Share

Bab 3 Surga

Aku memilih tidak melaporkan penganiayaan terhadap Randu. Karena tersiar kabar ketua preman-preman itu berteman dengan para pejabat. Aku yang hanya perempuan miskin lebih memilih keselamatan adik-adikku. 

Malam sudah cukup larut, aku masih menjahit seragam Randu yang sobek pada bagian punggung. Setiap telusuran jarum bagai menyayat hati. Aku berhenti sejenak, mengamati lampu yang sekarat, kadang menyala kadang padam. 

Aku memutuskan tidak meneruskan menjahit, akan kulakukan esok hari saja. Lalu, merebahkan tubuh di sebelah Rahma yang sudah terlelap. 

Baru memejamkan mata, mendadak tubuhku menggigil kedinginan. Selimut tipis tidak mampu menhalau rasa dingin. Rasa pusing mulai menyerang. Suhu badanku meningkat. 

"Aku nggak boleh sakit, nggak boleh sakit ...." lirihku gemetaran seraya meraih botol minyak kayu putih. Membaluri tengkuk, perut, dan telapak kaki, setelah itu meringkuk kembali di balik selimut. Memejamkan kedua mata, mencoba tidur.

Aku terbangun ketika langit sudah biru keunguan. Di keningku ada kain yang menempel, terasa cukup dingin. Aku memaksa diri beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah terhuyung keluar kamar. Dewa duduk di kursi meja makan, sedangkan Rahma sedang menyiapkan bekal.

"Mbak Sinar sudah baikan?" tanya Rahma. "Tadi malam Mbak demam, aku ketakutan setengah mati. Aku hanya bisa mengompres dengan air hangat ...."

"Agak mendingan," jawabku pelan. Rahma sudah menyiapkan sarapan. Dia juga sudah mencuci baju.

Rahma kemudian berpamitan pergi sekolah. Aku memperhatikan bayangan Rahma sampai menghilang dari pandangan.

Langkahku tertuju ke kamar yang ditempati Randu. Adik laki-lakiku itu masih tidur nyenyak, dia tidak ke sekolah karena kondisi tubuhnya yang memerlukan istirahat dan pemulihan. Semoga tidak ada luka dalam atau tulang yang patah. Aku hanya membuka tirai jendela usang, lalu keluar lagi.

Bukan hanya Randu yang butuh istirahat, sampai siang hari aku juga hanya rebah di atas kasur. Ditemani Dewa yang bermain sendirian.

Aku menggapai ponsel di meja. Ada pesan masuk dari Bude Yani. Yang memberitahu ada lowongan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga.

[Coba aja, Sinar. Nggak nginep, kok. Siapa tahu boleh bawa Dewa. Rumahnya nggak jauh.]

[Makasih infonya Bude.]

Aku mengumpulkan kekuatan, membersihkan tubuhnya dan berganti dengan pakaian bersih. Kaus biru yang sudah pudar warnanya dan celana kulot panjang.

Setelah memakaikan topi pada Dewa, aku menggandeng adikku keluar rumah. Tentu saja kami berjalan kaki untuk menghemat ongkos. Kadang aku menggendong Dewa di belakang.

Aku kembali membaca alamat yang diberikan oleh Bude Yani, untuk memastikan supaya tidak salah rumah. 

Jari telunjukku menekan tombol bel pintu. Lima menit berlalu, sepertinya tidak ada orang di rumah. Aku mencoba menekan bel lagi dan masih tetap sama.

"Ayo, kita pulang, Dewa." Aku berjongkok di depan Dewa, adikku itu langsung merangkul leherku.

"Ada apa?"

Aku menoleh ke belakang. Seorang perempuan sepuh--mungkin berusia enam puluh tahun--berdiri di ambang pintu. Matanya yang abu-abu tua memandangku.

"Dengan Ibu Rena?" Aku kembali menurunkan tubuh Dewa. "Emm, apa benar Ibu butuh asisten rumah tangga?"

"Iya."

Aku lantas mengutarakan niatku ingin bekerja. "Tapi, apakah boleh, saya membawa adik saat bekerja?"

"Namamu siapa?"

"Sinar."

"Orang tua kalian?"

"Ayah sudah meninggal, sedangkan Ibu pergi dan tidak kembali," jawabku jujur.

Perempuan itu kembali menatapku dari ujung kaki sampai rambut. Membuatku jengah dan tertunduk.

"Sepertinya kamu gadis yang baik. Kamu boleh bawa adikmu. Datanglah tiap jam tujuh pagi."

"Baik, Bu Rena. Terima kasih," ucapku senang.

"Apa sekarang kamu bisa membersihkan gudang?"

"Bisa."

Aku pun mengikuti langkah Bu Rena. Aku sempat tertegun dengan interior rumahnya yang indah. Ubin yang mengkilap, cat dinding yang rapi. Seperti apa rasanya jadi orang kaya?

Gudang yang dimaksud seperti kamar yang tidak pernah dipakai. Bu Rena menyuruhku membuang semua barang-barang yang ada di ruangan tersebut.

***

Seusai membersihkan gudang, aku dan Dewa pulang. Terpaksa adikku bungsuku itu berjalan kaki, karena kedua tanganku membawa dua kantong plastik. Berisi pakaian dan sepatu bekas. 

Kebetulan saat membersihkan barang-barang, ada dua pasang sepatu yang masih layak pakai. Juga beberapa kaus dan kemeja. Dengan sungkan aku meminta pada Bu Rena. 

Majikanku itu tinggal seorang diri. Suaminya sudah meninggal, anak satu-satunya bekerja di luar negeri. 

Kami mampir sebentar di minimarket, membeli satu susu cokelat dalam kemasan kotak. Aku bersyukur, Dewa tidak rewel. Dia selalu ceria.

Di halaman rumah terparkir motor matic keluaran baru. Aku yang penasaran mempercepat langkah kaki masuk ke dalam rumah. Ada Bu Kumala--pemilik toko pakaian--yang duduk di kursi tua ditemani Randu.

"Baru pulang, Sinar?" tanya Bu Kumala.

Aku menaruh dua kantong plastik, menyuruh Dewa segera masuk kemudian menjawab, "Iya, Bu Kumala."

"Aku ingin mengatakan sesuatu. Duduklah," kata Bu Kumala.

"Ada apa, ya, Bu?" Aku duduk di sebelah Randu.

Bu Kumala mengeluarkan map besar dari tasnya. "Ini sertifikat rumah kalian. Yuni meminjam uang dengan jaminan rumah ini ...."

Perkataan Bu Kumala sangat lembut, tetapi mampu membelah jantung yang sedang berdetak.

"Ibu kalian meminjam lima belas juta--"

"Kami nggak bisa membayarnya, Bu. Ibu pergi begitu saja." Aku menyela ucapan Bu Kumala.

"Aku tahu, Sinar. Berita itu sudah menyebar. Aku tidak akan mengusir kalian. Begini saja, setiap bulan kamu mengansur semampunya," ucap Bu Kumala. "Aku berharap Ibu kalian segera pulang dan melunasi hutangnya."

"Ya, Tuhan ...." Rasanya sesak sekali. Aku tidak mampu harus berkata apa-apa.

Bu Kumala berpamitan pulang. Meninggalkan rumah kami yang cat dindingnya mengelupas.

Ibu yang berhutang, dan kami yang harus menanggung. Ingin sekali aku berteriak melepaskan amarah. 

"Mbak Sinar, apa surga masih di telapak kaki Ibu kita?"

"Apa maksudmu, Randu?" Aku balik bertanya.

"Karena aku nggak akan pernah memaafkan Ibu, Mbak ...." 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Keterlaluan banget ibunya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status