang semula dia gunakan. Lalu, laki-laki itu terlihat menganggukan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sedalam apa informasi yang kamu dapatkan tentangku, Tuan?” tanya Rena. “Itu bukan sesuatu yang penting untuk dibicarakan di sini, Rena,” jawab Reykana, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rena. Rena hanya tersenyum, kemudian menabur bunga yang dia bawa ke atas makam, yang berada di depannya. “Halo, Ibu. Maafkan aku, karena aku baru
“Wah, calon menantuku benar-benar terlihat cantik dan bersinar. Kamu benar-benar sempurna, Sayang.”Meryn langsung menyambut kedatangan Rena dengan senyuman dan pelukan hangat. Dia terlihat bahagia saat melihat Rena dan Reykana ada di rumahnya sekarang ini. “Terima kasih, Tante. Tante Meryn juga sangat cantik,” balas Rena. Meryn menggelengkan kepalanya, kemudian menuntun Rena untuk duduk bersamanya di atas sofa. Sementara Reykana, dia juga duduk di hadapan Meryn dan Rena, dengan sosok Deva di sampingnya. “Apakah kamu gugup, Rena? Pernikahanmu dan Reykana sebentar lagi akan dilaksanakan dan persiapannya akan secepatnya diselesaikan,” tanya Meryn. Telapak tangannya terus menggenggam tangan Rena dengan lembut. “Tidak, Tante. Katanya, Tuan Reykana sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir. Jadi, ak—“Tunggu, Tuan Reykana?” potong Meryn, saat Rena belum menyelesaikan ucapannya. Sepasang kelopak mata milik Rena terlihat mengerjap perlahan dan
“Nggak seharusnya kamu ngusir aku, Mas. Ini rumahku, milikku.”Rena mulai tidak bisa menahan tangisannya lagi. Selama ini, wanita itu tidak pernah menyangka, kalau laki-laki yang begitu dia cintai, malah telah bermain di belakangnya bersama dengan wanita lain. Parahnya, suaminya itu telah melakukan pernikahan siri tanpa ada persetujuan lebih dulu dari dirinya. “Sudahlah, Mas. Usir dia cepat keluar dari sini. Aku sudah capek melihat drama seperti ini,” ujar wanita yang diperkenalkan sebagai istri kedua dari Dimas, ia tiba-tiba mengatakan kalimat itu dari mulutnya, setelah sedari tadi hanya diam dan memandangi apa yang terjadi di depannya. “Iya, usir saja, Dimas. Buat apa kamu pertahankan istri bodoh seperti dia. Nanti, bukannya kehidupanmu maju, malah tambah rusak kalau berjuang sama wanita seperti itu. Ibu sudah ikhlas kok, kalau kamu sudah nikah sama Tia. Toh, mau dibandingkan dari bagian mana pun, Tia jelas lebih baik dari pada Rena.” Entah sejak kapan sosok Ibu mertua dari Ren
“Aku ada di mana sekarang?” tanya Rena, ia membuka sepasang kelopak matanya perlahan, dengan rasa pusing yang langsung menyergap kepalanya. Namun, beberapa menit kemudian, rasa pusing itu terasa hilang begitu saja dan dia bisa mengumpulkan semua kesadaran jiwanya, dengan meluruskan pandangan matanya ke depan sana. Satu hal yang bisa dilihat langsung oleh Rena saat itu. Yakni, sebuah atap ruangan berwarna putih tulang, dengan lampu berukuran cukup besar yang berada di tengah-tengah atap itu. “Kamu sudah bangun, Nona?” Sontak, Rena pun langsung mendongakan kepalanya dan meluruskan pandangan matanya ke arah pintu. Saat pintu sudah terbuka lebar, wanita itu bisa melihat kehadiran sosok laki-laki dengan penampilan formal, dan dengan kaca mata yang terpasang pada hidungnya. Sosok laki-laki itu terlihat berjalan cepat ke arah Rena, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat panik. Mendengar pertanyaan itu, Rena pun menganggukan kepalanya. “Sebentar, aku akan panggilkan dokter untuk da