Mantan?
Mantan pacar Vivian?Hati Elitta mendadak diselimuti rasa takut, sesak sekali. Berkat ulah VIvian yang selalu merenggut pria yang pernah cintainya, dia menjadi sedikit tidak percaya diri. Apa dosanya sangat banyak sehingga orang-orang yang dia cintai selalu pergi?Vivian tersenyum melihatnya. "Kenapa? Syok sampai nggak bisa ngomong? Sekarang kamu pasti ngerti 'kan kenapa Vito nikahin kamu? makanya jangan sok cantik, sudah jelas siapa yang dia incar?"Tak diduga, Pak Derry datang di waktu yang tak tepat itu. Dia sedikit mendengarkan ucapan istri mudanya. "Siapa mantan pacar yang kamu maksud?"Vivian kaget. Dia menoleh, lalu menghampiri suaminya itu sambil menunjukkan raut wajah manja. "Sayang, kamu dengar semua? Ini nggak seperti yang kamu dengar, kok ...""Apanya, sih? Mantan pacar apa? Kamu barusan bicara apa? Kamu kenapa masih di sini? Debat sama Elitta belum kelar?""Oh." Vivian lega suaminya tak mendengar apapun. Dia mengomporinya lagi, "marahi itu anak kamu, masa dia marah-marah terus. Dia takut suaminya suka sama aku."Pak Derry melirik anaknya. "Elitta, berapa kali papa bilang, jangan suka marahi Vivian." Pandangannya meruncing ke sang menantu. "Dan kamu, Vito ... Om baru tahu ternyata kamu ini CEO Sunmart. Agak aneh emang CEO Sunmart mendadak melamar wanita sembarangan."Vito membela istrinya, "Sembarangan apanya, Om. Elitta wanita baik-baik, dan dia adalah putri Pengusaha Konveksi, Derry Dinata. Om cukup terkenal di kalangan pengusaha kota ini.""Bukan anak kandungnya, tapi ya terserah kamu apa sama Elitta, tapi, ingat ya, jangan coba-coba merayu Vivian dengan kuasamu."Vito sampai habis kata-kata mendengar ucapan sang mertua. Seorang pebisnis sukses seperti Derry Dinata, ternyata sangat buruk memperlakukan anak.Elitta mengusap air mata yang sudah tak sanggup ditahan. Tempat ini terlalu kacau, terlalu sesak. Sang ayah sudah tunduk pada Vivian, dan suaminya ternyata mantan pacarnya. Kenapa semua orang selalu berputar di sekeliling Vivian? Apa dia tidak berhak bahagia? Apa salahnya?Tidak sanggup mendengar apapun lagi, dia pergi meninggalkan mereka tanpa mengatakan apapun lagi."Elitta! Papa belum selesai bicara sama kamu!" sentak Pak Derry kesal melihatnya pergi. Dia menggerutu, "mirip sekali dengan ibunya .... sama-sama keras kepala."Vivian menahan tawa.Vito muak melihat mereka. Dia berkata lirih, "Om memang keterlaluan, tua bangka nggak tau diri."Pak Derry membalas dengan lirikan tak kalah tajam. "Apa katamu? Berani sekali kamu menghina mertua kamu sendiri? Jangan mentang-mentang kamu bos besar, kamu bisa seenaknya. Kamu itu masih bocah, nggak ngerti urusan bisnis, Sunmart bentar lagi juga bangkrut kalau pimpinannya bocah songong sepertimu.""Om ini kayaknya nggak sadar umur. Sadar Om itu udah tua. Sekali lagi Om menyakiti hati Elitta, ... bisnis Om hancur."Vivian ikut bicara, "kamu ...""Diam, aku nggak bicara sama kamu!" bentak Vito cepat. Sorot matanya begitu tajam kepada Vivian. "Kamu juga, berani kamu menghina Elitta-ku lagi, aku juga akan menghancurkanmu sehancur-hancurnya."Bulu tengkuk Vivian merinding. Baru kali ini dia merasakan takut saat diancam seseorang. Meskipun begitu, dia juga cemburu karena Vito memanggil Elitta dengan tambahan -ku.Vito tidak ada waktu meladeni mereka. Dia segera berjalan keluar untuk menyusul istrinya yang lebih dahulu pergi.Elitta terlihat sudah di halaman depan rumah."Elitta!" Vito memanggil.Elitta tak mau berhenti. Dia tetap berjalan keluar gerbang, lalu naik taksi. Hatinya cukup terluka hari ini.Kemarin adalah hari pernikahannya. Dia mengira rumah tangganya akan berjalan damai setelah yakin mendapatkan suami yang perhatian.Tapi, sekarang sudah mendapatkan fakta tak menyenangkan. Bagaimana jika itu benar— dia dinikahi oleh Vito untuk dimanfaatkan agar bisa dekat dengan Vivian?Vito masuk ke dalam mobil sport mewah yang terparkir di halaman depan rumah. Kemudian, dia tancap gas— mengejar mobil taksi yang membawa sang istri.Di balik jendela ruang tengah, Vivian melihat semua itu. Dia bertambah muak, iri, dan kesal bukan main. Kedua tangannya meremas tirai jendela, ingin rasanya merobek kain itu.Dia menggerutu, "Kurang ajar Vito! Dia punya mobil sport! Padahal dulu cuma pegawai cleaning service! Kenapa dia pakai pura-pura miskin segala! Kenapa pas pacaran sama aku pura-pura miskin, sekarang nikah sama Elitta nggak pura-pura? Nggak adil banget! Ini nggak bisa ... nggak. Awas dia ... aku akan membuatmu jadi milikku lagi. Lihat aja nanti. Sok-sok nolak, padahal kamu sukanya cuma sama aku 'kan, Vito?"***Keesokan harinya ... Elitta dan Vito berangkat pagi sekali untuk menuju ke rumah Tuan Zero. Di sana mereka direncanakan untuk bertemu dengan Pak Derry. Sudah sangat lama sejak terakhir bertemu dengan ayahnya, Elitta sudah tidak sabar. Di sepanjang perjalanan, dia menyempatkan diri untuk membeli buah melon kesukaan sang ayah. Setelah sampai di rumah megah ayah kandung Elitta itu, mereka disambut oleh oleh Dino. Elitta sesekali melihat ke sekitar, tapi tak menemukan yang dicari. Iya, selain Pak Derry, dia juga penasaran kemana sang ayah kandung? Dino bisa menebak jalan pikirannya, dan menjawab, "santai aja nanti juga ketemu papa." Karena malu, Elitta berdusta, "nggak, aku nggak nyariin dia, kok, aku cuma nyari Papa Derry.'" Dino hanya menahan tawa saat membawa mereka menuju ke lantai dua, dan kemudian memasuki salah satu ruangan. Begitu pintu dibuka, terlihatlah pemandangan meriah dengan spanduk yang bertuliskan "SELAMAT UNTUK KEHAMILANMU, ELITTA!" Banyak sekali pita warna-warni
Elitta dan Vito menenangkan diri dengan mampir ke kafe dekat rumah sakit. Emosi mereka sudah sama-sama reda. Elitta juga tidak mungkin marah terus apalagi Vito sudah mengatakan segalanya untuk minta maaf. Vito sengaja memesankan es krim coklat untuk makin menenangkan hati istrinya. Selama hampir lima menit, dia hanya memperhatikan wanita itu menikmati es krim. Karena es krim dalam mangkuknya sudah hampir habis, dia menawarkan, "mau nambah lagi nggak?" Elitta mengangguk. Vito tersenyum. Dia lega melihat Elitta sudah tidak memandangnya dengan kekecewaan lagi. Dia meminta waiter untuk membuatkan satu es krim coklat lagi. Sambil menunggu, Elitta hanya diam memandangi suaminya. Dia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Vito bertanya, "Sayang, tadi kamu bilang kalau ada orang yang tahu lebih dahulu tentang kehamilan kamu daripada aku 'kan? Siapa itu? Jangan-jangan dia yang ngedit suratnya?" Elitta menjawab, "Lana." "Apa ..." Vito terkejut. "Dia?" "Dia yang tahu lebih dahulu, aku s
Elitta meminta sopir untuk mengantarkannya pergi ke rumah sakit. Dengan atau tanpa Vito, dia akan membukikan kalau dirinya tidak berbohong.Perkataan manja Lana sebelumnya masih terngiang di kepalanya. Kenapa wanita itu berani sekali bersikap seperti itu? Apa dia tidak melihat dia ada di sana? Dia adalah istri Vito!Elitta selama ini menyadari kalau perubahan dari Lana seperti mengikuti dirinya. Bahkan, aroma wewangiannya, tapi sebelumnya dia hanya menganggap itu hal biasa.Akan tetapi, dia jadi teringat oleh Vivian, yang teman sendiri menggoda mantan pacarnya dahulu, kemudian tunangannya, sekaligus ayahnya. Semua pria yang ada di dalam hidupnya seolah direnggut. Dia tidak menerima perselingkuhan lagi.Apa vito sungguh berselingkuh darinya? Apa pria itu mulai dekat dengan Lana di belakangnya? Apa itu alasan wanita itu diberikan pekerjaan di kantor? Elitta merasa dadanya sangat sakit. Dia tidak mau membayangkan hal buruk, tapi yang muncul di kepalanya hanya hal-hal yang jelek. Sudah b
Elitta dan Dino masih berdiam diri di halte selama setengah jam. Keduanya membahas beberapa hal, termasuk tentang kesehatan Pak Derry.Elitta lega bisa mendengar dari mulut Dino langsung kalau sang ayah baik-baik saja. Dia benar-benar sudah membuka hati untuk pria itu sekaligus ayah kandungnya.Dia berkata, "maaf ya, selama ini aku agak sinis sama kamu terus sama ..."Wanita itu masih bingung harus memanggil ayah kandungnya dengan sebutan papa atau sekedar Tuan Zero seperti julukannya?Dino paham dengan apa yang dipikirkan Elitta. Dia tersenyum, lalu mengatakan, "nggak usah minta maaf, aku yang harusnya minta maaf. Jujur aja, niatku jelek loh sama kamu sebelumnya.""Jelek?""Iya pokoknya gitu lah, tapi Papa buat aku sadar kalau kita ini sekarang keluarga."Elitta hampir tidak mengira kalau orang seperti Dino akan berkata seperti itu. Tetapi, dia tidak mengatakan apapun, takut menyinggung.Halte tersebut ada di dekat kantor.yang secara otomatis berseberangan jalan dengan restoran. Deng
Elitta sedih sampai ketiduran. Ketika dia bangun keesokan harinya, tidak ada Vito di atas ranjang. Dia semakin khawatir dengan pria itu. Dia segera pergi keluar, mencari-carinya dan ternyata memang tidak ada tanda-tanda Vito pulang sejak kemarin. Khawatir, dia menelpon ponselnya, tapi malah tidak aktif. Perasaannya jadi campur aduk. Apa pria itu sehancur itu hanya karena tulisan di kertas kemarin? Kenapa bisa langsung percaya Dia menghampiri Ibu Mugi yang ada di dapur, lalu bertanya, "Bu, mana Vito? Apa dia enggak pulang semalaman?“ "Nggak, Nyonya. Tapi, tadi telpon di telepon rumah, katanya suruh bilang ke Nyonya, Tuan lagi kerja, mungkin pulang nanti malam.” “Dia nggak pulang terus langsung kerja?“ Elitta kaget. Yang lebih mengejutkan, kenapa malah menghubungi telepon rumah? Kenapa tidak langsung menelpon ke ponselnya? Bukankah dia itu istrinya? "Iya, Nyonya.” Ibu Mugi merasa kalau ada sesuatu semalam. Hanya saja, dia tidak tahu apa yang terjadi karena saat Vito pergi dia sibuk
Lana sempat mampir ke rumah Vito. Tentu saja, dia diam-diam menuju ke dekat pintu garasi, dan membuang amplop putih di sekitar mobil yang biasa dipakai Elitta.Setelah itu, dia masuk ke dalam— lalu menyapa sang ibu, dan akhirnya ikut makan siang bersama. Tidak ada kecuriagaan sama sekali. Baik Elitta dan Vito terlihat mesra seperti biasa. Malahan lebih mesra, mereka juga saling suap, bahkan di hadapan Lana.Ibu Mugi mulai sadar kalau anaknya menyukai Vito. Tetapi, dia lega karena yakin majikannya tidak akan pernah menanggapi perasaan Lana.Situasi ini cukup rumit.Lana berpamitan pulang lebih awal. Dia terlalu mual melihat kebersamaan mereka.Sore harinya, Elitta mengalami mual-mual, jadi beristirahat di dalam kamar. Selama itu pula, Vito dengan setia memijat kakinya— memanjakannya sebisa mungkin."Kamu mau sesuatu, Sayang? Minuman hangat mungkin? Teh kesukaan kamu?“ Vito menawarkan. Dia tahu kebiasaan Elitta yang sering minum teh tiap sore.Elitta menggelengkan kepala. Dia masih mer