"Kamu sengaja ya, Mas?"Ditto menatap Kyra tenang. "Sengaja apa?"Kyra melihat sekitar, pada ruangan Ditto yang sepi dan di sekitar pintu yang juga tidak ada lalu lalang mahsiswa. Kyra duduk di kursi yang berhadapan dengan meja Ditto. Padahal laki-laki itu masih berdiri di belakangnya. "Duduk, Mas. Nanti orang-orang curiga." Kyra menarik lengan batik Ditto dengan dua jarinya; ibu jari dan telunjuk. Persis seperti ia kala membuang kucing.Ditto menurut, duduk berhadapan dengan Kyra. Selayaknya mahasiswa dan dosen pada umumnya ketika sedang bimbingan."Sengaja apa?" Ditto mengulangi kalimatnya. Kyra memicing, matanya menatap tak suka. "Sengaja nemuin aku ketika aku lagi sama teman-teman, kan?" Ditto mengernyit. "Maksudnya?"Kyra berdecak samar. Ia tidak suka Ditto pura-pura. "Biar ketahuan," jawabnya dengan ekspresi bete. "We have agreed to keep this a secret. Jadi Mas Ditto jangan sembarangan panggil aku ke ruangan Mas Ditto lagi."Ditto menegakkan tubuhnya, bersedekap dada. Ia mena
Pemutar musik itu melantunkan suara dari Olivia Rodrigo di tengah bisu keduanya. Meramaikan dari mulut-mulut yang hanya sesekali terdengar helaan napas karena menemukan kemacetan di pagi hari, ketika aktivitas baru saja berjalan.Kyra tidak turut memperhatikan jalanan. Ia tidak mau lelah, di tengah diri yang sudah kepayahan setelah kembali dari Pulau Tidung. Apalagi hari ini, jadwal kuliahnya padat. Jadi menambah beban di kepala soal urusan macet; itu sangat tidak berguna.Sibuk tangannya menggulir ponsel, pada laman-laman sosial media. Anehnya, wangi dari parfum yang dikenakan Ditto dan tanpa sengaja terhidu olehnya ... mendistraksi isi kepala.Ia jadi ingat, di Pulau Tidung itu, parfum itu terasa sangat menyenangkan sekali. Mungkin karena memang wanginya yang segar atau karena posisinya yang terlalu berdekatan dengan si empunya parfum.Tidak tahu juga.Ia hanya merasa, apa yang terjadi sebelum pulang kemarin -sesuatu yang sepele seperti membantu menggulung celana panjangnya- kini ti
Januari, 2024, Momen HoneymoonNona Anjani Ratri. Kyra benar, perempuan itu pasti perempuan yang ia lihat tiga tahun silam. Mereka seharusnya pulang dan beristirahat ketika sesi konseling itu berakhir. Tapi, suara perempuan -yang saat itu masuk ke suara pemutar musik- nampak nyaring dan girang saat mengabarkan bahwa dosen yang Ditto tunggu-tunggu berada di kampus dan menunggunya. Ditto yang senang itu, tidak bertanya padanya dan langsung membelokkan mobil menuju kampusnya. Bergegas, langkahnya tergesa dan lupa bahwa Kyra tertinggal, kebingungan sendirian.Pandangan mahasiswa itu menguliti dirinya. Membuat ia -yang sejatinya belum sepenuhnya sembuh- sedikit merasa cemas. Ia melaju lebih cepat, menyusul kemana arah Ditto berada. Lalu, ketika menyadari laki-laki itu sedang menyelesaikan urusannya dengan dosen yang terlihat sangat tua, Kyra diam. Tidak lagi mendekat. Menunggu dari jauh.Lalu ketika perkiraannya soal Ditto yang akan segera berbalik saat urusannya selesai akhirnya meleset
Januari, 2021 KelabuNamanya Nona Anjani Ratri. Rambutnya sebahu, senyumnya cantik dengan lesung pipi. Saat berbicara, ia selalu terlihat anggun. Saat tertawa, ia selalu menutup mulutnya. Lalu saat jatuh cinta, pandangannya berbinar-binar, mengarah tepat pada satu orang.Kyra mungkin hanya anak berusia 16 tahun yang minim akan pengalaman asmara. Tidak, ia bukan hanya minim. Ia buta soal asmara. Karena selama ini, ia selalu menjadi anak manis bagi ayah dan ibu, lalu mewujudkan keinginan mereka untuk mulai berpacaran setelah kuliah saja. Kyra selalu menjaga janji itu.Tapi, meskipun Kyra buta asmara, ia tetap manusia yang diberikan akal dan hati oleh Tuhan. Ia bisa memilah, mana yang sorot matanya hanya kagum sesaat atau mencintai sampai mendarah daging. Dan Nona Anjani Ratri, gadis yang sepuluh tahun terpaut usia darinya, sedang mengalami yang kedua.Jatuh cinta.Sampai ke nadi-nadi.Pada satu nama, laki-laki yang kini sibuk menyetir di sampingnya.Ersya Dean Arditto."Kenapa?"Rupanya
(Tolong ramaikan cerita ini dong, janji deh kalo ramai tiap hari update)****Ditto selalu menjalani hidupnya dengan baik, teratur dan disiplin. Ia melakukannya bukan karena tuntutan kedua orang tuanya. Tidak sama sekali. Mama dan papa tidak pernah memaksa Ditto untuk jadi ini, untuk jadi itu.Ditto melakukannya untuk dirinya sendiri.Lalu saat ini, ketika ia harus menjalani kehidupan rumah tangga -sandiwara- dengan perempuan yang sepuluh tahun lebih muda darinya, Ditto kelimpungan. Segalanya menjadi kacau, tidak lagi teratur.Seperti handuk yang setelah dipakai, diletakkan Kyra di tempat tidur.Atau saat Kyra melakukan sleep call dengan Ditto yang sibuk bekerja dengan laptopnya. Padahal aturan utamanya agar laki-laki itu fokus, tidak boleh ada suara-suara yang mengganggu.Oh, satu hal lagi. Karena pernikahan ini juga, ia jadi pandai berbohong. Terutama pada mamanya."Mas, sudah tidur?"Suara Kyra mengusik lamunannya. Ia yang meringkuk, membelakangi Kyra."Aku mau ngomong, Mas."Ditt
"Karena kamar ayah dan ibu sengaja aku kosongin dan nggak akan pernah aku pakai lagi, jadi ...." Kyra nampak memutus ucapannya, menatap sebentar ke arah tempat tidur miliknya. Ia beralih pada Ditto sambil menggigiti ujung kuku, nampak bingung."Jadi?" Ditto memastikan ujung kalimat rumpang Kyra."Jadi Mas Ditto juga tidur di sini, tapi!" Kyra menegaskan kata tapi tersebut. "Tapi jangan berani macam-macam," tegasnya seraya mengambil dua buah guling berwarna pink, lantas meletakkannya di tengah-tengah. Membuat tempat tidur sempit itu semakin lebih sempit.Ditto mengernyit. "Itu sama saja dengan kamu nyuruh aku untuk tidur di lantai.""Siapa bilang, aku nyuruh Mas Ditto tidur di kasur kok."Ditto berdecak samar. Ia meletakkan kopernya di sudut ruangan, enggan segera membongkar dan menyusunnya di lemari pakaian yang tadi baru saja selesai dipasang. Lemari yang membuat Kyra bersungut-sungut karena kamarnya semakin penuh.Ditto duduk di kursi meja rias Kyra, memakai kacamata, menyalakan lap