"Zafran, ayo berangkat, Nak! Umi harus ke toko."Seorang anak laki-laki keluar dengan sepedanya lengkap dengan helm dan tas sekolah di punggungnya. Dialah Zafran, anakku."Zafran siap, Umi," ucapnya sedikit berteriak sambil perlahan mengayuh sepeda kecilnya.Aku dan Zafran berjalan beriringan, karena PAUD islami tempat Zafran belajar dekat dengan toko buku milikku jadi aku tidak khawatir membiarkan ia berangkat sendiri. Biasanya aku hanya melihat dari pinggir jalan, berbeda dengan akhir bulan ini. Aku selalu mengantar Zafran sampai ke sekolahnya. Sering kali kulihat ada seseorang yang mengawasi kami, aku takut ia akan berbuat macam-macam.Setelah mengantar Zafran, aku bersembunyi di balik pohon ingin melihat siapa yang selalu memotret dan mengawasiku."Siapa kamu?"Aku memegang jaketnya, ia menggunakan topi dan masker. Kemudian ia berbalik melihat ke arahku membuka topi dan maskernya."Bang Adnan!" pekikku. Aku terkejut bukan main saat melihat wajahnya. Sudah lama kami tak saling bert
Kumandang adzan sudah terdengar. Murotal Qur'an dari masjid sudah mulai ramai. Kupaksakan mata untuk terjaga, memberikan sejenak energi untuk otak agar segera respon kepada seluruh tubuh dan bersiap hendak melakukan shalat dua rakaat. Aku menggoyangkan tubuh Zafran mengusap halus kepalanya."Zafran, ayo bangun shalat, Nak."Ia menggeliat dan kembali memejamkan mata. Zafran memang sedikit berbeda dengan Zain. Zain dulu selalu bangun sendiri karena abinya dengan gigih membangunkannya sebelum subuh untuk melakukan shalat sepertiga malam. Kenangan masa-masa indah sejenak melintas di kepala. Aku menggeleng, menghapus semua memori itu dan kembali fokus kepada Zafran."Ayo bangun, Sayang. Katanya Zafran gak mau Umi masuk nerakanya Allah.""Baiklah, baiklah, Zafran akan bangun." Ia memaksa mata untuk terbuka, kemudian mengecup pipiku."Begitu dong, ayo kita shalat berjamaah, Nak?"Aku menggandeng tangan Zafran menuntunnya ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu kami shalat berjama'ah.Sete
"Lulu! Hentikan omong kosongmu!" seru Bang Adnan."Apa Abang membela mantan istri Abang ini sekarang? Aku yang sekarang menjadi istrimu, Bang. Bukan dia lagi!" bentak Lulu tak ingin kalah "Ya, benar kamu memang istri Bang Adnan sekarang, Lulu! Kamu yang dulu diam-diam menikah siri dengannya di belakangku tanpa mau mengerti sakitnya perasaanku padahal kamu tahu Bang Adnan sudah memiliki keluarga. Kamu dengan tidak tahu diri mau menerima lamaran keluarganya. Aku mengalah memberikan Bang Adnan untukmu karena memang pernikahanku tak mungkin lagi dapat diselamatkan, dan sekarang kamu menuduhku ingin merebutnya kembali?" Aku tertawa menatap wajah Lulu yang berubah salah tingkah. "Mengacalah, aku bahkan tak sudi memberi perasaanku kepadanya lagi!" Kutunjuk Bang Adnan. Aku tak tahan lagi melihat sikap Lulu yang semakin tak tahu diri."Sudah, Kinan. Banyak orang yang melihat." Bang Adnan berusaha menghentikanku dan Lulu."Kamu masih punya malu, Bang? Setelah istrimu ini mempermalukanku, aku h
Aku menatap layar televisi, melihat berita Bang Adnan yang baru saja keluar, sudut bibirku tersenyum. Sebenarnya aku tak tega menghancurkannya, tetapi kenapa ia tak bisa menjaga Zain?Aku mengganti saluran tv ketika kulihat Zafran datang menghampiriku."Zafran udah shalatnya?" tanyaku."Sudah Umi.""Bagaimana tadi disekolah?""Zafran di suruh menggambar keluarga Umi dan memberikan nama semua anggota keluarga kata Bunda, pasti punya Ayah, meskipun ayah sudah meninggal. Padahal Zafran memang cuma punya Umi, ya, kan?"Bagaimana ini? Aku memang tak pernah membahas soal ayah dengan Zafran. Jika ia bertanya, aku selalu memberikan alasan bahwa ayah akan datang suatu hari nanti.Aku mengambil dompet yang masih berada di dalam tas. Kemudian mengeluarkan selembar foto keluarga yang masih kusimpan hingga kini. Bukan karena aku masih mengharapkan Bang Adnan hanya saja siapa tahu berguna saat Zafran mulai benar-benar ingin tahu siapa abinya."Lihatlah? Ini Foto keluarga kita." ucapku sambil menunj
Setelah menyiapkan keperluan Zafran aku hendak mengantarnya ke sekolah."Zafran, ayo berangkat, Sayang?""Iya, Umi."Aku menggandeng tangan Zafran bersiap berangkat. Aku harus datang pagi-pagi ke toko karena akan ada beberapa remaja yang membutuhkan bantuanku untuk membuat karya, aku dengan senang hati membantunya.Sampai di pertengahan jalan ponselku berbunyi."Assalamualaikum, Bu Wisma?""Walaikumsallam, Kinan? Apa kabar?" ucap Bu Wisma dari sebrang telepon."Alhamdulillah, Bu. Setelah dapat ilmu dari ibu hidupku lebih baik.""Alhamdulillah, saya ikut senang mendengarnya.""Novelmu sedang laris di berbagai platform, Kinan, buku cetaknya juga ludes terjual," ucap Bu Wisma melanjutkan."Alhamdulillah, Bu. Semua berkat ridho Allah.""Iya, Kinan. Ini karena kegigihanmu juga. Begini Kinan, Ibu mau minta tolong?""Apa itu, Bu? In Syaa Allah jika Kinan mampu akan Kinan bantu?""Dampingi Ibu dalam seminar Inspiring Story, Ibu memilihmu karena sepertinya ini tepat untukmu.""Alhamdulillah. T
ROSELA POV"Rusak remnya. Aku mau semua keluarga itu mati seperti kecelakaan."Kudengar Hamdan berbicara melalui telepon entah dengan siapa."Orang suruhanku akan mencoba melawan dari arah balik sehingga semua terjadi seperti kecelakaan," sambungnya menjelaskan."Kenapa kita harus membunuhnya, Mas? Apakah tak ada cara lain?" tanya Bella, istrinya yang baru saja datang menghampiri Hamdan."Aku tak ingin kembali miskin, Sayang. Aku ingin semua harta keluarga Rosela jatuh ke tanganku." Seringai di wajahnya membuatku menelan ludah dan pil pahit, tidak pernah menyangka."Akan tetapi kasihan Kinan masih kecil.""Justru karena dia ada aku harus menyingkirkan Ibu, Ayah dan juga dirinya."Aku benar-benar tak menyangka, anak yang telah kubesarkan berhati iblis."Terserah kamu saja lah, Mas.""Ya Allah, kenapa Hamdan tega punya niat jahat kepada kami?" Kupegang dada yang terasa sesak.Aku menangis di bawah tumbuhan rimbun di belakang rumah kami, pohon yang tidak terlalu tinggi. Pantas saja ia be
"Ya Allah, semoga engkau memberikan adik bayi di perut ibu, aku pernah mendengar ibu meminta dedek bayi, kabulkan doanya, ya Allah. Agar ibu lebih bahagia dan tidak sering menangis, aamiin."Aku melihat Hamdan tengah selesai shalat maqrib dan sedang berdo'a, tak terasa butiran air mataku menetes begitu saja. Alhamdulillah aku mendapat seorang malaikat yang berhati baik pikirku, tak rugi aku selalu mendisiplinkannya dan mengajari untuk selalu shalat tepat waktu."Hamdan sayang, ayo makan malam, Nak.""Iya, Ibu."Hamdan mengikutiku menuju dapur, di sana sudah ada Mas Andra yang menunggu kami.Hamdan tumbuh dengan cepat, dia tumbuh menjadi pemuda yang jujur, pandai dan penurut Mas Andre sangat menyayanginya, setelah lulus dari Luar Negri Mas Andra meminta Hamdan mengembangkan anak perusahaanya. Hamdan lulus lebih cepat karena memang otaknya ber IQ tinggi.Saat itu umurku sudah tak muda lagi, tetapi wajahku masih awet muda karena memang aku merawatnya demi Mas Andra. Aku belum dikaruniai
Lamunanku tentang Hamdan hilang bersama dengan tepukan halus di pundakku."Ada apa, Bu? Kenapa melamun?""Tidak apa-apa, Yah. Aku hanya teringat masa kecil Hamdan, sekarang ia sudah tumbuh dewasa padahal seperti baru kemarin aku melihatnya berdoa meminta adik bayi""Sudahlah, Bu. Jangan pikirkan apapun. Ayo istirahat besok kita akan berangkat pagi."Mas Andra merebahkan badannya di sampingku Aku memeluknya erat takut kehilangan dirinya, itu yang aku rasakan sekarang.....Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan rencana Hamdan yang hendak mencelakai kami kemarin.Aku mengirimkan pesan kepada tangan kanan suamiku untuk mengikuti kami ketika kami pergi ke rumah ibu."Baiklah Hamdan ibu akan mengikuti permainanmu."Aku menyiapkan segala keperluan kami, mas Andra memasukannya kedalam bagasi mobil, sementara Kinan sedang asyik bermain dengan simbok."Sudah siap, Bu? Ayo berangkat?""Ayo, Yah."Hatiku berdebar dengan kencang ketika mobil sudah mulai dijalankan oleh Mas Andra. Sepanjang per