Aku jadi tak ada selera bekerja siang ini. Gara-gara berita viral nafkah tiga puluh ribu. Apa mungkin itu kerjaan si Alya, memangnya dia sehebat apa sampai cepat viral seperti itu. Rasanya ingin segera pulang menanyakan ini semua ke Alya.
"Bro, semoga bukan ente, ya, berita viral hari ini. Ngeri ...." Fery seperti curiga padaku."Gak mungkin, lah, traktir kamu tiap hari saja aku tak pernah pelit. Masak kasih istri cuma tiga puluh rebu.""Aku juga percaya, lah, sama Pak Dave Abimanyu walau tiap hari keluhin istri kusam, tapi kalau nafkah pasti ngasih banyak, lah.""Tu, kan. Ente sadar sendiri." Walau hatiku diliputi gelisah. Duh, semoga itu bukan postingan Alya. Reputasi ini bisa semakin hancur.Jam menunjukkan pukul 17.00 rasanya ingin segera langsung melabrak si Alya. Tak sabar melihat ekspresinya bagaimana di rumah.Namun, langkahku sedikit tercegat karena telpon bertubi-tubi dari ibu. Pasti ibu menanyakan keviralan berita hari ini. Satu-satunya orang yang pasti tahu bagaimana kelakuanku adalah ibu, dan beliau adalah orang yang tak bisa dikalahkan apalagi dibantah. Duuh, mumet sekali hidupku semenjak ada Alya ini. "Lama sekali angkat telpon, Dave!" Teriakan ibu hampir membuat telingaku pecah."Dave lagi kerja, Bu. Bukan pengangguran.""Hanya pengangguran yang kasih istrinya nafkah tiga puluh ribu." Duh, mulai lagi ini. Apa semua emak-emak dimuka bumi ini seperti ibuku. Info ter update dan terpercaya pasti lebih dulu tahu."Bu, apa hubungannya dengan anakmu yang keren ini dengan uang tiga puluh ribu.""Siapa lagi manager bank yang pelit dengan istrinya kalau bukan kamu, Dave." Mati aku ketahuan.Tarik napas dalam-dalam, punya ibu cerewet minta ampun begini."Tanyakan saja sama menantu kesayangan ibu yang malas rias diri itu, Dave udah diparkiran, nih, mau pulang." "Awas saja kalau itu kamu,Dave. Ibu hapus dari kartu keluarga."Hidupku apes betul semenjak ada si Alyaaaa!****Setelah melakukan perjalanan, akhirnya sampai rumah juga. Aku akui Alya mampu merubah rumah ini terlihat lebih cantik dan wangi. Siapa pun akan merasa betah pulang ke rumah. Biasanya dia akan histeris menyambutku pulang. Namun, kali ini dia hanya memandangku sekilas tanpa basa basi. Alya berubah dalam hitungan jari. Tak ada kulihat aroma masakan di dapur. Apa hari ini dia tidak masak?"Alya apa kamu tidak masak?""Masak apa dengan uang tiga puluh ribu, bang?" "Uang tiga puluh ribu itu banyak, Alya.""Banyak darimana? Bahkan jajan anak SMA saja sudah tiga puluh ribu sehari, masak ngasih istri yang masak dengan penuh kasih sayang hanya dikasih tiga puluh ribu. Jangan sampai minta dimasak daging kalau hanya mampu ngasih istri tiga puluh ribu."Kosakatanya semakin banyak, aku yakin dia yang memviralkan aku hari ini."Oo ... berarti ini ulahmu Alya?!" tanyaku sambil memberikan dia berita viral hari ini. Sebuah tulisan yang membuatku geli sampai dihujat netizen."Bahkan abang sesadar itu, jangan takut, lah, walau benar." Astaga ini orang benar-benar."Alya, kamu sadar jika perbuatanmu itu membuat semua orang bertanya siapa manager bank itu.""Akad awal, abang setuju jika aku viralin, bahkan abang yang nantangin. Jangan pernah remehkan kekuatan jempol seseorang, bang."Benar-benar aku dibuat mati kutu olehnya. Kuakui dia cerdas dan otaknya briliyan."Tak perlu takut, lah, jika disana tertera nama dan tempat abang bekerja baru abang takut. Kalau masih anonim santai saja. Walau hati krenyes.""Alya ... makin berani kamu!" emosiku mulai naik."Bahkan aku sudah merekam apa yang abang katakan. Sedikit saja abang berani, abang benar-benar viral hari ini. Mulai besok kasih istrimu jatah lebih banyak lagi bila perlu skincare keluaran terbaru abang belikan agar wajah istrimu ini putih mulus kayak tembok." Astagfirullah sekarang aku yang istigfar melihat kelakuannya. Aku dibuat tak berkutik sedikit pun. Apa semua anak tekhnik secerdas ini?"Aku sudah beli sarapan dan makan siang sama-sama sepuluh ribu. Sisa uang sepuluh ribu, jadi aku beli telur dan indomie saja untuk kita masak nanti malam."Benar-benar dia sudah perhitungkan semua ini."Bagi anak tekhnik sipil hitung uang tiga puluh ribu tak ada artinya, Bang."Aku bahkan tidak dikasih membela diri sedikit pun.***Tak kupedulikan dia yang menyediakan aku satu bungkus mie dan satu buah telur. Benar-benar sudah diperhitungkan olehnya. Aku sampai gigit jari. Apa dia dulu mahasiswi tercerdas sampai begitu detailnya menyiapkan nota tiga puluh ribu padaku.Lama kelamaan aku bisa mati mendadak dibuatnya. Ting! Satu notifikasi pesan dari Fery.[Bro, jangan lupa kita ke lamaran Danu malam ini.] Aku bahkan sampai lupa jika ada undangan malam ini. Lumayan menghindari mie instan dan satu buah telur."Bang, aku mau keluar malam ini," ucapnya. Tak lupa dia meniup-niup jilbabnya. Benar-benar tidak ada feminimnya si Alya ini. Bahkan celana training tak pernah lepas dari tubuhnya. "Keluar saja, pakai izin segala.""Sudah kewajiban istri izin jika keluar, terima kasih sudah mengizinkan," sambungnya lagi sambil memasang wajah imut. Pen mual lihatnya. Dia terlihat berkemas menyiapkan diri. Sekarang aku yang bingung tidak ada makanan apa pun di rumah ini. Padahal sebelumnya cemilan selalu Alya siapkan setiap sor
Namaku Alya putri lulusan tekhnik sipil. Hidup lebih banyak di panti asuhan. Sejak umur 13 tahun ayah dan ibuku meninggal karena kecelakaan tunggal. Saat itu mama bertengkar hebat dengan papa. Pekerjaan mama sebagai model tentu membuatnya selalu tampil menarik di depan semua orang hingga mama kedapatan selingkuh oleh papa. Entah bagaimana ceritanya kecelakaan itu terjadi. Sejak saat itu aku tidak tertarik dengan yang namanya make up. Rasa trauma menderaku. Umur tiga belas tahun aku sudah paham tentang banyak rasa seperti kerisauan papa yang melihat istrinya selalu berpenampilam menor dan glamour setiap harinya. Mama dan papa bukan orang kalangan bawah. Harta yang mereka titipkan sangat cukup untuk hidupku sebagai anak tunggal. Namun, aku memilih untuk tinggal di panti asuhan dengan jarak tidak jauh dari rumahku. Papa yang sibuk, dan mama yang tak kalah sibuknya membuatku lebih sering bermain disana. Entah mengapa aku lebih dekat dengan ibu panti daripada mama sendiri."Alya ini wasia
Kembali kupandang dari jauh Alya yang begitu menawan malam ini. Apa dia punya kembaran? Kenapa dia hanya tersenyum tanpa menyapaku?"Kurasa ente perlu melihat secara detail istri yang baru dinikahi seminggu ini, bro.""Lihat dia begitu mempesona dihadapan pria lain." Si Fery begitu cerewet walau ada benarnya.Alya sama sekali tidak melirikku apalagi menyapaku, dia lebih fokus menyapa teman-temannya. Dia sudah seperti tamu kenegeraan saja. Gayanya sungguh beda dari biasanya. Apa memang aku yang salah selama ini tidak memperhatikannya lebih detail?"Gigit jari, bro," ledek Fery. Ini kenapa si Fery sama sekali tidak mendukungku, dia lebih tertarik dengan si Alya itu. Duuh, kemana gaya totalitasku selama ini. Aku bahkan dibuat mati kutu oleh Alya."Mas kenapa lirik gadis itu terus?" Maharani tiba-tiba tepat berada di depanku. Kenapa juga dia yang lebih tertarik dengan Alya."Aku rasa jika wanita yang kau nikahi seperti itu, pasti pasangan yang sangat serasi." Kembali Maharani menyerangku
Acara selesai aku langsung mencari Alya untuk kugandeng pulang. Namun, nihil dia hilang entah kemana. Sepintas kulihat yang mirip dengan dia naik ke mobil keluaran terbaru. Ah, mungkin hanya prasangka saja melihat Alya naik ke dalam mobil yang pernah kutaksir. Tak mungkin dia sekaya itu. Atau dia pulang dengan si Ilham. Mungkin dikira aku cemburu kali padanya.Semua kususuri, tapi Alya tetap tidak ada di tempat. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang sendiri. Daripada muter tidak jelas di acara orang. Hebat sekali si Alya sama sekali tidak peduli denganku.Sampai rumah, dapur masih berantakan itu artinya Alya belum pulang. Apa benar aku tadi salah lihat jika Alya yang naik mobil. Namun, tak berselang lama ada mobil terparkir, ternyata benar Alya diantar oleh orang yang bernama Ilham itu. Benar-benar menjengkelkan! Oh, mungkin dia ingin membuatku cemburu? Jangan harap.Dia masuk sambil menenteng sandal hak tingginya. Ckck ... lelah mungkin kakinya jalan."Maaf, bang. Aku pulang sama mas
Aku langsung terdiam menikmati sarapan di depannya. Setelah selesai, dia menitipkan kotak bekal untuk kubawa ke kantor."Ini bekalnya, bang. Kalau tidak dimakan kasih OB kantor saja," ucapnya enteng."Jangan lupa bawa kotak bekalnya pulang." Astagfirullah, ini aku yang pelit atau dia sih. Kotak bekal diharuskan bawa pulang."Jangan sampai kotak bekalnya hilang, ini kotak bekal limited edition." Diih, kotak bekal apa, sih, yang mahal. Akal-akalannya si Alya ini mah."Iya, cerewet!" ketusku."Biar aku tidak dianggap korupsi oleh manager bank, makanya kusiapkan bekal. Untuk nota belanja tiga puluh hari kedepan aku akan buat rinciannya," jawabnya lagi.Lebih baik aku segera ke kantor. Makin mumet aku di rumah olehnya. Seperti biasa tampilannya kembali
"Aku akan membawa Deswita ke rumah," ucapnya begitu enteng. Di dunia ini ada yang memiliki ego yang tinggi termasuk Dave Abimanyu. Kadang egonya yang tinggi membuat dia selalu memiliki alasan agar orang di dekatnya sedikit terluka.Aku yang tidak pernah merasakan cinta dan dekat dengan laki-laki menganggap hal itu justru lucu. Lebih tepatnya sifat ke kanak-kanakan. Kita lihat saja sampai kapan dia bertahan dengan egois yang dimiliki.Cukup diam saja memiliki laki-laki yang unik dan pelit ini. Sekelas manager bank begitu sangat perhitungan. Itu mungkin yang membuatnya cepat naik jabatan.Kadang keadaan membuat orang berubah. Aku tipe orang yang cuek, jika orang lain tidak suka tak perlu aku paksa untuk menyukaiku. Setiap orang berhak atas kenyamanan hidupnya dan aku tipe orang yang jika orang tidak suka aku tinggalkan. Kita perlu hidup aman dari orang-orang
Ibu dengan melotot mengintrogasi kami. Tangan Deswita terus gemetar, entah apa yang dibisikkan oleh Alya."Hei, Dave! Sepertinya kamu harus segera dikeluarkan dari daftar keluarga dan semua wasiat. Bisa-bisanya baru nikah satu Minggu kamu mau nikah lagi!" Ibu sudah seperti polisi dan kami tahanannya."Eh, kamu juga gatel sekali jadi wanita. Aku tahu tongkronganmu sering ke club malam. Iya 'kan?!"Deswita terus menunduk. Dia sama sekali tak berkutik, apalagi memandang Alya yang ada di sampingnya. Hebat sekali si Alya tanpa ada rasa empati dia santai minum segelas kopi dan cemilan yang dibuatnya. Bahkan bajunya terlihat rapi dan wangi padahal tadi pagi dia kembali ke asalnya menggunakan training dan jilbab instan."Ma ...af Tante, pak Dave memaksaku kesini. Biarkan aku pulang, tante." Deswita begitu gelagapan. Eh, maksdunya? Buk
Alya membawa bekal lalu duduk di sofa ruanganku. Kulihat Fery mengusir karyawan yang mengintip. Mati aku digosipin. Kenapa juga Deswita bisa nekat seperti tadi. Geli dan ngeri aku melihatnya."Lain kali kalau kencan jangan di ruangan kerja, ada banyak pasang mata yang harus kita jaga. Aku rasa seorang Dave Abimanyu telah berjuang mempertahankan posisi dan jabatannya untuk sampai sejauh ini." Dia dengan santai menasehatiku sambil membukakan bekal."Aku tidak ingin dicap sebagai istri yang korupsi makanya aku bawakan bekal," sambungnya lagi. Aku bahkan sampai dibuat terhipnotis olehnya."Makanlah ... biar kotak bekalnya aku bawa pulang, sekalian kotak bekal kemarin aku bawa juga."Setelah membukakan bekal dia duduk manis, selama nikah aku tidak pernah melihatnya bermain ponsel. Apa dia juga tidak punya ponsel? Kenapa semak