Share

Salah Terka

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 08:27:57

"Kenapa, Bang? Mau pingsan lagi?" cecar Nurul.

Aku nyengir. Jangan sampai Nurul mengira kalau suaminya ini gak ikhlas belanjaain dia.

"Enggak kok, Dek? Abang gak berbakat untuk pingsan. Talenta Abang cuma membahagiakan keluarga," balasku sambil menjawil dagunya.

"Mending Abang ganti baju dulu, ya. Karena Adek bercahaya dan juga menghangatkan, Abang sampai lupa kalau celana Abang basah saat mandiin Wandi," ujarku sambil nyengir.

"Oh iya, ganti baju aja, Bang. Kelamaan nanti bisa masuk angin," balasnya tanpa menoleh dari layar ponsel.

Aku menghela napas panjang. Apapun yang dibelikan istriku, pasti karena memang perlu. Dia bukan istri yang boros meskipun jabatanku sudah bagus. Dia juga tidak lupa diri dengan keadaan kami yang dulunya hanya manusia biasa dan sekarang telah menjadi … sama aja sih sebenarnya. Masih tetap manusia biasa yang mendapatkan sekelumit nikmat dari Yang Maha Kaya.

Teringat akan firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya:

'Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, syukuri nikmatKu nicaya Aku akan menambahkan nikmat tersebut, tapi jika kamu kufur akan nikmatKu maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.'

Harta terus disyukuri, memang terbukti kalau rejeki makin lancar saja. Tapi kalau mensyukuri nikmat memiliki istri sempurna, bisa ditambah istri gak ya?

Astaghfiruloh, jangan sampai aku melisankan kalimat itu ke istriku, Nurul. Dia bisa bermuat semena-mena padaku. Namanya juga istri lagi cemburu ya, kan. Bahaya akan menanti di depan mata. Kalau mau hidup aman dan tenteram cukup tanggung jawab dan setia.

Aku meninggalkan Nurul dan bersegera membersihkan badan. Mandi dengan tenang tanpa ada gangguan dari anak-anak.

Setelah mandi, badan rasanya kembali bugar. Aku memakai kaos oblong dan celana selutut.

"Kredit panci, kredit baskom, ember, sutil. Ayo kemari! Yang butuh ganti perabotan rumah tangga, merapat aja Bu-ibu."

Suara tukang kredit perabotan dapur menggema tepat setelah aku siap mandi dan berganti pakaian. Aku bergegas ke ruang tamu menemui sang istri yang masih memandangi ponsel.

"Apa masih banyak yang pengen dibeli, Dek? Itu tukang sutil udah datang," ujarku mengingatkan.

Bibirnya mengerucut, terlihat kebingungan.

"Aku masih bingung mau milih yang mana, Bang," balasnya lemah.

Duh, wanita emang ribet ya. Udah dikasih kewenangan membelanjakan apa yang ia mau, eh malah gak tahu mau beli yang mana.

"Kamu belanja peralatan dapurnya aja, Dek. Atau perlu Abang temani?" tanyaku agar terdengar lebih romantis.

"Gak usah, Bang. Nanti anak-anak bangun gimana?"

Aku mengangguk dan memberikan uang cash dari dompetku. Sementara aku akan menunggui ketiga buah hati kami.

Nurul memakaikan jilbab panjang untuk menutupi dasternya yang sobek dibagian ketiak. Aku tak tahu apakah dasternya itu memang paling super duper meluber bagus bahannya sampai terus dipakai hingga warnanya telah pudar. Apa istriku selalu memakai baju itu dan pas aku pulang baru pakai baju yang sedap dipandang mata?

Mungkin kerjaannya yang tak terhingga dan tak ada habisnya mengharuskan dirinya memakai pakaian yang tak terlalu bagus karena akan sering kotor.

Ya Allah, suami macam apa aku ini? Sandang istriku saja luput dari perhatian. Segera kuperiksa isi lemarinya. Ada beberapa potong baju bagus yang sering ia pakai untuk kondangan dan tiga potong daster dengan warna yang pudar juga.

Segera kucek aplikasi belanja online yang tadi kata istriku membingungkan. Antara mau tertawa dan menangis, dari seratusan benda yang ada di troli aplikasi, 90 persen barang-barang kecil keperluan anak-anak kami.

Entah melihat aplikasi belanja seperti hiburan dan cuci mata, entahlah. Hanya hal remeh-temeh seperti kaus kaki bayi, bando dan pakaian ketiga bocah. Yang sudah dipesan dan dibayarkan tak sampai lima ratus ribu. Duh istriku, apa kamu gak mementingkan dirimu juga?

Langsung kupesan semua barang yang jumlahnya masih banyak. Tak lupa kuhubungi teman kantorku yang pernah cerita kalau istrinya menjual pakaian wanita.

"Enam stel baju rumahan yang nyaman tapi tetap elegan, ya, Bro. Pakaian kondangan yang kekinian tapi tidak terlalu blink-blik tiga biji aja. Istrimu tahu lah itu ukurannya. Kirim aja nanti totalnya biar kutransfer," jelasku panjang lebar.

Sobari yang penyabar langsung mengiyakan dan berterima kasih karena memborong jualan istrinya. Duh, ternyata ada dua istri yang jadi bahagia. Satu istriku dan satunya lagi pujaan hati teman kantorku.

=====

Aku terbangun kala merasakan benda dingin di wajahku. Oh, rupanya tangan bidadariku yang basah berusaha membangunkan. Aku tersenyum dan menggeliat. Ternyata tinggal aku sendirian di kamar tanpa ada bocah di sampingku.

"Mana Dimas, Dek?" tanyaku cemas. Aku takut kalau itu bocah nyungsep.

"Di depan, Bang. Lagi main sama Wandi dan Pita," balasnya.

Aku memandang jam dinding yang terpasang di tembok kamar. Duh, sudah mendekati ashar. Aku pun siap-siap menunaikan kewajiban pada Sang Khaliq.

Setelah sholat ashar, aku duduk di sebelah istriku, berusaha mengorek informasi. Sepertinya dia belum tahu kalau sudah kubeli semua keinginannya.

"Ehem, udah lihat aplikasi belanja belum? chekout aja, gih. Mumpung ada duitnya," ujarku memancing pembicaraan.

Aku dan Nurul sedang melipat pakaian anak-anak yang baru saja dikeluarkan Wandi dari lemari plastik. Dia selalu bereksplor dengan benda-benda yang bisa dijangkaunya sehingga kami harus hati-hati menyimpan benda penting ataupun berbahaya.

"Gak usah deh, Bang. Yang tadi aja udah banyak." Nurul membalas dengan ekspresi biasa. Seperti tidak tertarik dengan isi troli belanjaan online miliknya.

"Gak apa-apa loh, Dek. Abang ikhlas. Ayo pesan aja semua," ujarku ngotot. Nurul pasti histeris karena bahagia dan langsung memelukku. Pujian pun bertaburan. Aku senyam-senyum membayangkan keromantisan yang akan menyapa.

"Aku belanja online juga karena gratis ongkir, Bang. Lagian yang lainnya juga gak penting-penting amat. Mending nunggu besok, ada diskon gede-gedean di toko pakaian Anak-anak di Mall Tekanan Batin Cinta," balasnya.

Alamak. Salah langkah nih. Aku yang bakalan tertekan batin nih mendengar omelan istriku. Ternyata yang kupesan tidak penting.

"Abang kok pucat? Ngutak-ngatik ponsel aku, ya?" tanyanya curiga. Aku nyengir hingga gigiku kering kerontang. Deg-degan melihat Nurul membuka ponselnya dengan mata membulat.

"Abaaang, ngapain dipesan semua? Tokonya kan beda-beda. Masa lebih mahal ongkos daripada barang," ujar istriku dengan wajah sedih.

Rasa bangga dan hujan pujian yang kudamba, tapi kayaknya hujatan tak berkesudahan yang akan menghampiri. Astaga, aku terlalu laju menerka hal yang menyenangkan hati istriku.

Wanita memang susah ditebak.

"Ya Allah, pendek sekali lah akal suamimu ini, Dek. Maafkan Abang, ya," ujarku sambil menjambak rambut dengan pelan. Takut kalau diomeli istriku, aku memilih mengaku salah duluan.

"Ya sudah, gak apa-apa, Bang. Niat Abang sudah bagus, caranya saja yang kurang tepat," balasnya, lalu memelukku sekilas. Alhamdulillah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI SEMPURNAKU   Selesai

    Yaqin menautkan jemarinya yang dingin saat berkali-kali menghapal ijab qobul sebelum pengantin wanitanya datang."Kayak baru pertama kali mau ijab qobul aja, Mas. Keringatan gitu. Santai saja dong," ledek Pandi, calon suami sang pemilik panti. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Yaqin yang ia dengar kabar pernah beristri dua. "Ini jauh lebih mendebarkan, Pan. Sebentar lagi kamu juga akan merasakan hal yang sama saat mau menikahi Isma," balas Yaqin. Pandi tersenyum dan melirik calon istrinya sekilas. Mereka ikut bahagia melihat kisah cinta yang tak biasa itu. Tak berapa lama, rombongan pengantin sudah datang. Sengaja tak menggelar acaranya di hotel agar anak-anak panti ikut menyaksikan acara bahagia itu. Pandi yang merupakan pengusaha sekaligus youtuber terkenal sudah menyiapkan tim untuk mengabadikan kisah mengharukan ini. Mengabarkan pada dunia bahwa pasangan ini layak disebut sebagai pecinta sejati. Kesalahpahaman yang sempat memisahkan, tapi kalau sudah ditakdirkan be

  • ISTRI SEMPURNAKU   Lamaran

    "Tidak usah dengarkan dia, Nurul. Jangan sampai hatimu merasa terpaksa mengiyakan keinginan anak ini. Dia pergi dan meninggalkan luka untuk kita semua. Sekarang Bapak adalah orang tuamu, jadi turuti perkataan Bapak," tegas pria yang memiliki andil menghadirkan aku ke dunia ini. Matanya berkaca-kaca, tapi tetap menampilkan ketegasan di hadapan semua orang. Bapak, orang yang sangat membelamu sejak dulu. Sekarang beliau begitu marah kepadaku. "Kamu memang gak punya malu, ya, Qin. Baru pertama berjumpa setelah sekian tahun, kamu berani mengajaknya dalam kesusahan. Bikin malu saja. Orang mengajak bahagia saja, masih ada susahnya juga. Apalagi niatnya mau menyusahkan Nurul."Ibu pun ikutan bicara. Nurul masih saja bungkam. Jika memang dia menolakku, aku sudah siap. Aku hanya mengekspresikan rasa yang ada dalam hati ini. Aku butuh dia. Dia, wanita sempurna di hatiku dan selamanya akan begitu."Aku ingin tanya satu hal, boleh?" tanya Nurul. Aku mengangguk pasti. Mendengar suaranya saja s

  • ISTRI SEMPURNAKU   Bolehkah Aku Menyusahkanmu

    "Iya, kami udah sampai, Nad, tapi belum ketemu sama orangnya," jelasku pada Nadia melaui sambungan telepon. "Hati-hati, ya, Mas. Aku merindukanmu. Kamu harus pulang ke rumah sebelum maghrib. Aku mau buatkan makanan spesial untukmu," balas wanita yang akrab disapa Bunda oleh anak-anakku. "Iya, Mas juga merindukanmu," bisikku, lalu menutup telpon. Takut kalau Nurul cemburu dan justru itu bisa memperngaruhi kesehatannya. Aku mau memutar badan saat ponselku bersering lagi, ada panggilan masuk dari bosku. Aku begitu antusias saat mendengar kabar gembira dari bos. "Baik, Pak. Makasih telah mempercayakan saya untuk proyek besar ini. Bapak memang orang baik, sangat peduli dengan karyawan biasa seperti saya. Saya akan segera ke sana," ujarku, mengakhiri perbincangan melalui ponsel dengan atasan. Berita ini sangat bagus karena aku memang butuh biaya banyak. Aku punya dua istri dan tiga anak yang merupakan tanggung jawabku. Aku tidak mau kalau Nadia terlalu banyak mengeluarkan uang untuk ke

  • ISTRI SEMPURNAKU   Tangisan Rindu

    "Ibu, Bapak, Puspita, Wandi, Dimas!" panggil Nurul membuat jantungku hampir copot. Belum usai keterkejutanku bertemu dengannya, yang lainnya juga ternyata ada di sini. Entah apa yang membawa mereka ke panti asuhan ini. Tergopoh-gopoh Ibu dan Bapak menyongsong wanita yang tetap cantik itu, sementara aku panik. Entah mau bersembunyi di mana.Detak jantungku berpacu lebih cepat, was-was seperti buronan yang tertangkap polisi. Peluh membasahi pelipis dan bajuku pun dibanjiri keringat. Aku ingin menghilang dari sini, tapi tak punya daya. Aku bukan Yaqin yang dulu. Aku tidak berdaya, hanya insan lemah yang akan menyusahkan orang-orang yang kusayang. "Ada apa, Nur? Kamu bikin kaget Bapak sama Ibu saja. Kamu baik-baik saja, kan, Nak?" tanya Ibu dengan raut cemas. Beliau masih cantik meskipun sudah menua. Perhatian beliau masih sama seperti dulu saat aku memperkenalkan Nurul sebagai calon menantu.Aku melirik dengan ekor mata dan terasa berkaca-kaca saat wanita yang melahirkanku begitu khaw

  • ISTRI SEMPURNAKU   Bertemu Lagi

    Aku menyajikan minuman dan kue untuk Ibu dan Bapak yang sedang mengobrol dengan bersuka cita bersama dokter Endru dan Bu Tyas.Sejak aku resmi bercerai, Ibu dan Bapak sangat bersemangat. Mereka semakin senang saat dokter Endru mengabarkan akan datang beberapa hari lagi. Aku gelisah hingga sekarang orang yang ditunggu mantan mertuaku telah ada di depan mata.Dokter Endru sesekali melirik padaku dan mengajak bicara Dimas. Sejak pria berkemeja garis-garis itu datang, ia begitu bahagia. Mungkin karena merindukan sosok seorang ayah yang perhatian, Puspita, Dimas dan Wandi antusias saat dibawakan bermacam mainan. Aku merasa seperti disogok melalui anak-anak. Aku berhutang budi pada mereka, tapi apakah aku harus berkorban perasaan? Pernikahan tidak sekadar hubungan sebulan dua bulan, melainkan seumur hidup. Tapi jika aku menolak, banyak hati yang kecewa. Aku bimbang. "Duduk di sini, Nak. Sejak tadi kamu pura-pura sibuk saja," ujar Ibu sambil mengulum senyum. Aku tersenyum hambar dan dudu

  • ISTRI SEMPURNAKU   Surat Cerai

    "Kalian tidak malu menangis di sini? Orang-orang yang lewat bisa heran melihat kelakuan kalian. Pita saja tahu kalau mau menangis itu bukan di ruang terbuka. Ayo kita nangis di dalam saja," ujar Bapak, menyusut sudut mata dengan telunjuk. Sindiran halus yang mengena ke hati. Aku melonggarkan pelukan di bahu Ibu mertuaku dan mengusap mata dengan kasar. Kenapa kami malah terlena dalam kesedihan? Putriku lagi butuh penjelasan. Aku bersegera masuk dan mengetuk pintu kamar putriku. Kulihat gadis kecil sainganku itu sedang telungkup di atas ranjangnya. "Sayang, kamu kenapa menangis sih?" tanyaku sambil mengusap-usap rambutnya yang lurus sebahu. Gadis berwajah manis itu duduk dan menghadapku. Dengan jempol kanannya, ia mengusap pipiku. "Ibu sama Nenek menangis gara-gara Pita, ya, Ma. Maafkan Pita telah nakal," ujarnya sambil mencium tanganku. Ah, putri solehaku. "Ibu yang harusnya minta maaf karena tidak bisa bahagiain Pita," balasku. "Enggak, Bu. Pita janji tidak akan marah-marah l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status