Home / Romansa / ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA / PROLOG dan CHAPTER 01

Share

ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA
ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA
Author: Nanasshi

PROLOG dan CHAPTER 01

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-07-30 15:42:24

PROLOG

***

"Mama ingin sekali melihat Kyra dan Ditto menikah."

Kalimat itu, meluncur bebas dari perempuan paruh baya yang kini memeluk tubuhnya. Mengalirkan angin dingin yang menerpa tengkuknya, membuat perasaannya meremang, sesungguhnya tak senang. Gagasan sekaligus seperti titah itu, sekalipun tidak ia sukai, anehnya ia balas dengan senyuman. Seolah itu adalah usulan paling brilian.

"Kyra sama Mas Ditto, Ma?" ulangnya dengan senyuman yang terpatri. Ia merenggangkan pelukannya, menatap sebentar pada laki-laki yang dimaksud. Hanya sebentar, ia tidak kuat menatap sorot mata datar itu. Lalu kembali menatap perempuan paruh baya yang masih suka memakai lipstik merah. "Mama nggak salah?"

Perempuan itu menggeleng. Ia menepuk pelan punggung tangan Kyra. Lembut dan berulang-ulang. "Mama yakin, Ditto pasti bisa jagain Kyra andai mama dan ayah sudah nggak ada di bumi ini."

Kyra masih terus tersenyum. Tapi tidak ada sepatah kata yang muncul sebagai jawaban. Jelas saja, kepalanya masih sibuk sekali mencerna. Hal yang tiba-tiba sekali ini membuat suara-suara di kepalanya riuh.

Ada yang mengumpat.

Ada yang keheranan.

Ada yang menangis sesenggukan.

Tapi memang tidak ada satupun yang berbahagia.

"Mungkin Mas Ditto sudah punya calon, Ma. Iya 'kan, Mas?" Kyra menoleh pada laki-laki itu yang sejak tadi diam seribu bahasa. Ia ingin meminta dukungan sekarang. Setidaknya dalam keadaan yang aneh ini, ia bisa mempergunakan sedikit isi kepalanya yang pandai itu. "Kayaknya waktu itu Mas Ditto bilang sudah punya pacar kok, Ma."

Perempuan yang dipanggil 'mama' itu menoleh pada seorang laki-laki yang sejak tadi memasang ekspresi dingin. Dilihatnya dengan seksama, sebelum ia kembali menatap pada Kyra. "Mama rasa nggak. Terakhir Ditto punya pacar itu waktu masih kuliah S1. Setelah itu, Ditto cuma fokus pendidikan dan karir. Iya 'kan, Ditt?"

Laki-laki itu menghela napas sebentar dan menjawab singkat. "Iya."

Kyra mengernyit, menatap pada Ditto, memasang beragam ekspresi sebagai kode. Perempuan itu ingin adanya penolakan atas usulan ini tapi jelas bukan berasal darinya. Kyra ingin Ditto yang menolaknya.

Sebab Kyra tidak bisa.

Menolak dan mengatakan tidak.

"Kyra mau, kan?"

Mata perempuan paruh baya itu memandang penuh binar harap pada Kyra. Menyudutkan Kyra sehingga ia tidak sempat -atau tidak bisa- untuk memilih tidak. Sebab pada perempuan paruh baya itu, Kyra bergantung selama ini.

Saat-saat terberatnya.

Saat-saat ia tidak memiliki siapa-siapa.

Saat-saat Tuhan bahkan seperti berpaling darinya dan memberikan cobaan tak terhingga.

Perempuan paruh baya itu -juga keluarganya- yang selalu ada di sisinya.

"Tentu, Ma. Selama Mas Ditto nggak keberatan, Kyra akan dengan senang hati menerima perjodohan ini."

Perempuan paruh baya itu melonjak girang, memeluk Kyra erat. Senangnya bukan kepalang. Berulang-ulang, ia mengucapkan terima kasih pada Kyra.

Lalu saat pandangan mata Kyra bertemu dengan Ditto, hatinya menjadi nelangsa diam-diam. Karena laki-laki itu, tidak pernah ada dalam doa-doanya. Laki-laki itu tidak pernah ada dalam kategori tipe suami yang diinginkannya.

Tapi ... hutang budi itu tidak memberinya pilihan.

Keluarga Ditto yang selama ini menjadi sandarannya, akan sangat tidak tahu diri rasanya andai ia menolak pernikahan ini. Walau jelas, hati Kyra sudah dimiliki oleh seseorang dan itu jelas bukan Ersya Dean Arditto.

Bukan.

Hati Kyra tidak diisi oleh laki-laki yang selalu berekspresi dingin dan tidak pedulian itu.

^^^^^

CHAPTER 01

Januari, 2021

Suasana mencekam itu, membuat matanya menangis deras. Tapi jari-jarinya mengerti bahwa itu situasi genting sehingga ia gunakan untuk membekap mulutnya sendiri. Tujuannya agar suara sedih dan ketakutan yang bercampur baur itu, tidak lolos dan terdengar.

Tidak.

Ia tidak boleh ketahuan.

Ibunya sudah mengatakan itu, lima menit lalu.

Orang-orang dalam jarak lima meter di depan sana terlalu menakutkan. Bukan hanya karena tubuh mereka yang tinggi dan tegap. Juga bukan hanya karena senjata tajam yang sejak tadi erat digenggam. Mereka menakutkan karena tetesan darah di lantai yang bergelumang. Menciptakan jejak sepatu karena terinjak. Memberi warna yang kontras pada lantai granit berwarna putih gading itu.

Darah itu, darah ayah dan ibunya.

Hatinya sangat sakit tatkala mata melihat bagaimana senjata tajam berkilat-kilat itu menebas dada ayahnya tanpa ampun. Juga tak lama setelahnya, masuk menembus perut ibunya hingga terburai. Ia ingin berlari mendekat, membawa keduanya ke rumah sakit. Dokter pasti akan menyelamatkan separah apapun luka mereka. Sebanyak apapun darah yang mengucur memenuhi rumahnya.

Tapi ....

"Jangan keluar, Kyra. Apapun yang terjadi, jangan keluar."

Ibunya mengatakan itu berulang kali, memaksa tubuh kurusnya bersembunyi dengan ketakutan di bawah ranjang yang penuh debu itu.

"Bangsat! Kamu bilang mereka orang kaya, mana coba harta-hartanya?"

Terdengar oleh Kyra, suara makian bersahut-sahutan. Mereka masih sibuk mengobrak-abrik setiap sudut rumah kecuali tempatnya sekarang berada. Atau mungkin belum. Karena sekarang, Kyra bisa melihat langkah-langkah kaki itu mendekat ke arahnya.

Kyra menangis lebih deras. Ia ketakutan. Sangat takut.

Tapi apa yang bisa dilakukan seorang remaja berusia 16 tahun dalam menghadapi tiga orang dewasa -mungkin lebih- dengan senjata tajam yang nyalang?

Kyra pasrah.

Ia hanya bisa melakukan itu.

Lalu ketika ia menangis karena harus mengakhiri perjalanan hidupnya di dunia yang menyenangkan ini, suara ramai-ramai orang dan sirine polisi terdengar. Membuat orang-orang jahat itu belingsatan kabur ke berbagai arah.

"Kyra ... Kyra, kamu dimana?"

Lalu seseorang mencarinya.

"Kyra ... ayo keluar."

Ia mengulurkan tangan padanya, membantu tubuh kurus dan lunglai itu keluar dari tempat persembunyiannya. Dan ketika tubuh gemetar Kyra berhasil diraih, ia mendekapnya. Mengusap kepalanya. Dan kata-kata bagai sihir itu, memenuhi kepala Kyra.

"Nggak apa-apa. Kamu aman. Kamu sekarang aman."

Dan setelahnya Ia tidak ingat apapun.

^^^

Ia gadis remaja berusia 16 tahun. Ia ada dikota asing yang baru 3 tahun ia tinggali. Lalu selama ia hidup dan mulai bisa mengingat, ayah dan ibunya tidak pernah menunjukkan keluarga lain selain kata 'ayah dan ibu'.

Tidak ada kerabat.

Tidak ada siapapun.

Kecuali dua kuburan tua tak jauh dari rumah lama mereka.

Oleh karena itu, ketika kemalangan itu menyambanginya, mengambil langsung seluruh keluarganya yang hanya terdiri dari ayah dan ibu itu, ia sendirian. Menjadi tuan rumah bagi para pelayat.

"Ada mama. Ada ayah. Ada Mas Ditto dan Gio. Kyra nggak sendirian."

Atau mungkin ia juga punya keluarga.

Saat ia hanya bisa mematung menatap pada jasad ayah dan ibunya, ada perempuan paruh baya yang senantisa memeluknya dan berusaha menguatkan diri Kyra. Juga ada laki-laki paruh baya dibantu tetangga mengurusi soal tenda dan kursi-kursi untuk para pelayat. Atau ada laki-laki muda yang sibuk mengurus ini dan itu terkait dengan kepolisian dan pernyataan saksi dari mulut Kyra. Juga adik laki-laki yang meraung-raung di sisi jenazah orang tuanya.

Kyra tidak sendirian.

Tapi sebanyak apapun orang-orang berada di sisinya, duka kehilangan tidak pernah mudah. Dunianya hancur, sekaligus. Ayah dan ibunya direnggut secara bersamaan dengan cara yang paling menyakitkan.

Kyra saksinya. Matanya melihatnya. Telinganya mendengar jeritan terakhir mereka. Tangannya gemetar ingin merengkuh keduanya.

Kyra menangis lagi, tanpa suara.

Kehilangan memang benar-benar tidak mudah. Mengucapkan selamat jalan pun sama tak mudahnya. Lalu ketika orang-orang mulai pulang dan kembali ke kehidupan mereka, tersisa Kyra sendirian.

Yang sedih sendirian.

Yang sakit sendirian.

Yang akan selalu sendirian.

^^^^

Mungkin beruntung, walau tidak layak dikatakan demikian. Setidaknya, Kyra ingin mengucap syukur untuk satu hal saja. Pada prasangkanya yang akan selalu sendirian dan berakhir meleset.

Setelah acara pemakaman selesai dan ramai-ramai orang mulai hilang, Kyra pikir ia akan tenggelam dalam kegelapan yang sepi. Yang akan membuatnya terus menerus mengingat malam itu hingga tidak berdaya. Lalu mengakhiri hidupnya sendiri adalah yang ia banyak pikirkan saat itu.

Tapi yang remaja pikirkan itu tidak terjadi.

Perempuan paruh baya itu, tidak kembali ke rumah mereka. Tidur di sisinya, memeluknya semalaman. Ia tidak banyak mengucapkan kalimat penghiburan, tapi keberadaannya mengisi sepi itu menolong Kyra. Menghalau upayanya untuk beringsut ke dapur dan mengambil sebuah pisau. Mengiris nadinya dan akhirnya menyusul ayah dan ibunya.

Juga, pikiran Kyra benar-benar tidak terjadi.

Karena suara-suara laki-laki yang sibuk berbincang, memecah bisu malam itu hingga pagi. Menjadi penyemarak yang lagi dan lagi, menyelamatkannya. Setidaknya, mungkin akan ada yang memaksanya turun andai ia menggantung tali untuk ia jeratkan di lehernya sendiri.

Kyra bersyukur akan hal itu.

Tapi rasa syukurnya, menjadi tidak terhenti saat perlakuan keluarga itu semakin menyelamatkannya.

Hari-hari murung yang Kyra lalui dalam ketakutan dan bayang-bayang darah, menimbulkan gelisah dan resah yang melebihi batas normalnya. Lalu ia akan histeris dengan badan gemetar. Menangis hebat hingga sesenggukan. Atau kadang-kadang, akan berlari ke toilet dan mengeluarkan isi perutnya di sana.

Dan keluarga itu, menemaninya untuk bertemu mereka yang kredibel di bidangnya.

Seminggu dua kali, kadang perempuan paruh baya, kadang anak laki-laki tertua mereka, kadang juga beramai-ramai sekeluarga. Mereka mengantarkan Kyra ke psikolog untuk meredakan segala ingatan masa lalu yang mengurungnya. Membantu Kyra agar bisa terbebas dari rasa bersalahnya dan kembali hidup dengan dengan normal.

^^^

Januari, 2024

Ia terpekur sendirian, menatap dirinya lewat cermin yang berdiri tegap hampir setinggi laki-laki dewasa di sudut ruangan. Tidak ada senyuman semringah juga euforia selayaknya mereka yang akhirnya mendapatkan lamaran dari orang tua kekasihnya.

Tidak ada.

Kecuali, kebimbangan.

Lalu perlahan berubah menjadi rasa sedih yang egois.

Kyra menyerah. Ia menangis. Tergugu sendirian di ruangan yang ia biarkan temaram karena hanya cahaya lampu ruang tengah yang menyala. Memeluk lututnya, berusaha meredakan gemetar yang timbul susul-menyusul.

Malam ini, dari sekian banyak rasa syukurnya karena Tuhan kirim keluarga itu untuk merawatnya dari luka, untuk malam ini saja, Kyra ingin menyesalinya.

Menyesali rasa syukurnya.

Kyra tidak peduli andai ia dikata tidak tahu diri. Ia juga tak keberatan dibilang kacang yang lupa kulitnya. Orang tidak tahu terima kasih, tidak punya rasa syukur, malin kundang atau ... apapunlah. Kyra ingin tidak peduli.

"Ikri ...."

Kyra menggumam sebuah nama. Laki-laki yang ia gunakan fotonya pada layar pembuka ponsel. Laki-laki yang sudah hampir satu tahun membuat hatinya jadi lebih riang dan gembira. Kyra memukul-mukul lengannya pada lantai keras itu. Mencoba mengurangi sesak yang mengganjal dadanya. Menggantikan suaranya yang tertahan tak kuasa untuk lepas berteriak.

"Tuhan nggak adil! Tuhan nggak adil! Nggak adil!" bisik Kyra lirih. "Setelah orang tuaku direnggut, kini jodohpun harus ditentukan?"

Kyra memejamkan mata. Membayangkan hari-harinya ke depan tidak lagi dilaluinya bersama Ikri tapi bersama laki-laki lain. Yang jangankan bersenda gurau, berbicara sepuluh kata saja sama sulitnya seperti menghitung butiran garam di tambak garam.

Kyra tidak bisa.

Kyra tidak mau.

"Aku bawain kamu jajanan yang kamu suka."

Suara laki-laki itu, tiba-tiba terdengar dari balik pintu. Ia dan Kyra, kini saling bersandar pada pintu yang sama. Tidak bisa saling melihat, hanya suara masing-masing yang saling terdengar. Tapi sayangnya, Kyra enggan mengeluarkan suara dan berbicara bersama laki-laki yang tidak kooperatif berdusta untuknya.

"Aku tunggu di luar dan kita bicara."

Siapa bilang Kyra mau. Ia bergeming, tidak mendengarkan perintah dari si empunya suara. Masih bertahan dengan posisi memeluk lutut, Kyra membiarkan waktu berjalan lambat. Di antara sepi yang mengitari mereka itu, lalu lalang kendaraan atau derak-derak jarum jam yang bergeser, menjadi satu-satunya suara.

"Ice cream-nya sekarang sudah cair."

Lalu Kyra yang tak tahan itu, memilih bangkit dan membuka pintu. Membuat keduanya kini saling berhadapan dan bertatapan. Membuat Kyra leluasa melihat wajah dingin tanpa ekspresi yang tidak berarti dan sulit dibaca. Juga membuat Ditto dengan mudah melihat mata yang sembab dan basah di pipi perempuan itu.

Lalu belum sempat Kyra mengatakan apapun, laki-laki itu menyerahkan sekantong plastik camilan dari indomart. Dan perkataan yang meluncur dari mulutnya, membuat Kyra membeku sesaat.

"Kamu boleh membatalkan rencana pernikahan kita, kalau kamu mau."

^^^^

TO BE CONTINUED

AYOOO FOLLOW I* : @nana.sshi_

untuk bisa lihat visualisasi mereka dan chat random mereka juga

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 04

    Lampu itu telah menyala. Mengambil rasa pengap dan sesak yang dibawa gelap beberapa menit lalu. Mengembalikan kelegaan dan sedikit rasa malu karena sisa-sisa basah di pipinya.Kyra menunduk, mencoba diam-diam menghapus jejak air matanya."Ini akan sedikit perih, jadi ... tahan."Kyra yang duduk di sofa itu, kembali menatap lurus pada eksistensi laki-laki yang sedang berjongkok di hadapannya. Tangan si laki-laki cekatan, membasuh luka sobek akibat pecahan vas bunga itu dengan alkohol. Membuat perih menguar, Kyra meringis menahan."Cuma sebentar sakitnya, tahan."Kyra masih tak menjawab. Ia membiarkan saja suasana aneh berada di sekitar mereka. Sepi dan dingin. Karena di ruang tamu itu, hanya tersisa mereka berdua kini. Mama Mona, Papa Shandi dan Gio sudah kembali ke rumah."Padahal aku bisa sendiri," ujar Kyra, sesaat setelah Ditto menyelesaikan pertolongan pertamanya dan menutup kotak obat. "Aku 'kan bukan bocah."Ditto menghela napas, bangkit dan menjauh. Ia memilih duduk di sofa yan

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   CHAPTER 03 (bagian 02)

    "Kata Deasy, kamu diusir dari kelas Pak Ditto, ya?"Kyra sedang double cleansing ketika panggilan dari Sesil meminta dijawab. Ia lantas menerima panggilan tersebut namun dibiarkan dalam mode speaker. Jadi sekarang, ketika Sesil masih sibuk berceloteh, Kyra belum juga menanggapinya."Menurut kamu, Pak Ditto itu sudah punya pacar atau belum ya?"Pertanyaan Sesil mengejutkan Kyra. Perempuan itu lantas meletakkan kapas yang semula sedang diusapkan ke pipinya. "Mana aku tahu," jawabnya ketus."Dih ... sensi banget yang habis diusir dari kelas. Salah sendiri, tumben-tumbenan telat. Mana telatnya nggak sadar diri lagi, sampai dua puluh menit."Kyra mendengus. "Namanya telat itu ya nggak bisa memilih. Aku juga maunya telat cuma lima menit biar si nyebelin itu nggak bikin malu."Terdengar tawa Sesil dari seberang telepon sana. "Meskipun nyebelin, Pak Ditto itu seksi tahu."Kyra memutar matanya; jengah. Ia tidak mengerti mengapa teman-temannya -khususnya yang perempuan- selalu mengatakan sikap

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   CHAPTER 03 (bagian 01)

    Katanya, obat segala gundah itu adalah bertemu dengan orang tersayang. Pada sang pujaan hati, ketika keluh kesah terluah, akan datang lega setelahnya. Begitulah yang ada di dalam keyakinan Kyra. Oleh karena itu, sekarang ini, kantin fakultas FISIP dan eksistensi seorang Zikri di hadapannya.Pipinya masih basah, sisa tangisannya beberapa menit lalu. Tepat setelah laki-laki itu tiba, Kyra memberinya sapaan dengan air mata."Sayang, kenapa? Hey, sayang?"Zikri atau lebih akrab disapa Ikri jelaslah bingung. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Jangankan berselingkuh, telat membalas pesan pun rasanya tidak ia lakukan. Ia juga sudah memposting foto Kyra yang cantik di instagramnya walau dengan resiko menjadi olok-olok teman tongkrongannya karena level bucinnya sudah akut."Sayang ... sudah dong. Kamu cerita, kenapa nangis? Biar aku nggak clueless begini."Kyra benar-benar berhenti menangis. Ia mencebik, memasang wajah memelas yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terenyuh. Tapi

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   CHAPTER 02 (bagian 02)

    Januari, 2024Kyra dan laki-laki yang menuduhnya main petasan itu, kini sedang berhadap-hadapan. Saling memandang dengan sorot yang sengit. Tidak ada satupun di antara keduanya yang ingin mengalah. Kyra bersedekap dada, mencoba bersikap pongah. Tiba-tiba ia ingat janjinya pada diri sendiri untuk tidak bersikap ramah pada laki-laki tersebut. Apalagi dalam situasi seperti ini, dimana ia bahkan tidak bisa diajak kerja sama."Coba ulangi kalimatnya," pinta Kyra dengan nada yang ketus.Ditto menghela napasnya panjang. Ia selalu merasa sudah lelah duluan setiap kali menghadapi manusia diusia 20-an. Belum juga bicara, energinya rasanya sudah terserap habis. Apalagi manusia usia 20-an ini adalah Kyra Aruma Wahid.Si kepala batu."Kamu boleh membatalkan rencana pernikahan ini."Kyra menggeleng pelan. Ia mendengus. "Kenapa harus aku?"Ditto mengernyit. "Jadi harus aku?""Iya dong!" tegas Kyra.Ditto semakin mengernyit. "Tapi 'kan kamu yang ingin rencana pernikahan ini batal."Kyra terkekeh. "Do

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   CHAPTER 02 (bagian 01)

    Januari, 2018, Hari KepindahanGadis kecil dengan cepol yang tinggi itu menggerutu pelan. Kakinya dihentak-hentak kasar ke jalanan saat tangannya sibuk membawa sebuah boneka beruang besar. Di sampingnya, sang ibu menatap dengan helaan napas panjang. Tidak ingin memperkeruh suasana, membiarkan rajukan-rajukan itu bagai angin lalu.Satu demi satu, barang-barang itu telah berhasil masuk ke dalam rumah. Memenuhi setiap sudut, berantakan. Dua orang dewasa itu tidak langsung membenahinya, asik dengan segelas es teh sambil membiarkan kaki mereka selonjoran di lantai."Nona manis, nggak tertarik dengan ice tea ini, kah?"Laki-laki berbadan tambun itu, menggoyang-goyangkan gelas es-nya. Ia juga membiarkan gelas itu menyentuh pipi si gadis kecil yang dibalas dengan rengekan ketus."Kenapa sih, nona manis?" Ia mendekat, meletakkan gelas es-nya di atas meja. "Nggak suka rumahnya?"Gadis kecil dengan cepol tinggi itu menoleh sekaligus mencebik. Matanya nanar, hampir tumpah ruah isinya. "Bukan ngga

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   PROLOG dan CHAPTER 01

    PROLOG***"Mama ingin sekali melihat Kyra dan Ditto menikah."Kalimat itu, meluncur bebas dari perempuan paruh baya yang kini memeluk tubuhnya. Mengalirkan angin dingin yang menerpa tengkuknya, membuat perasaannya meremang, sesungguhnya tak senang. Gagasan sekaligus seperti titah itu, sekalipun tidak ia sukai, anehnya ia balas dengan senyuman. Seolah itu adalah usulan paling brilian."Kyra sama Mas Ditto, Ma?" ulangnya dengan senyuman yang terpatri. Ia merenggangkan pelukannya, menatap sebentar pada laki-laki yang dimaksud. Hanya sebentar, ia tidak kuat menatap sorot mata datar itu. Lalu kembali menatap perempuan paruh baya yang masih suka memakai lipstik merah. "Mama nggak salah?"Perempuan itu menggeleng. Ia menepuk pelan punggung tangan Kyra. Lembut dan berulang-ulang. "Mama yakin, Ditto pasti bisa jagain Kyra andai mama dan ayah sudah nggak ada di bumi ini."Kyra masih terus tersenyum. Tapi tidak ada sepatah kata yang muncul sebagai jawaban. Jelas saja, kepalanya masih sibuk seka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status