Share

Bab 4

Author: Reinee
last update Last Updated: 2023-12-26 00:43:51

"Kamu ngomong apa sih, Run?" Aku tak bisa menyembunyikan kekagetanku. Kutatap mata sembab itu dengan lekat, tapi Runa justru memalingkan wajah dan berurai air mata lagi.

"Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu ngomong seperti itu? Coba bilang sama aku." Kulembutkan suara agar dia mau bicara. Tapi nihil, dia malah menutup rapat mulutnya kali ini.

"Sudah Mas, biarkan Mbak Runa istirahat dulu." Laras mendekati kami dan mengisyaratkan padaku untuk menyingkir. Kulihat Laras membenarkan letak bantal Runa saat aku beranjak.

Tiba-tiba kalimat terakhir Runa terngiang-ngiang di kepalaku. Kenapa dia mendadak bicara seperti itu? Apakah ini ada hubungannya dengan Dewi? Tapi mana mungkin? Runa tidak mungkin tahu hubunganku dengan Dewi. Selama ini dia terlihat baik-baik saja dan tak pernah mengatakan hal-hal yang aneh padaku, apalagi sampai mencurigaiku. Pagi itupun, dia masih bermanja-manja saat melepasku berangkat kerja. Ada apa dengan Runa?

Merasa terganggu dengan pikiran itu, aku bermaksud ke luar kamar mencari udara segar. Namun baru sampai pintu, ibu menghadangku.

"Kalian ada masalah apa?" bisiknya lirih.

Aku menoleh ke arah Runa. Saat kulihat dia masih sibuk dengan Laras, langsung kukedikkan bahu.

"Ayo ikut ibu!" Lalu ibu menarik lenganku ke luar dan mengajakku duduk di salah satu bangku depan kamar perawatan.

"Kamu beneran nggak sedang ada masalah sama istrimu, Le?" Sekali lagi ibu bertanya, membuatku bingung harus menjelaskan apa.

"Masalah apa sih, Bu? Ibu kan lihat sendiri aku sama Runa sehari-hari gimana. Nggak pernah berantem kan?"

"Ya memang enggak, Tam. Runa juga mana berani berantem sama kamu di depan ibu. Maksud ibu … apa kamu sudah melakukan hal yang menyakiti hati istrimu itu sampai dia bicara kayak tadi? Kamu selingkuh yo?" Ibu menatap mataku tajam, membuatku langsung gelagapan. Tentu saja aku kaget ibu bertanya seperti itu padaku, karena selama ini hampir tak pernah ada pembicaraan aneh seperti itu di rumah kami.

"Jangan ngacau ah, Bu. Mana mungkin aku begitu?" Kupalingkan wajah ke arah lain agar ibu tak melihat sesuatu yang aneh pada raut mukaku. Sejujurnya, jantungku tiba-tiba berdetak cepat karena takut ibu akan mengetahui apa yang sedang kusembunyikan.

Ibuku adalah wanita yang pernah tersakiti karena ditinggalkan bapak menikah dengan wanita lain. Bagaimana jadinya jika dia tahu anak lelakinya ini berbuat hal yang sama dengan orang yang telah mengkhianatinya? Aku bergidik membayangkan kemarahan ibu.

"Ibu bukan nuduh kamu, Tam. Ibu cuma ingin memastikan kamu tidak berbuat hal yang menyakiti istrimu. Ibu tidak akan memaafkanmu kalau sampai kamu berbuat seperti itu," terangnya. Kalimatnya kalem, tapi sangat menusuk ke jantungku.

"Enggak Bu, enggak. Percaya deh sama Tama. Tama nggak mungkin beg …." Belum sempat kuselesaikan kalimat, tiba-tiba Laras keluar dari kamar.

"Bu, lihat HPnya Mbak Runa nggak?" tanyanya.

"HP Runa? Ibu nggak lihat tuh. Memangnya dibawa ke sini tadi?" Ibu balik bertanya.

"Bukan begitu maksud Laras, tadi pas ibu sama Mas Tama pulang, HP Mbak Runa dibawain ke sini nggak?"

"Walah, mana ibu kepikiran masalah HP to, Ras. Mbakyumu itu yang lebih penting. Coba kamu telpon si Fitri, suruh simpankan dulu HPnya Runa kalau ada di rumah."

"Iya udah, Laras telpon Mbak Fitri dulu kalau gitu."

Laras pun kembali ke dalam kamar, disusul ibu setelah mengucapkan wejangan-wejangannya padaku. Dan aku hanya menanggapinya dengan mengangguk-angguk seperti biasa.

Mendengar Laras menyebut kata HP, aku jadi teringat Dewi. Entah sudah berapa jam kubiarkan dia menunggu. Tanganku pun mulai bergerak ke saku celana untuk meraih benda pipih itu. Namun kemudian kata-kata ibu barusan begitu menggangguku. Haruskah kuakhiri saja hubunganku dengan Dewi saat ini? Aku takut ibu akan murka jika tahu kelakuan anak lelaki yang dibanggakannya ini. Tapi mana mungkin aku sanggup hidup tanpa Dewi? Wanita itu benar-benar sudah membuatku tergila-gila.

Perlahan aku bangkit, lalu melongok sebentar ke dalam kamar perawatan Runa. "Bu, Tama cari rokok dulu ya di depan," pamitku.

"Ya, jangan lama lama lho," pesannya.

Kusempatkan untuk melihat ke arah Runa berbaring, tapi dia langsung menoleh ke tempat lain saat mata kami bertemu. Ah, biarkan saja, mungkin dia hanya sedang terbawa perasaan karena sedang sedih. Nanti dia pasti juga akan ceria lagi seperti biasanya.

Kemudian aku melangkah sedikit tergesa menyusuri koridor. Niatku hanya ingin mencari warung di depan rumah sakit, lalu memesan kopi agar bisa menelpon Dewi dengan leluasa. Kakiku baru keluar dari lobby rumah sakit saat tiba-tiba ada tangan yang menarikku. Aku kaget, walau kaki ini refleks sempat mengikuti gerakannya menjauh dari pintu.

"Dewi? Ngapain kamu di sini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fati Ma
aku suka banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 20

    Meski telah sangat paham dengan perasaan Runa, Bu Farida tetap tak rela melihat apa yang menimpa menantu kesayangannya itu. Namun apapun yang dikatakan oleh ibu mertuanya kali ini, sepertinya sudah tak bisa berpengaruh pada keputusan Runa. Malam itu, Runa memutuskan untuk tidur terpisah dari Tama. Tama yang masih terjaga tampak kaget melihat istrinya menenteng bantal guling dan bersiap meninggalkan kamar usai membersihkan diri seperti biasa. “Mau kemana?” tanyanya kaku, berusaha menghilangkan rasa penasaran. Sambil sedikit merendahkan gengsinya, tentu saja.“Oh iya, aku belum pamit ya, Mas?” Runa pun menghentikan langkah. Wanita dengan setelan piyama panjang itu kembali berjalan mendekat ke arah suaminya yang tadinya sudah bersiap untuk memejamkan mata. Hati Tama tiba-tiba berdesir kala Runa mulai duduk di tepi ranjang, sangat dekat sekali dengan tempatnya berbaring. “Aku sudah memutuskan, Mas,” ujarnya kemudian, usia menghela nafas berat. Tama mengerutkan dahi mendengar itu. “Me-m

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 19

    Nama itu seperti tak asing di telinga Runa. Dia sepertinya telah beberapa kali mendengarnya disebutkan dalam perbincangan ibu mertua dan adik iparnya belum lama ini. "Ada perlu dengan saya?" tanya Runa hati-hati usai mendudukkan diri di kursi tamu. Sepertinya dia agak sedikit waspada dengan maksud dan tujuan wanita di depannya itu menemuinya. Wanita itu malah tertawa kecil dengan nada seperti meremehkan. "Kalau tidak ada perlu, aku nggak akan ke sini mencarimu, Nyonya Tama," katanya. Runa sedikit terkejut. Mereka berdua baru pertama kali bertemu, tapi gelagat wanita itu seolah sudah mengenal Runa lama. Sikapnya, bagi Runa juga kurang sopan. "Maaf, tapi sepertinya kita belum pernah bertemu," ucap Runa dengan dahi berkerut. Sepertinya dia pun mulai mencoba mengingat-ingat siapa gerangan wanita di hadapannya saat ini. "Suamimu sudah banyak cerita soal kamu, Runa." Jantung Runa rasanya langsung berhenti berdetak mendengar kalimat itu. Suaminya? Itu berarti Tama? Jadi, wanita inikah

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 18

    Seminggu setelah Runa kembali bekerja, Tama semakin sering uring-uringan. Entah kenapa dengan lelaki itu. Padahal biasanya dia tak terlalu peduli dengan kehadiran istrinya itu di sampingnya. Namun semenjak tak dilihatnya Runa hingga beberapa jam di rumah, Tama merasa ada yang kurang. Tak ada yang bolak balik keluar masuk ke dalam kamar mereka dan menanyakan makan seperti biasa. Pun tak ada yang bisa dia suruh- suruh ini dan itu beberapa hari ini. Meski Dewi tak pernah absen mengirimkan pesan setiap hari, bahkan jika Bu Farida sedang keluar, Tama dengan berani menelpon wanita simpanannya itu hanya untuk mengobrol tak jelas di kamarnya. Safitri satu-satunya orang yang kerap jadi sasaran amarahnya sekarang. Jelas dia tak akan berani marah pada sang ibu.Seperti hari ini, Tama begitu rewel minta ini dan itu pada asisten rumah tangga itu sambil marah-marah tak jelas, membuat Safitri hampir kehilangan kesabarannya. Namun sebagai seorang pembantu, wanita itu tak bisa berbuat banyak. Akhirny

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 17

    "Run! Runaaa!"Terdengar suara teriakan Tama dari kamarnya. Bu Farida yang sedang membantu Safitri membereskan jemuran di halaman belakang sampai kaget mendengar itu. Wanita paruh baya itu pun bergegas masuk ke rumah. "Ada apa, Tam? Kenapa teriak-teriak gitu?" tanya sang ibu."Ini lho, Tama mau ambil buku itu. Runa kemana sih?" tanya lelaki itu gusar. "Kamu ini gimana? Tadi pagi bukannya kamu sudah dipamiti sama istrimu kalau hari ini dia mulai kerja. Kok sudah lupa to." Tama merengut. Dia sebenarnya bukan lupa, tapi dia memang hanya ingin berteriak saja karena kesal dengan kondisinya yang tidak bisa apa-apa. "Kalau butuh apa-apa kan bisa panggil ibu. Jangan teriak gitu. Nggak enak didengar tetangga," jelas sang ibu."Nanti ibu capek ngurusin Tama." Lelaki itu merajuk, melengos ke arah lain."Yo ndak apa-apa to capek, namanya juga ngurus anak." Bu Farida terkekeh kecil, menertawakan tingkah sulungnya."Lagian kenapa sih Runa pakai kerja segala. Padahal aku kemarin udah larang dia,

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 16

    [Aku udah kangen banget, Mas. Aku ke situ ya?] Wanita itu menuliskan kalimat bernada rengekan yang langsung membuat muka Tama merah padam. [Jangan Sayang, sabarlah sedikit. Plis, jangan ke sini.] Di tengah kepanikan, Tama membalas. Dia tahu bagaimana watak Dewi. Terkadang wanita itu bisa sangat nekat jika tak dibujuk pelan-pelan.[Sampai kapan, Mas? Aku udah nggak tahan pengen ketemu kamu.] Wanita di seberang sana terus saja merengek dalam tulisannya.[Wi, tolong jangan kasih aku masalah. Meskipun saat ini kita masih belum bisa ketemu, tapi aku tetep berusaha selalu kasih kamu jatah loh. Jadi tolong mengerti ya, Sayang?][Kamu kapan dong sembuhnya, Mas? Kan waktunya belum jelas. Aku udah nggak tahan. Aku kangen.] Lagi-lagi Tama menghela nafas membaca itu. Sebenarnya dia pun sama tidak tahannya dengan selingkuhannya, tapi apa daya kondisinya tak memungkinkan untuk saling bertemu.[Ya sabar lah, Wi. Sakitku ini kan bukan masuk angin yang sebentar aja udah sembuh. Aku bisa diamuk orang

  • ISTRIKU MEREGANG NYAWA SAAT KU BERZINA   Bab 15

    Hari itu Laras membuat Runa bisa melupakan sedikit masalahnya. Meski sebenarnya tetap saja wanita itu tak bisa begitu saja menikmati momen jalan-jalan mereka dengan segala kerumitan hidup yang sedang dialaminya. "Ras, mbak boleh minta tolong nggak sama kamu?" Runa tiba-tiba bertanya saat keduanya sedang berhenti untuk makan di foodcourt sebuah mall. Laras yang baru saja menata beberapa paperbag belanjaannya di kursi samping, langsung menatap Runa dengan antusias. Biasanya Runa jarang mau minta bantuannya jika tidak sedang sangat terpaksa selama ini. "Apa itu, Mbak? Bilang saja. Laras pasti bantu kalau bisa," katanya. "Ini Ras, mbak kayaknya pengen kerja lagi deh. Mbak kangen kerja kayak dulu," ucap wanita itu hati-hati. Bukannya dia takut Laras tidak akan suka dengan keputusan itu, tapi dari awal sebelum menikah dengan Tama, Runa memang sudah berjanji untuk menjadi ibu rumah tangga saja dan menemani Bu Farida di rumah. Laras pun tahu akan hal itu. "Mbak Runa mau kerja? Serius, Mb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status