Share

Ibu Mertua Luar Biasa
Ibu Mertua Luar Biasa
Author: Widya Yasmin

Ibu Mertua Rasa Ibu Kandung

"Mas, boleh, gak aku minta tolong?" tanya seorang wanita yang baru dua hari lalu melahirkan putra pertamanya.

"Iya, minta tolong apa?" Suaminya balik bertanya sembari membaringkan tubuhnya.

"Tolong dua hari saja, sebelum berangkat kerja tolong cucikan pakaian dan cuci piring."

Lelaki itu menatap istrinya yang tengah menyusui bayi mungil yang masih berwarna merah.

"Kenapa? Kenapa aku harus mengerjakan semua itu?"

"Ya karena dokter menganjurkan aku untuk beristirahat beberapa hari setelah melahirkan. Aku cuma minta dua hari saja, kok, Mas."

"Tapi aku tak pernah melihat ayahku melakukan hal itu, ibuku mengerjakan semuanya bahkan sehari setelah melahirkan."

Mendengar itu Anisa hanya menitikkan air mata tanpa berani membantah ucapan suaminya.

Keesokan paginya, Rudi telah siap berangkat kerja. Dengan wajah kesal ia menoleh ke arah istrinya yang masih menyusui anaknya dengan mata terpejam.

"Apa hari ini kamu tidak membuatkanku sarapan?" tanyanya dengan wajah masam.

"Tunggu ya, Mas, aku masih menyusui."

"Harusnya kamu bangun dari tadi subuh lalu siapkan sarapan."

"Tapi semalaman aku sama sekali gak tidur, Mas. Bayi yang baru beberapa hari memang menyusunya sering, tiap beberapa menit sekali, lalu aku juga harus sering menganti popoknya."

"Kenapa gak pakai diapers?"

"Dia baru berusia dua hari, masa udah dipakaikan diapers, aku takut kulitnya lecet."

"Halah! Bantah aja!" bentaknya lalu bergegas pergi dengan wajah kesal.

Beberapa waktu kemudian setelah bayinya terlelap, Anisa segera mencuci pakaian secara manual karena ia tidak memiliki mesin cuci. Belum selesai ia mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba bayinya kembali terbangun dan menangis. Gegas ia berjalan meninggalkan cuciannya yang belum selesai lalu menanggalkan pakaiannya yang basah, lalu segera menggantinya.

Anisa segera mengganti popok bayinya lalu kembali menyusuinya.

"Assalamualaikum!" Terdengar seseorang membuka pintu saat Anisa masih fokus memberi ASI.

"Waalaikum salam, masuk, Bu, Nisa di kamar."

Seorang wanita paruh baya datang sembari membawa rantang makanan.

"Nisa, kamu sudah makan, ini ibu bawakan nasi dan sayur sop."

"Terimakasih, Bu, padahal gak usah repot-repot."

"Gak apa-apa, kamu lanjutkan menyusui, ibu ke dapur sebentar ya ngambil piring."

"Gak usah, Bu, biar nanti Nisa aja."

"Gak apa-apa," ujarnya sembari tersenyum lembut.

Anisa melanjutkan menyusui bayinya dengan dada yang berdebar mengingat dapurnya yang pasti masih berantakan ditambah lagi piring dan perabotan masak kotor yang masih menggunung di tempat cucian, apalagi ia juga belum menyelesaikan cucian pakaiannya di kamar mandi. Tiba-tiba dadanya semakin bergemuruh saat mengingat lantai kamar mandi yang pasti licin dengan busa deterjen yang belum sempat ia siram.

"Bagaimana kalau ibu mertuaku ke kamar mandi lalu terpeleset?" pikirnya sembari menepuk jidat.

Kepalanya terasa pusing memikirkan semua itu. Beberapa saat kemudian bayinya telah terlelap, gegas ia menuju dapur untuk melihat apa yang tengah terjadi. Setibanya di dapur, wanita berusia 23 tahun itu langsung terhenyak saat melihat ibu mertuanya tengah mencuci perabotan masak, sementara piring kotor yang tadi berserakan telah tertata rapi di rak piring.

"Astaghfirullah, Bu, kenapa Ibu sampai mencuci piring segala?" Anisa tampak sangat panik dan khawatir ibu mertuanya akan memprotes dirinya karena tidak bisa mengurus rumah.

"Gak apa-apa, kamu santai aja, si Dedek sudah bobo?" Ibu mertuanya tampak santai sembari membasuh perabotan masak yang sebelumnya telah ia sabuni.

"Sudah, Bu, biar Nisa lanjutkan, ya, Bu."

"Gak apa-apa, kamu makan aja yang banyak, takutnya si Dedek nanti keburu bangun. Bayi baru beberapa hari memang sering minta disusui, dalam satu jam kadang sampai 2 atau 3 kali," ujarnya lembut.

"Nisa mau melanjutkan nyuci pakaian dulu, Bu."

"Loh, memangnya Rudi gak mencuci dulu sebelum berangkat kerja?"

Anisa hanya menggeleng, lalu bergegas menuju kamar mandi. Beberapa saat kemudian, ia telah selesai mencuci pakaian, lalu berniat untuk menjemur pakaian.

"Biar ibu saja yang jemur pakaian, kamu segera makan."

"Jangan, Bu, biar Nisa aja."

"Anisa! Nurut saja sama ibu."

"Gak bisa, Bu, Nisa gak mau merepotkan Ibu."

"Oh, jadi rupanya kamu masih menganggap ibu ini orang lain!"

"Justru Nisa menganggap Ibu sebagai ibu kandung Nisa, makanya Nisa gak mau merepotkan Ibu."

"Anisa! Cepetan makan saja! Kamu tak akan memiliki banyak waktu, karena kamu harus terus menerus menyusui bayimu!" ujarnya setengah membentak.

Air mata Anisa langsung bercucuran saat ibu mertuanya itu meninggikan suaranya.

"Maaf, ibu gak bermaksud untuk membuat kamu menangis."

Anisa langsung memeluk ibu mertuanya sembari berderai air mata.

"Anisa teringat almarhum Mama, dulu dia sering menyuruh Nisa makan sampai membentak, karena Nisa terlalu fokus menulis novel sampai lupa makan."

Bu Aminah langsung mengusap air mata menantunya yang terus mengalir.

"Mulai sekarang Nisa harus nurut sama ibu, ya, ayo sekarang Nisa makan dulu, biar ibu yang menjemur pakaian itu."

Bu Aminah melembutkan suaranya sembari mengusap rambut panjang menantunya. Anisa mengangguk, lalu bergegas menuju rantang yang dibawa ibu mertuanya. Sementara Bu Aminah bergegas menjemur pakaian tersebut.

Beberapa saat kemudian setelah semua pakaian selesai dijemur, Bu Aminah bergegas masuk ke rumah, dilihatnya Anisa tengah memakan makanan yang ia bawa dengan lahapnya.

"Pantas saja Mas Rudi sering memuji masakan Ibu, soalnya masakan Ibu enak banget. Aku harus belajar banyak pada Ibu."

"Benarkah? Kalau begitu ibu akan sering-sering membawakan makanan buat kamu."

"Jangan repot-repot, Bu, biar Nisa minta resepnya aja."

"Kamu itu terlalu berlebihan kalau memuji. Masakan kamu juga enak, kok, ibu masih ingat saat kamu mengantar ikan asam pedas. Bapak, Retha dan Risa sampai nambah berkali-kali."

"Masa sih, Bu?"

"Iya, kalau kamu serumah sama ibu, mungkin kamu sudah menjadi saingan ibu, karena selama ini ibulah yang jago memasak kalau di rumah."

Anisa langsung tertawa saat mendengar candaan ibu mertuanya yang membuat hatinya terasa hangat.

"Oh, ya, ibu harus pulang, mau buka warung. Kamu harus banyak makan dan banyak istirahat. Kalau si Dedek lagi tidur, kamu harus ikut tidur juga."

Anisa mengernyitkan dahi saat mendengar ucapan ibu mertuanya.

"Kemarin ada tetangga yang bilang kalau lagi nifas gak boleh tidur siang."

"Mulai sekarang yang harus kamu dengarkan hanya ibu. Kamu pasti kurang tidur karena setiap malam begadang menyusui dan mengganti popok anakmu, makanya kalau ada waktu langsung tidur aja."

"Makasih, Bu." Anisa kembali memeluk erat ibu mertuanya sembari menitikkan air mata.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status