Share

ISTRIKU LUPA AKU SUAMINYA
ISTRIKU LUPA AKU SUAMINYA
Author: mapoeri

SATU

Kejadiannya begitu sangat cepat, suara menggelegar itu mampu membuat semua mata beralih pandang. Mobil yang menghantam tiang lampu lalu lintas dengan keras, jeritan para pejalan kaki terdengar nyaring.

Berbondong-bondong orang mendekat untuk menyelamatkan.

“Ada anak kecil di dalam!” Pekikan itu terdengar dari salah satu warga yang mengerumuni mobil tersebut. Mereka semua berusaha memecahkan kaca, berusaha menarik anak kecil yang duduk di kursi belakang. Salah seorang lainnya menelepon ambulan dan pemadam kebakaran, berharap keduanya segera datang untuk menyelamatkan orang-orang yang berada di dalam mobil.

Seorang pria paruh baya yang menyetir dan seorang wanita di kursi belakang yang terlihat terjepit.

Seperti kilat para petugas medis datang, kini sirine polisi, ambulan dan pemadam kebakaran saling bersahutan di lokasi tersebut. Wanita malang itu sudah berhasil dikeluarkan dari mobil bersama dengan bocah berusia 4 tahun, beruntung, bocah itu tidak mengalami luka serius hanya beberapa goresan di bagian tertentu.

Seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun akhir turun dari mobil dengan tergesa, mendatangi polisi yang berada disana. Dia dengan terbata dan nafas terengah-engah menjelaskan kalau korban yang mengalami kecelakaan adalah anak, istri serta supirnya. Polisi menjelaskan keadaan wanita yang sudah tidak berada di tempat, dia sudah diamankan di sebuah Rumah Sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan, berikut dengan korban lainnya.

“Tapi maaf pak, kami harus memberitahu berita duka. Supir bapak meninggal di tempat.”

Pria itu terisak, tentu saja, supir tersebut sudah menemaninya selama 20 tahun, berpikir dia akan kehilangan orang yang begitu berjasa secara mendadak seperti ini membuatnya menangis.

Dia harus segera mengabari keluarga pria paruh baya itu, diambil ponselnya, segera dia beritakan kabar duka tersebut.

Polisi mengajaknya untuk ikut ke rumah sakit, permasalahan mengenai asuransi, dan bagaimana mobil itu menabrak akan ditinjau lebih lanjut. Pria itu bahkan sudah tidak berpikir mengenai hal itu, yang ada dipikirannya hanyalah bertemu istri dan anaknya. Dia dengar, istrinya mengalami luka cukup serius.

Perjalanan yang memakan waktu 30 menit terasa seperti begitu panjang dan lama, sesekali dia melongok ke arah jalan. Supirnya yang lain menenangkannya, mengingatkan bahwa istrinya sekarang sedang dalam penanganan medis.

Tiga puluh menit, mobil masuk ke lobby, dia turun dengan segera dan bergegas pergi ke instalasi gawat darurat. Dia berlari dengan penuh ketergesaan, tidak ingin melewatkan apapun yang terjadi.

“Pak! Bapak tidak bisa mendekat!” Seru salah satu perawat, mencegahnya berjalan lebih jauh. Dari jaraknya sekarang dia bisa melihat apa yang terjadi disana, seorang dokter tengah berusaha melakukan CPR.

Lemas.

Seluruh otot ditubuhnya seperti tidak berfungsi, dia terkulai menatap pemandangan itu. Salah seorang perawat menarik gorden, menutupnya separuh. Satu perawat lainnya mendekat dan bertanya hubungannya dengan si wanita, dengan mulut gemetar dia bilang bahwa itu adalah istrinya.

Dengan permohonan maaf perawat memintanya untuk mengisi formulir, prosedur rumah sakit harus dilakukan.

Dengan berat, dia bangun dibantu oleh supirnya.

“Jantungnya kembali normal!” Sekali lagi, dia jatuh terduduk.

Tuhan sedang baik kepadanya, istrinya selamat.

Setelah apa yang terjadi di IGD, dia kemudian melanjutkan prosedur rumah sakit. Istrinya harus mendapatkan operasi darurat, kaki kirinya patah dan pendarahan di kepala begitu serius. Dia mendengar penjelasan dokter dengan samar, tidak sanggup membayangkan bagaimana istrinya terluka.

Tidak sanggup.

Sudah 15 menit istrinya masuk ke dalam ruang operasi dan kini dia berada di salah satu kamar VVIP menemani anaknya yang masih belum sadar. Anaknya tidak mengalami masalah serius, namun trauma sudah jelas terjadi.

“Pak kelam.”  suara pak budi, supirnya, terdengar. dia menoleh mendapati salah satu supir kepercayaannya yang selalu menemaninya itu terdiam di daun pintu.

“Jenazah pak Sakam sudah datang di rumah duka.”

Dia menyapu wajahnya dengan tangan, airmata mengalir tidak berhenti.

“Ayo kita kesana, biar nanti Soga ditemani bi Miah.” Ucapnya, mengalihkan pandangannya pada putra sulungnya yang kemudian dia kecup dahi itu lembut. “Ayah nanti balik lagi ya sayang..” Bisiknya.

Dia datang ke rumah duka yang disambut tangis dan jeritan, istri pak Sakam meraung pilu dengan anak-anaknya. Dari sana, dia baru tahu kalau pak Sakam mengalami henti jantung ketika sedang berkendara dan ketika beliau tidak sadarkan diri, kakinya menginjak gas sehingga mobil meluncur tidak terkendali dan menabrak tiang lampu lalu lintas.

Pak Sakam memang sudah tua, usianya 65 tahun. Beliau menemani kelam sejak dia masih belia. Pak Sakam tahu betul bagaimana perjuangannya untuk menjadi sebesar sekarang. Keluarga pak Sakam seperti keluarga juga baginya, anak pak Sakam berjumlah lima orang. Paling besar bekerja di perusahaan milik Kelam, anak kedua bekerja di salah satu perusahaan swasta juga, yang ketiga baru saja lulus kuliah, yang keempat baru saja masuk kuliah dan yang terakhir baru masuk SMA.

Anak-anak itu masih memiliki perjalanan yang sangat panjang.

Sakam mengurus semuanya, pemakaman, sampai hal-hal kecil lainnya. Dia berada disana sampai pemakaman berakhir, dan juga menghadiri pengajian di malam harinya.

Portal berita sudah memuat berita mengenai apa yang terjadi dengan keluarga kecilnya, liputan stasiun televisi juga sudah mengerumuni kediaman pak Sakam dan rumah sakit.

Kelam merasa terganggu, tapi itu adalah resikonya.

Meskipun dia bukan seorang entertainer, tapi mungkin bisa disebut dengan Publik Figur. Orang-orang mengenalnya karena bisnis makanannya yang sukses, beberapa artis bahkan menjadi Brand Ambassadornya, atau bahkan memiliki kemitraan dengannya. Dia memiliki dua bisnis makanan, makanan cepat saji dan juga minuman teh dengan berbagai rasa, sistemnya adalah Franchise yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

“Saya pamit dulu,” Kata Kelam kepada istri pak Sakam yang masih tersedu. Wanita paruh baya itu memeluk Kelam.

“Maaf ya Lam, gara-gara bapak istrimu jadi terbaring di rumah sakit..” Ujar wanita itu lirih.

Tidak ada yang bisa Kelam salahkan, ini murni kemalangan. Kedua keluarga sama-sama sedang di hantam kepedihan, parahnya lagi pak Sakam meregang nyawa ketika sedang bekerja.

Seharusnya, Kelam memberikan pensiun secepat mungkin padanya.

Dia berpamitan, pergi dengan hati yang berat meninggalkan rumah duka. Pikirannya masih melanglang buana, setelah operasi selesai dia belum tahu mengenai kondisi istrinya. Dia memijat dahinya, tubuhnya terasa berat, kepalanya sakit.

Seandainya hari itu dia mengiyakan ajakan istrinya…

“Pak, sudah sampai.” Suara supirnya mengejutkannya, pikirannya terlalu berkecamuk sehingga perjalanan yang panjang terasa begitu singkat. Di luar Rumah Sakit masih banyak reporter yang menunggu, jadi dia menggunakan jalan lain untuk masuk, dia sedang tidak ingin memberikan komentar apapun.

Kelam masuk ke dalam ruang VVIP anaknya ketika salah satu Asisten Rumah Tangga menyambutnya, “Pak Kelam, bu Ala sudah selesai operasi, kamarnya di sebelah.”

Reaksinya begitu cepat, dia berlari secepat mungkin untuk menghampiri kamar istrinya. Hatinya terasa remuk melihat kondisi tidak berdaya wanita kesayangannya.

“Pak Kelam, saya sudah menunggu anda..” Salah satu dokter jaga masuk ke dalam kamar, dia menatap Kelam.

“‘Dok, bagaimana keadaan istri saya?”

“Operasinya sukses pak, tapi….”

Ada jeda disana, dan Kelam tidak menyukainya, melihat dari reaksinya yang diperlihatkan dokter itu dia tahu hal itu tidak baik. Dia takut untuk mengetahui apa kabar buruknya tapi dia juga ingin tahu.

“Istri bapak mengalami koma.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status