Alya duduk manis membuat napasku tercekat, mataku tak bisa lepas darinya. Aku tak menyangka wanita yang kunikahi satu minggu ini begitu memesona. Namun, segera kutepis mengingat wajahnya yang masih kusam tak menarik itu. Mungkin dikira bisa memikatku, oh no!
Dia cuek lalu berbaring. Mata lapar dan perut lapar benar-benar menyiksaku. Gengsi rasanya sekedar makan masakan dia yang menurut ibu sangat enak. Aku tidur di tempat biasa. Kasur yang sudah kusiapkan di kamar ini. Aneh saja melihat wanita wonder woman berubah manis seperti itu. Geli rasanya. Kupejamkan mataku secepat mungkin agar tak tergoda dengan mahluk yang tak jelas di sebelah sana. Dia dengan santai sebelum tidur makan buah dan segelas susu. Aku semakin gigit jari.Akhirnya aku bisa tertidur pulas.****Bangun tidur perutku sakit, tapi aku gengsi hanya sekedar menyapanya. "Ini susu dan rotinya, Bang." Aku mendelik. Kemarin dia manggil mas, sekarang kenapa dia manggil abang. Memang aku abang gorengan!"Mulai hari ini aku panggil abang. Karena panggilan Mas adalah panggilan suami istri yang sudah malam pertama," ucapnya. Diih, ngarep kali aku mau berhubungan dengannya. Teori darimana itu coba. Maksudnya abang itu untuk panggilan yang sudah perjaka?"Oh, jadi kamu mau dipanggil neng?""Tak masalah, panggil saja namaku karena itu lebih memesona." Dih, enak sekali dia memanggilku abang sementara dia menolak dipanggil eneng."Kamu cocoknya dipanggil mbak, bukan neng. Sok gadis banget." Dia mendelik."Jangan lupa belanjaku, bang, hari ini."Menjengkelkan sekali. Aku berikan saja uang tiga puluh ribu, kita lihat dia bisa makan apa dengan uang segitu."Manager bank hanya memberi istrinya uang tiga puluh ribu, sepertinya harus diviralkan.""Viralin saja, aku tidak takut." Paling juga dia hanya gertak cap sambel.Aku pergi meninggalkan dia yang tidak percaya kuberi uang tiga puluh ribu. Sok kecakepan, minta uang lebih. Mending manis dan bisa dandan. Ini kusam minta ampun. Duh, mumet. Lebih baik aku segera ke kantor lihat yang bening-bening.***Berangkat kerja dengan pikiran campur aduk, ini gara-gara si Alya yang kusam itu. Kapan dia sedikit merias dirinya biar semakin menarik dipandang. Bahkan ijab qabul pun dia hanya diberi bedak tipis meski natural dan ada aura yang keluar tetap saja tidak sesuai ekspetasiku. Pria bergengsi sepertiku memang tidak layak untuknya."Hi, pak Dave." Seperti biasa Deswita bagian teller yang sangat memesona menyapaku. Cantik dan berkelas, dua kata yang pas. "Pagi, pak Dave." Siapa lagi kalau bukan Rara bagian CS menyapaku. Di kantor bahkan aku punya penggemar begitu banyak, di rumah duuh bikin kepala pening."Hi, Bro! Kok muka ditekuk gitu." Fery datang menyapaku."Mumet aku, Fer. Semenjak melihat manusia langka di rumah.""Hahaha ... ntar cinta mati kamu, baru tau rasa.""Cinta mati dari hongkong, pen nelen dia biar tidak ada di bumi. Masak cewek gak suka dandan.""Tapi istrimu itu natural, iner beauty nya keluar. Kurasa ....""Kurasa apa?" "Kalau pakai lingeri istrimu itu pasti terlihat seksi." Diih, si Fery ini memang isi kepalanya tak ada yang lain itu-itu aja pasti isinya."Kerja sonoo, kalau tidak mau dimutasi?!" tegasku membuat dia terkekeh. Bayangan Alya yang pakai lingeri tadi malam membuat aku menelan ludah. Dia memang seksi jika dipoles. Oh, no! Kusam begitu dibayangin.***Aku tetap fokus, siang ini aku sudah janjian dengan Deswita bagian teller yang kubilang selain cantik, dia juga sangat cerdas. Istirahat nanti rencananya kami makan siang di cafe sebelah. Setelah jam istirahat Deswita memanggilku. Kali ini berjalan dengan gadis cantik menambah ketampananku. Baru kutahu selera makan Deswita sangat berkelas. Semua makanan yang enak dipesan, tapi tak masalah mengingat Deswita sudah seperti model yang sangat memperhatikan apa yang dimakan. Dia bahkan begitu hati-hati dalam bersikap."Kabarnya pak Dave sudah menikah?" tanya Deswita."Benar, Des.""Aku benar-benar patah hati makanya aku memesan makanan yang berkelas di Cafe ini," sambungnya. Aku justru tersenyum. Sekelas Cafe seperti ini pasti tidak terlalu mahal menurutku."Tak masalah, Des. Santai saja." Deswita langsung tersenyum, hingga gigi ginsulnya terlihat.Setelah makan aku menuju kasir, dan ternyata benar harganya fantastis. Gila makan hanya sedikit saja harganya mengalahkan resto bintang lima. Deswita tersenyum melihatku yang sedang melakukan pembayaran, aku pun ikut membalasnya walau hati tak karuan. "Sekelas Manager bank, pasti dianggap murah lah, ya, pak Dave.""Itu tau!" Semoga tidak ada si Alya disini bisa bocor rahasiaku yang memberinya nafkah tiga puluh ribu tadi pagi. Kami kembali ke kantor, masih sekitar lima belas menit lagi untuk mulai pelayanan. Terlihat semua berkumpul seperti sedang membicarakan sesuatu."Ngapain kumpul disini?" Mereka seperti menatapku dengan heran."Ada berita viral hari ini, bro." Fery yang paling antusias dengan berita ini."Berita viral apa?""Ini di medsos seorang manager bank memberi nafkah tiga puluh ribu untuk istrinya. Semua netizen ikut menghujat.""Dikira hidup zaman purbakala kali, tu, suaminya," jawab pegawai yang lain."Hahaha ... bahkan yang pekerja harian saja mampu kasih istrinya seratus ribu, ini cuma tiga puluh rebu dikira beli beras pakai batu kali.""Semoga saja itu bukan pak Dave bisa hancur reputasi bank ini." Duuh, bagaimana ini. Apa Alya yang memviralkan berita hari ini.Mati aku. Apa Alya benar-benar nekat memviralkanku hari ini? Semua bersarang di kepalaku.Segera kubuka ponselku dan benar saja. Semua sedang menelusuri siapa Manager bank itu. Benar-benar meresahkan si Alyaaaaa ini.Aku jadi tak ada selera bekerja siang ini. Gara-gara berita viral nafkah tiga puluh ribu. Apa mungkin itu kerjaan si Alya, memangnya dia sehebat apa sampai cepat viral seperti itu. Rasanya ingin segera pulang menanyakan ini semua ke Alya. "Bro, semoga bukan ente, ya, berita viral hari ini. Ngeri ...." Fery seperti curiga padaku."Gak mungkin, lah, traktir kamu tiap hari saja aku tak pernah pelit. Masak kasih istri cuma tiga puluh rebu.""Aku juga percaya, lah, sama Pak Dave Abimanyu walau tiap hari keluhin istri kusam, tapi kalau nafkah pasti ngasih banyak, lah.""Tu, kan. Ente sadar sendiri." Walau hatiku diliputi gelisah. Duh, semoga itu bukan postingan Alya. Reputasi ini bisa semakin hancur.Jam menunjukkan pukul 17.00 rasanya ingin segera langsung melabrak si Alya. Tak sabar melihat ekspresinya bagaimana di rumah.Namun, langkahku sedikit tercegat karena telpon bertubi-tubi dari ibu. Pasti ibu menanyakan keviralan berita hari ini. Satu-satunya orang yang pasti tahu bagaimana kela
Tak kupedulikan dia yang menyediakan aku satu bungkus mie dan satu buah telur. Benar-benar sudah diperhitungkan olehnya. Aku sampai gigit jari. Apa dia dulu mahasiswi tercerdas sampai begitu detailnya menyiapkan nota tiga puluh ribu padaku.Lama kelamaan aku bisa mati mendadak dibuatnya. Ting! Satu notifikasi pesan dari Fery.[Bro, jangan lupa kita ke lamaran Danu malam ini.] Aku bahkan sampai lupa jika ada undangan malam ini. Lumayan menghindari mie instan dan satu buah telur."Bang, aku mau keluar malam ini," ucapnya. Tak lupa dia meniup-niup jilbabnya. Benar-benar tidak ada feminimnya si Alya ini. Bahkan celana training tak pernah lepas dari tubuhnya. "Keluar saja, pakai izin segala.""Sudah kewajiban istri izin jika keluar, terima kasih sudah mengizinkan," sambungnya lagi sambil memasang wajah imut. Pen mual lihatnya. Dia terlihat berkemas menyiapkan diri. Sekarang aku yang bingung tidak ada makanan apa pun di rumah ini. Padahal sebelumnya cemilan selalu Alya siapkan setiap sor
Namaku Alya putri lulusan tekhnik sipil. Hidup lebih banyak di panti asuhan. Sejak umur 13 tahun ayah dan ibuku meninggal karena kecelakaan tunggal. Saat itu mama bertengkar hebat dengan papa. Pekerjaan mama sebagai model tentu membuatnya selalu tampil menarik di depan semua orang hingga mama kedapatan selingkuh oleh papa. Entah bagaimana ceritanya kecelakaan itu terjadi. Sejak saat itu aku tidak tertarik dengan yang namanya make up. Rasa trauma menderaku. Umur tiga belas tahun aku sudah paham tentang banyak rasa seperti kerisauan papa yang melihat istrinya selalu berpenampilam menor dan glamour setiap harinya. Mama dan papa bukan orang kalangan bawah. Harta yang mereka titipkan sangat cukup untuk hidupku sebagai anak tunggal. Namun, aku memilih untuk tinggal di panti asuhan dengan jarak tidak jauh dari rumahku. Papa yang sibuk, dan mama yang tak kalah sibuknya membuatku lebih sering bermain disana. Entah mengapa aku lebih dekat dengan ibu panti daripada mama sendiri."Alya ini wasia
Kembali kupandang dari jauh Alya yang begitu menawan malam ini. Apa dia punya kembaran? Kenapa dia hanya tersenyum tanpa menyapaku?"Kurasa ente perlu melihat secara detail istri yang baru dinikahi seminggu ini, bro.""Lihat dia begitu mempesona dihadapan pria lain." Si Fery begitu cerewet walau ada benarnya.Alya sama sekali tidak melirikku apalagi menyapaku, dia lebih fokus menyapa teman-temannya. Dia sudah seperti tamu kenegeraan saja. Gayanya sungguh beda dari biasanya. Apa memang aku yang salah selama ini tidak memperhatikannya lebih detail?"Gigit jari, bro," ledek Fery. Ini kenapa si Fery sama sekali tidak mendukungku, dia lebih tertarik dengan si Alya itu. Duuh, kemana gaya totalitasku selama ini. Aku bahkan dibuat mati kutu oleh Alya."Mas kenapa lirik gadis itu terus?" Maharani tiba-tiba tepat berada di depanku. Kenapa juga dia yang lebih tertarik dengan Alya."Aku rasa jika wanita yang kau nikahi seperti itu, pasti pasangan yang sangat serasi." Kembali Maharani menyerangku
Acara selesai aku langsung mencari Alya untuk kugandeng pulang. Namun, nihil dia hilang entah kemana. Sepintas kulihat yang mirip dengan dia naik ke mobil keluaran terbaru. Ah, mungkin hanya prasangka saja melihat Alya naik ke dalam mobil yang pernah kutaksir. Tak mungkin dia sekaya itu. Atau dia pulang dengan si Ilham. Mungkin dikira aku cemburu kali padanya.Semua kususuri, tapi Alya tetap tidak ada di tempat. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang sendiri. Daripada muter tidak jelas di acara orang. Hebat sekali si Alya sama sekali tidak peduli denganku.Sampai rumah, dapur masih berantakan itu artinya Alya belum pulang. Apa benar aku tadi salah lihat jika Alya yang naik mobil. Namun, tak berselang lama ada mobil terparkir, ternyata benar Alya diantar oleh orang yang bernama Ilham itu. Benar-benar menjengkelkan! Oh, mungkin dia ingin membuatku cemburu? Jangan harap.Dia masuk sambil menenteng sandal hak tingginya. Ckck ... lelah mungkin kakinya jalan."Maaf, bang. Aku pulang sama mas
Aku langsung terdiam menikmati sarapan di depannya. Setelah selesai, dia menitipkan kotak bekal untuk kubawa ke kantor."Ini bekalnya, bang. Kalau tidak dimakan kasih OB kantor saja," ucapnya enteng."Jangan lupa bawa kotak bekalnya pulang." Astagfirullah, ini aku yang pelit atau dia sih. Kotak bekal diharuskan bawa pulang."Jangan sampai kotak bekalnya hilang, ini kotak bekal limited edition." Diih, kotak bekal apa, sih, yang mahal. Akal-akalannya si Alya ini mah."Iya, cerewet!" ketusku."Biar aku tidak dianggap korupsi oleh manager bank, makanya kusiapkan bekal. Untuk nota belanja tiga puluh hari kedepan aku akan buat rinciannya," jawabnya lagi.Lebih baik aku segera ke kantor. Makin mumet aku di rumah olehnya. Seperti biasa tampilannya kembali
"Aku akan membawa Deswita ke rumah," ucapnya begitu enteng. Di dunia ini ada yang memiliki ego yang tinggi termasuk Dave Abimanyu. Kadang egonya yang tinggi membuat dia selalu memiliki alasan agar orang di dekatnya sedikit terluka.Aku yang tidak pernah merasakan cinta dan dekat dengan laki-laki menganggap hal itu justru lucu. Lebih tepatnya sifat ke kanak-kanakan. Kita lihat saja sampai kapan dia bertahan dengan egois yang dimiliki.Cukup diam saja memiliki laki-laki yang unik dan pelit ini. Sekelas manager bank begitu sangat perhitungan. Itu mungkin yang membuatnya cepat naik jabatan.Kadang keadaan membuat orang berubah. Aku tipe orang yang cuek, jika orang lain tidak suka tak perlu aku paksa untuk menyukaiku. Setiap orang berhak atas kenyamanan hidupnya dan aku tipe orang yang jika orang tidak suka aku tinggalkan. Kita perlu hidup aman dari orang-orang
Ibu dengan melotot mengintrogasi kami. Tangan Deswita terus gemetar, entah apa yang dibisikkan oleh Alya."Hei, Dave! Sepertinya kamu harus segera dikeluarkan dari daftar keluarga dan semua wasiat. Bisa-bisanya baru nikah satu Minggu kamu mau nikah lagi!" Ibu sudah seperti polisi dan kami tahanannya."Eh, kamu juga gatel sekali jadi wanita. Aku tahu tongkronganmu sering ke club malam. Iya 'kan?!"Deswita terus menunduk. Dia sama sekali tak berkutik, apalagi memandang Alya yang ada di sampingnya. Hebat sekali si Alya tanpa ada rasa empati dia santai minum segelas kopi dan cemilan yang dibuatnya. Bahkan bajunya terlihat rapi dan wangi padahal tadi pagi dia kembali ke asalnya menggunakan training dan jilbab instan."Ma ...af Tante, pak Dave memaksaku kesini. Biarkan aku pulang, tante." Deswita begitu gelagapan. Eh, maksdunya? Buk