Share

2. Tawaran Mendadak

Author: Yadika Putri
last update Last Updated: 2025-07-02 16:02:21

“ … Tolong terima Alvaro untuk jadi suamimu, ya? Anggap saja sebagai bentuk permintaan maaf dari Mama.”

Otomatis Saira menoleh pada sosok yang dimaksud oleh Susi.

 Laki-laki itu berada beberapa meter dihadapannya. Setengah bersandar pada tembok dengan salah satu tangan yang dimasukkan pada saku celana. Sementara tangan yang satunya sibuk memainkan ponsel. Terbilang santai, untuk seorang yang dimintai menjadi pengganti calon pengantin Pria.

“Setidaknya Alvaro lebih mapan dan lebih dewasa dari Anwar.”

Saira bingung, ia masih belum memiliki kata-kata untuk menimpalinya.

Alhasil Mama anwar itu kembali bersuara, “Mama harap kamu gak salah paham sayang. Mama gak bermaksud mengatur hidupmu, tapi apa yang bisa Mama lakukan untuk menebus kesalahan anak Mama? Mama hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik nantinya, dan Mama pikir, Alvaro yang paling tepat.”

“Lihat aku Ma.” Anwar membalik badan sang Mama. “Apa Mama gak mau yang terbaik juga buat aku? Anak Mama itu aku, bukan Cecilia. Kenapa Mama gak mempertahankan Saira untuk jadi mantu Mama? Ini malah nyuruh dia buat nikah sama Paman. Apa-apaan. Apa Mama pikir Saira patung? Saira juga punya perasaan kali.”

“Wah. Dewasa sekali ya pemikiran anakku yang satu ini.”

“Aw—aw.” Anwar meringis, karena sang Mama sudah menjewer telinganya.

“Kenapa kamu gak berpikir seperti itu sebelum menghamili perempuan lain, hah!” Susi melepas jeweran dengan menghempas tubuh anaknya hingga Anwar sedikit terdorong beberapa langkah.

“Yah, namanya juga kebutuhan Lelaki.” Anwar menggerutu dengan tangan yang sibuk menggosok telinga bekas jeweran.

“Tanya saja tuh sama Paman, dia lebih pengalaman itu,” lanjutnya kemudian.

“Bisa dijaga sedikit gak omonganmu?” Alvaro memicing pada Anwar.

“Gak bisa. Lagian aku bener kan? Itu bisa ada Cecilia gimana coba?”

“Tapi Cecilia bukan hasil dari pengkhianatan dan perselingkuhan.” Ingin rasanya Alvaro memukul Anwar dan mendisiplinkannya. Namun ia berusaha mengendalikan diri karena tidak mau membuat keributan. 

“Sama saja. Toh sama-sama dibikin diluar nikah, kan?”

“Anwar! Sudah!” Susi menengahi. “Gak malu kamu sudah salah masih berani bersikap seperti ini?”

Anwar hanya mendengus sebal saat dimarahi ibunya.

“Kalian lanjut debat diluar saja sana.” Susi mendorong bahu Alvaro dan Anwar bersamaan. “Dan ya, kalau bisa pukulin Anwar buat Kakak ya, Al. Udah dari kemari Kakak ingin melihat wajahnya babak belur.”

“Mama kok gitu?” Anwar yang pertama kali berbalik dengan wajah memelas.

Alvaro turut melakukan hal yang sama. Bedanya Lelaki itu berbalik dengan gerakan santai tanpa wajah memelas.

“Harusnya Mama yang nanya. Kamu kok gitu? Bisa-bisanya selingkuh dari Saira. Bisa-bisanya kamu nyakitin dia. Selama ini kurang baik gimana lagi dia sama kamu. Kamu tahu, gara-gara kamu, Mama jadi gak bisa punya mantu secantik, sepintar dan sebaik dia.”

“Dea juga cantik kok, Ma.” Yang ini suara Saira.

Perkataannya sedikit, namun berhasil membuat Alvaro terkekeh. Berbeda dengan Anwar yang mendengus kesal.

“Tetap saja sayang, dia gak sebaik kamu. Sangat disayangkan dia gak bisa menjaga diri dan menjaga persahabatan kalian. Tapi yasudahlah, mau gimana lagi. Dia lagi ngandung calon cucu Mama kan, jadi Mama harus menerimanya meski dengan terpaksa.” Tatapan Susi berganti pada Anwar.

“Gatau deh. Anak ini mau menikahinya kapan,” lanjutnya kemudian.

“Nanti. Kalau Saira nikah,” jawab Anwar setengah ngasal.

“Gak. Jangan gitu. Gimana kalau aku beberapa tahun lagi nikahnya? Kamu gak mungkin membiarkan anakmu lahir tanpa Ayah kan.”

“Itu belum tentu anakku, Saira.” Entah harus berapa kali lagi Anwar menjelaskan hal tersebut.

“Benar-benar bejat kamu, An.” Alvaro mendekat dengan menggeleng dramatis. “Cuma mau enaknya doang, eh.”

“Ngaca ya, ngaca!” Anwar mencengkram jas yang dikenakan Alvaro.

“Seenggaknya Paman bisa tanggung jawab ya! Kamu ... bisa gak?”

Anwar memalingkan wajah, seraya mundur beberapa langkah.

“Gak bisa kan?” tantang Alvaro.

“Aku bilang aku bisa ya. Asal Saira nikah du—“

“Oke.” Paman Anwar itu menyela sambil mendekat pada Saira. “Kamu dengar sendiri kan Saira? Ayo kita nikah saja.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   60. Kejanggalan

    Anwar sudah tidak bermain game, ponselnya pun sudah tidak terlihat dalam genggaman. Saat ini Laki-laki itu menatap Saira dengan pandangan berbinar—setengah tidak percaya.“Hey. Ayo jawab. Kamu beneran hamil, Ra?” Anwar seakan mencari jawaban dari setiap pergerakan Saira. Dan satu anggukan kecil dari perempuan itu berhasil membuatnya tersenyum lebar.“Seriusan?” tanyanya lagi kali ini dengan mengguncang bahu lawan bicaranya.“Iya Anwar. Aku serius.”“Kalau begitu, selamat dong atas kehamilanmu ... Semoga semuanya lancar sampai persalinan. Pasti anakmu nanti sangat beruntung memiliki Ibu sepertimu.”Saira mendongak, mencari kepura-puraan dalam serangkaian kalimat baik yang diucap Anwar tersebut. Tetapi tidak ada. Wajah mantan kekasihnya itu terlihat tulus, belum lagi tangannya sudah terulur dihadapan Saira.Kenapa Reaksi Alvaro tidak seantusias Anwar dalam menanggapi kehamilannya? Tanpa sadar Perempuan itu menatap pintu ruang rawat Cecilia yang sudah tertutup rapat dengan perasaan tak m

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   59. Mengulur Waktu

    Saira tidak mungkin meninggalkan Cecilia begitu saja dengan orang asing. Meski Agnesia Ibu kandungnya, tatap saja sebutannya asing karena bukan bagian dari keluarga Alvaro lagi.Ngomong-ngomong tentang Alvaro. Semoga saja Suaminya itu tidak datang ke sini, supaya tidak bertemu dengan Agnesia. Karena Saira tidak sanggup membayangkannya. Bagaimana jika pertemuan tersebut, dapat mempengaruhi nasib pernikahannya?Toh, ia belum tahu apa yang membuat kedua pasangan tersebut bercerai. Dan sampai saat inipun Alvaro tidak sempat membahasnya. Pernah sekali, Alvaro mendapat informasi tentang mantan Istrinya. Itupun ia langsung menjauh dari Saira. Seakan ia tidak boleh mengetahui apapun mengenai Agnesia ini.Yang lebih jelas lagi, sikap Alvaro dalam menghadapi kehamilan Saira. Kenapa kasih sayang Laki-laki itu seakan berbeda terhadap kedua anaknya?“Jangan salah paham. Saya memintamu pulang, karena Cecilia sempat bercerita, kalau kamu akan merasa mual kalau berada di luar rumah.” Agnesia sudah me

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   58. Ibu Agnesia?

    Ponsel Saira berbunyi, menandakan adanya panggilan masuk dari seseorang. Nama ‘Pak Mamat’ terbaca jelas, dari layarnya yang berkedip.Saira mengernyit, tidak biasanya Sopir yang selalu mengantar Cecilia sekolah tersebut, menghubungi pada jam-jam seperti ini.“Ada apa pak?” tanyanya begitu mengangkat panggilan seraya melirik Rossa yang duduk di seberangnya.Kebetulan siang ini Saira tengah menemani Ibu mertuanya tersebut berbincang kecil di taman belakang rumah.“Non Cecilia mengalami kecelakaan, Bu…”Penjelasan dari Pak Mamat membuat Saira bangkit dari duduknya. “Kecelakaan bagaimana?” tanyanya lagi, dengan mengeraskan suara panggilan, supaya Rossa tururt mendengarnya juga.“Untuk jelasnya saya belum tahu, Bu. Saya hanya diberi tahu saat Non Lia sudah dibawa ke Rumah Sakit. Saya sudah coba menghubungi Bapak, tetapi ponselnya tidak aktif-aktif.”“Sepertinya Alva masih meeting. Dia jarang mengaktifkan ponsel, kalau dalam situasi serius,” Rossa turut memberi penjelasan. “Sini. Biar Oma y

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   57. Cuek Tapi Perhatian

    Saira benar-benar merealisasikan niatnya. Ia mengurung diri di kamar tamu dan menggunakan hormon kehamilan sebagai alasan. “Sepertinya Mama kalau ketemu orang akan mual-mual, jadi sebaiknya Mama menyendiri dulu,” begitulah yang Saira jelaskan pada Cecilia.Sebelum itu, ia menyempatkan mengambil beberapa barang yang sekiranya di perlukan dari kamar Alvaro. Seperti handphone dan pakaian ganti. Untuk keperluan mandi dan alat kebersihan lainnya, Saira tidak khawatir. Karena dalam toilet di kamar mandi ini sudah tersedia fasilitas yang lengkap.“Seenggaknya kalau kamu gak mau ketemu sama Mas, jangan biarkan dirimu kelaparan,” suara Alvaro berhasil mengembalikan kesadaran Saira pada saat ini.Suaminya itu sudah sedari tadi mengetuk pintu kamar, untuk menawarkan makan dengan memanggil nama Saira berulang kali. Benar-benar nama, bukan panggilan Sayang seperti biasanya. Hal tersebut membuat perasaan Saira semakin hancur.Apakah kehamilannya ini benar-benar berpengaruh buruk bagi perasaan Alvar

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   Bab 56. Ingin Menghindar

    “Lia?” Alvaro memanggil seraya mengetuk pintu kamar Putrinya.“Iya, Papa?”“Ada Mama di dalam?”“Ada. Tapi… Mamanya tidul.” Cecilia sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan Mamanya. Yang jelas, ketika masuk, Perempuan itu langsung memintanya untuk mengunci pintu kamar.“Mama ingin istirahat tanpa diganggu orang lain,” begitulah tuturnya.Benar saja, setelahnya Saira langsung naik ke atas ranjang dan menutupi sebagian tubuhnya dengan bedcover. Cecilia ingin bertanya, tapi tidak tega. Karena sepertinya Mamanya itu benar-benar tengah kelelahan. Terlihat dari wajahnya yang sayu dan pucat.“Bisa buka pintunya sebentar? Papa ingin melihat kalian.” Lagi-lagi Alvaro mengakhiri perkataan dengan mengetuk pintu.Hening untuk sesaat sampai kemudian pintu kamar terbuka perlahan, memperlihatkan Cecilia di baliknya. Anak itu berujar, “Hanya lihat saja kan? Papa gak akan belisik kan?”Namun Alvaro tidak menimpali, karena lebih memilih mengutarakan pertanyaan lain. “Lia sedang apa?”“Main lumah-

  • Ibu Sambung Untuk Anak Presdir   55. Trauma Masa Lalu

    “Iya, Mas. Sepertinya… aku hamil.” Saira refleks menyentuh perut ratanya, dengan tersenyum kecil. Tetapi hanya sesaat karena senyumnya kembali memudar begitu menyadari bahwa Alvaro tidak bereaksi sama sekali. Laki-laki itu hanya menatap Saira dengan mimik yang tidak terbaca. Ada apa? Apakah Suaminya itu tidak bahagia dengan kabar kehamilannya ini? “Kenapa Mas?” Alvaro gelagapan sebelum menimpalinya. “Ah… Gak apa-apa. Mas hanya sedikit terkejut saja. Mas lupa kalau kita selalu melakukannya tanpa pengaman ya?” Saira mengernyit, menatap sang Suami yang tertawa hambar. “Mas gak bahagia?” tanyanya kemudian. “Bukan gak bahagia Sayang. Hanya saja, ini diluar prediksi Mas. Harusnya kita merencanakannya dahulu kan? Paling enggak setidaknya sampai kamu benar-benar siap.” ‘Aku sudah siap, Mas. Dan aku sangat bahagia dengan kehamilan ini.’ Harusnya Saira mengatakan kalimat tersebut, tetapi kenapa ia justru mundur beberapa langkah—seakan menjauh, padahal Alvaro tidak bergerak sama sekali.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status