Share

Belanja Online

Author: Intan Resa
last update Huling Na-update: 2023-07-20 08:27:03

"Kenapa gak jadi pingsan, Bang? Nanti ceritain ya gimana rasanya pingsan," ujar istriku

Waduh? Aku lupa mau pingsan. Eh, emang bisa direncanakan ya? Coba dulu akh. 

Aku merebahkan kepala di paha Nurul, istri sempurnaku.

"Pingsan dulu akh," ujarku sambil memejamkan mata.

Nurul terpingkal-pingkal hingga kepalaku pun ikut berguncang. Hal sederhana seperti ini saja, dia sudah tertawa bahagia. Kupandangi dengan seksama gurat kelelahan di wajahnya yang tirus. Aku mulai menyadari kalau wanitaku tidak secantik dulu. Ia mencoba menyembunyikan kelelahannya di balik senyum dan tawa di hadapanku.

Aku harus mengembalikan bentuk tubuhnya yang ideal agar istriku kembali percaya diri. Aku tidak malu bagaimanapun keadaan Nurul karena dia begini sebab melahirkan tiga buah hati kami yang berjarak lumayan rapat. 

Tapi aku mulai sadar kalau dia pun ingin dimanjakan dan merindukan bentuk badannya yang dulu. Badannya tidak melebar, tapi bobot tubuhnya yang berkurang. Mungkin semua itu tidak bisa didapatkan hanya dengan makanan empat sehat lima sempurna. Melainkan ada juga hati yang harus dibahagiakan.

"Sayang, di dunia Allah yang fana ini, tidak ada makhluk yang sempurna kan?"

"Ya, karena cuma Allah yang Maha Sempurna, Bang," balas Nurul. 

Aku duduk dan memiringkan badan. Kugenggam jemarinya yang sedikit kasar karena sering bersentuhan dengan deterjen. 

"Tapi Allah dengan kesempurnannya mengirimkan seorang bidadari berwujud manusia menjadi pendamping diriku yang banyak kekurangan. Kamu harus mengurus 3 anak kita, ditambah lagi satu bayi jumbo ini. Apa-apa, aku sering meminta bantuanmu. Menanyakan benda-benda sepele yang sembarangan kuletakkan. Makasih ya, Sayang, kamu telah rela menjadi permaisuriku," ujarku dengan penuh penghayatan. 

Plis, jangan ada senyum menertawakan. Bisa luntur keseriusan hatiku ini. 

"Sama-sama, Bang. Terkadang jodoh itu cerminan diri. Kalau bagi Abang aku sempurna, begitu juga denganku. Diri ini juga menganggap kalau Abang suami yang paling tepat menjadi imam kami di rumah ini. Yang paling penting bagi seorang istri adalah memiliki suami yang bertanggung jawab dan juga setia. Kedua hal itu ada pada Abang. Kalau memang mau menambah perhatian, itu bonus yang pantas disyukuri," balasnya. 

Aduduh. Mati lampu adu gelapnya. Siang hari aku pengen gelap-gelapan. Eh, itu suara makhluk tak kasat mata ya. Masa siang begini pengen di tempat yang tak bercahaya. Sedangkan diriku tepat di hadapan Nurul,  istri yang memberikan cahaya bagi rumah tangga kami. 

"Adek bisa juga bikin hati Abang meleleh ya," ujarku dengan senyum terkulum. Duh, berasa kayak pengantin baru lagi. Berasa malu aja di depan istri yang sudah menemani selama kurang lebih sepuluh tahun.

Mungkin beberapa orang heran kenapa kami memiliki tiga anak dengan jarak yang dekat. Empat tahun kami berusaha kesana-kemari demi mendapatkan buah hati dan alhamdullillah Puspita, putri sulung kami lahir di tahun kelima pernikahan.

Karena merasakan susahnya perjuangan untuk mendapatkan buah hati, kami tidak mengatur jarak kehamilan dan Wandi pun lahir saat kakaknya berusia dua tahun. Dan sekarang, bayi ketiga kami baru sebulanan memulai konsumsi makanan pendamping ASI. 

Rencananya Dimas akan menajdi anak bungsu kami. Selain sudah balek modal, eh kayak jualan saja. Maksudnya sudah lengkap, ada  perempuan dan laki-laki,  ditambah lagi bonus si Bungsu, sepertinya ini sudah lebih dari cukup. Kalau gak berubah pikiran sih setelah si Dimas besar. Hehe. 

"Eh, ngomong-ngomong Bapak mertua dukun ya, Dek?" tanyaku, biar romantis kayak orang-orang.

Eeeeh, kenapa mata istriku melotot. Ya ampun. Apa aku salah orang ya?  Eh salah ucap maksudnya. 

"Abang gak kenal rupanya sama Bapak Nurul, Bang? Tega banget Abang bilang Bapak berprofesi sebagai dukun," serunya sambil mencubit lenganku. 

Auh, sakit. Aku meringis dengan tatapan memelas. Jangan sampai Nurul mengamuk dan berbuat semena-mena. Aku harus meluruskan kesalahfahaman ini.  Ada kalanya dia bisa berubah bagai macan kelaparan. Hihi, jangan bilang-bilang ya. 

"Jangan tersinggung dong, Dek. Maksud Abang, kok Adek bisa tahu dimana saja benda-benda yang kucari maupun yang diinginkan anak-anak? Makanya kutanya apakah Bapak mertua itu dukun? Biar kayak anak-anak muda itu loh, Dek," jelasku. 

Nurul terpingkal-pingkal lagi. 

"Owlah, Bang. Kirain Abang lupa ingatan," kekehnya. 

"Yang paling tahu rumah ini kan aku, Bang. Jadi semua benda harus diletakkan pada tempatnya biar mudah dicari. Makanya, Abang juga harus gitu biar kalau mau berangkat kerja gak nanyain kunci mobil lagi, dasi lah, sepatu, kaus kaki, berkas ...."

"Stop! Abang pingsan lagi ya!" ujarku dan merebahkan kepala di bahu istriku. Istriku kalau sudah nyerocos kok kayak kereta api? Susah berhentinya. 

"Jangan pura-pura pingsan lagi, Bang. Mau lupa-lupain janji tadi ya?" tuduhnya. 

Janji? Apaan ya? 

"Kan, berlagak lupa. Itu loh mau belanjain kebutuhan dan juga keinginan istri," ujarnya mengingatkan. 

Oalah, itu sih kecil. Berapa lah harga barang-barang dapur kayak gitu? Gak bakalan menguras dalam-dalam isi tabungan. 

"Kan besok, Dek. Kalau kita pergi sekarang, anak-anak gimana? Mereka kan sedang tidur," ujarku. 

Gak mungkin dong nelantarin anak hanya mau manjain istri. Harus proporsional cinta dan perhatianku dibagi-bagi buat mereka. 

"Sekarang aja, Bang. Besok kita tinggal jalan-jalan. Emak-emak boleh dong happy. Siniin ponselnya, Bang. Aku mau belanja panci dan teman-temannya nanti pas tukang pancinya lewat bentar lagi. Yang lainnya pakai aplikasi aja," ujarnya. 

Aku lupa, zaman dengan segala kemudahannya bisa membeli barang hanya dengan senam jari. 

Aku menyodorkan ponselku yang menggunakann m-bangking dengan senyum semringah sambil melirik daftar belanjaannya. 

"Aku chekout semua ya, Bang, ini ada beberapa barang yang aku pengen sejak lama dari akun tokop*dia milik tetangga. Itu loh Bu Julie," ujarnya.

"Ya sudah, terserah Adek mau belanja apa pun," balasku dengan santai. Kulirik sekilas ke arah benda pipih di tangannya. 

Alamak. Seperti ada bintang-bintang berputar di kepala melihat 99 barang di troli yang menanti untuk dichekout. Jangan semena-mena ya, Dek Nurul. Plis. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI SEMPURNAKU   Selesai

    Yaqin menautkan jemarinya yang dingin saat berkali-kali menghapal ijab qobul sebelum pengantin wanitanya datang."Kayak baru pertama kali mau ijab qobul aja, Mas. Keringatan gitu. Santai saja dong," ledek Pandi, calon suami sang pemilik panti. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Yaqin yang ia dengar kabar pernah beristri dua. "Ini jauh lebih mendebarkan, Pan. Sebentar lagi kamu juga akan merasakan hal yang sama saat mau menikahi Isma," balas Yaqin. Pandi tersenyum dan melirik calon istrinya sekilas. Mereka ikut bahagia melihat kisah cinta yang tak biasa itu. Tak berapa lama, rombongan pengantin sudah datang. Sengaja tak menggelar acaranya di hotel agar anak-anak panti ikut menyaksikan acara bahagia itu. Pandi yang merupakan pengusaha sekaligus youtuber terkenal sudah menyiapkan tim untuk mengabadikan kisah mengharukan ini. Mengabarkan pada dunia bahwa pasangan ini layak disebut sebagai pecinta sejati. Kesalahpahaman yang sempat memisahkan, tapi kalau sudah ditakdirkan be

  • ISTRI SEMPURNAKU   Lamaran

    "Tidak usah dengarkan dia, Nurul. Jangan sampai hatimu merasa terpaksa mengiyakan keinginan anak ini. Dia pergi dan meninggalkan luka untuk kita semua. Sekarang Bapak adalah orang tuamu, jadi turuti perkataan Bapak," tegas pria yang memiliki andil menghadirkan aku ke dunia ini. Matanya berkaca-kaca, tapi tetap menampilkan ketegasan di hadapan semua orang. Bapak, orang yang sangat membelamu sejak dulu. Sekarang beliau begitu marah kepadaku. "Kamu memang gak punya malu, ya, Qin. Baru pertama berjumpa setelah sekian tahun, kamu berani mengajaknya dalam kesusahan. Bikin malu saja. Orang mengajak bahagia saja, masih ada susahnya juga. Apalagi niatnya mau menyusahkan Nurul."Ibu pun ikutan bicara. Nurul masih saja bungkam. Jika memang dia menolakku, aku sudah siap. Aku hanya mengekspresikan rasa yang ada dalam hati ini. Aku butuh dia. Dia, wanita sempurna di hatiku dan selamanya akan begitu."Aku ingin tanya satu hal, boleh?" tanya Nurul. Aku mengangguk pasti. Mendengar suaranya saja s

  • ISTRI SEMPURNAKU   Bolehkah Aku Menyusahkanmu

    "Iya, kami udah sampai, Nad, tapi belum ketemu sama orangnya," jelasku pada Nadia melaui sambungan telepon. "Hati-hati, ya, Mas. Aku merindukanmu. Kamu harus pulang ke rumah sebelum maghrib. Aku mau buatkan makanan spesial untukmu," balas wanita yang akrab disapa Bunda oleh anak-anakku. "Iya, Mas juga merindukanmu," bisikku, lalu menutup telpon. Takut kalau Nurul cemburu dan justru itu bisa memperngaruhi kesehatannya. Aku mau memutar badan saat ponselku bersering lagi, ada panggilan masuk dari bosku. Aku begitu antusias saat mendengar kabar gembira dari bos. "Baik, Pak. Makasih telah mempercayakan saya untuk proyek besar ini. Bapak memang orang baik, sangat peduli dengan karyawan biasa seperti saya. Saya akan segera ke sana," ujarku, mengakhiri perbincangan melalui ponsel dengan atasan. Berita ini sangat bagus karena aku memang butuh biaya banyak. Aku punya dua istri dan tiga anak yang merupakan tanggung jawabku. Aku tidak mau kalau Nadia terlalu banyak mengeluarkan uang untuk ke

  • ISTRI SEMPURNAKU   Tangisan Rindu

    "Ibu, Bapak, Puspita, Wandi, Dimas!" panggil Nurul membuat jantungku hampir copot. Belum usai keterkejutanku bertemu dengannya, yang lainnya juga ternyata ada di sini. Entah apa yang membawa mereka ke panti asuhan ini. Tergopoh-gopoh Ibu dan Bapak menyongsong wanita yang tetap cantik itu, sementara aku panik. Entah mau bersembunyi di mana.Detak jantungku berpacu lebih cepat, was-was seperti buronan yang tertangkap polisi. Peluh membasahi pelipis dan bajuku pun dibanjiri keringat. Aku ingin menghilang dari sini, tapi tak punya daya. Aku bukan Yaqin yang dulu. Aku tidak berdaya, hanya insan lemah yang akan menyusahkan orang-orang yang kusayang. "Ada apa, Nur? Kamu bikin kaget Bapak sama Ibu saja. Kamu baik-baik saja, kan, Nak?" tanya Ibu dengan raut cemas. Beliau masih cantik meskipun sudah menua. Perhatian beliau masih sama seperti dulu saat aku memperkenalkan Nurul sebagai calon menantu.Aku melirik dengan ekor mata dan terasa berkaca-kaca saat wanita yang melahirkanku begitu khaw

  • ISTRI SEMPURNAKU   Bertemu Lagi

    Aku menyajikan minuman dan kue untuk Ibu dan Bapak yang sedang mengobrol dengan bersuka cita bersama dokter Endru dan Bu Tyas.Sejak aku resmi bercerai, Ibu dan Bapak sangat bersemangat. Mereka semakin senang saat dokter Endru mengabarkan akan datang beberapa hari lagi. Aku gelisah hingga sekarang orang yang ditunggu mantan mertuaku telah ada di depan mata.Dokter Endru sesekali melirik padaku dan mengajak bicara Dimas. Sejak pria berkemeja garis-garis itu datang, ia begitu bahagia. Mungkin karena merindukan sosok seorang ayah yang perhatian, Puspita, Dimas dan Wandi antusias saat dibawakan bermacam mainan. Aku merasa seperti disogok melalui anak-anak. Aku berhutang budi pada mereka, tapi apakah aku harus berkorban perasaan? Pernikahan tidak sekadar hubungan sebulan dua bulan, melainkan seumur hidup. Tapi jika aku menolak, banyak hati yang kecewa. Aku bimbang. "Duduk di sini, Nak. Sejak tadi kamu pura-pura sibuk saja," ujar Ibu sambil mengulum senyum. Aku tersenyum hambar dan dudu

  • ISTRI SEMPURNAKU   Surat Cerai

    "Kalian tidak malu menangis di sini? Orang-orang yang lewat bisa heran melihat kelakuan kalian. Pita saja tahu kalau mau menangis itu bukan di ruang terbuka. Ayo kita nangis di dalam saja," ujar Bapak, menyusut sudut mata dengan telunjuk. Sindiran halus yang mengena ke hati. Aku melonggarkan pelukan di bahu Ibu mertuaku dan mengusap mata dengan kasar. Kenapa kami malah terlena dalam kesedihan? Putriku lagi butuh penjelasan. Aku bersegera masuk dan mengetuk pintu kamar putriku. Kulihat gadis kecil sainganku itu sedang telungkup di atas ranjangnya. "Sayang, kamu kenapa menangis sih?" tanyaku sambil mengusap-usap rambutnya yang lurus sebahu. Gadis berwajah manis itu duduk dan menghadapku. Dengan jempol kanannya, ia mengusap pipiku. "Ibu sama Nenek menangis gara-gara Pita, ya, Ma. Maafkan Pita telah nakal," ujarnya sambil mencium tanganku. Ah, putri solehaku. "Ibu yang harusnya minta maaf karena tidak bisa bahagiain Pita," balasku. "Enggak, Bu. Pita janji tidak akan marah-marah l

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status