Menjadi seorang ibu, bagi Lintang satu kebanggaan juga kebahagiaan. Memiliki anak bukan satu kerepotan, apalagi jika benih yang tumbuh dirahimnya dari orang yang ia cintai dengan tulus. Selain itu, anak juga rezeki dari pencipta, semua sudah diatur oleh-NYA. Terkadang, manusianya saja yang suka berpikir seenaknya, lupa jika dia dulunya juga seorang anak. Tangannya menggandeny Breyana, mereka sedang di mal untuk membeli sepatu baru karena Breyana akan mengikuti turnamen basket wanita usia 16. Iya, Breyana sudah remaja. Ia tumbuh cantik dan lebih mirip Lintang--ibu sambungnya--dari pada Karmen. "Ma, jangan yang mahal-mahal, Bre nggak mau, yang penting nyaman," pintanya saat mereka masuk ke toko sepatu olahraga. "Oke, Kakak," jawab Lintang sembari melihat ke jajaran sepatu yang tertata apik di rak. "Bre," panggil Lintang. "Apa, Ma?" Breyana memegang sepatu basket dengan corak pink orange. Warna yang mencolok dan itu limited edition, tertulis dirak. Saat melihat harganya, Breyana ke
Galaksi sudah selesai mandi, segera ia duduk anteng di sebelah Lintang. Ia memperhatikan istrinya melayani dirinya makan. Padahal perutnya sudah semakin membesar. Dasar Galaksi, tetap saja ia iseng dengan mencolek-colek lengan istrinya yang semakin berisi. Bukan gendut, ya, Lintang bisa sewot kalau dibilang begitu. “Jadi, katakan Adinda, ada ghibahan apa? Supaya Kakandamu itu, tidak ketinggalan informasi hangat,” kata Galaksi. Lintang menjewer pelan telinga suaminya, “Nggak usah lebay gitu bisa, nggak sih, Lak … ya ampun …,” kesal Lintang dengan menyipitkan mata menatap Galaksi yang mengusap telinganya setelah jemari Lintang menjauh. “Sebel aku,” gerendeng Lintang. “Jangan sebel-sebel, nanti anaknya mirip aku, lho,” lanjut Galaksi kemudian meneguk air putih di gelas. “Ya pasti mirip, Galak… ini anakmu, kamu yang tanam bibitnya, aku potnya, pasti mirip kamu, masa mirip Goong Yoo!” “Hah! Siapa oyong!” Galaksi terbelalak. “Kok oyong …, hih! Goong Yoo! Nih, ya, bentar aku lihat
"Saya tau kamu ibu kandung Breyana, tapi saya minta kamu untuk jujur, Karmen, sekali lagi saya mau tanya sama kamu. Apa... kamu berniat bawa Breyana tinggal dan menetap sama kamu?"Pertanyaan itu terlontar begitu lancar dengan nada bicara santai namun penuh penekanan. Lintang akan benar-benar menahan emosi dan egonya kali ini. Ia tam mau meledak-ledak apalagi gegabah. Hati Breyana yang ia harus jaga.Karmen menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Iya, Lintang, aku memang... suatu hari nanti berniat bawa Bre tinggal dan kembali ke aku, seenggaknya satu tahun ke depan."Lintang sudah menduga hal itu, lambat laun pasti akan begitu. Ia menunduk, mengangguk pelan. Hatinya sakit juga sedih, bagaimana ia suatu hari memang akan berpisah dengan Breyana."Aku minta maaf sama kamu Lintang, aku begitu naif beberapa tahun lalu, nggak mau bawa Bre untuk hidup sama aku karena menurutku, fokus saat itu ke suamiku sekarang. Aku mau memperbaiki hubunganku sama dia, di mana emang aku cintan
Lintang ingin sekali bisa beraktifitas normal, namun kehamilannya membuatnya harus bersabar dan mengalah kepada Karmen yang kini, mengantar jemput Breyana sekolah. Lintang selalu diingatkan Galaksi untuk sabar dan mengerti, kasihan Breyana juga nantinya.Siang itu, Lintang sedang membeli buah-buahan di supermarket buah, diantar Adjie yang sedang memiliki waktu luang, sementara Galaksi sibuk bekerja. Ia paham posisi dan kondisi suaminya itu, dan Adjie lah yang menjadi orang yang dihubungi saat darurat."Tang, enak kayaknya nih, pir, beliin gue ya, buat di rumah." Palak Adjie."Kebangetan. Udah kaya, masih malah gue." ketus Lintang. "Ambil!" lanjutnya. Lintang tak akan tega pada akhirnya."Eh iya, Bang Igo tanya, Breys cabang Jakarta, gimana prosesnya?" tanya Adjie."Aman, Kak Dita kan yang ngurusin. Gue udah nggak boleh mondar mandir ke sana, Jie, bawel banget Kak Dita, takut gue kenapa-kenapa." Lintang mendorong troli lagi, Berkeliling mencari buah dan camilan lainnya, Adjie mengekor,
Lintang dikejutkan dengan Breyana yang tiba-tiba demam tinggi, Sari membangunkannya tengah malam, Galak juga ikut terbangun. Breyana, kemarin saat di sekolah memang ikut ekskul renang, Sari sudah melarang karena Breyana tampak tak enak badan, namanya anak kecil, dilarang malah menangis. Sari jadi merasa bersalah, tapi Lintang dan Galaksi tak masalah, sudah saatnya sakit ya sakit saja, pikirnya. Karena ia tau Sari menjaga Breyana begitu penuh perhatian juga sayang.IGD menjadi saksi tangis Lintang saat dokter memberitahu jika Breyana tipes sehingga harus dirawat intensif di rumah sakit. Sari juga ikut menangis, bahkan meminta maaf kepada Lintang dan Galaksi."Kamu nggak salah Sari, saya cuma sedih lihat anak saya dipasang infusan sampai Breyana nangis jerit-jerit. Ibu mana yang nggak sedih, udah, kamu jangan sedih juga." Lintang mengusap lengan Sari. Ketiganya m
Rencana cuma dibuat manusia, tapi penciptalah yang menentukan hasil akhirnya. Galaksi cuti mendadak selama dua hari, ia menepati janji mengajak Lintang ke mall setelah pulang dari pantai. Breyana duduk di baby stroller yang masih bisa digunakan sampai Bre lima tahunan, cukup berfungsi baik, karena model baby stroller itu yang bisa dijadikan seperti kursi dorong.“Bu, ini bagus modelnya, bisa sampai Sembilan bulan Ibu pakai,” ujar Sari.“Iya bener, Sar, yaudah boleh tuh, motifnya lucu, bunga-bunga. Bunga Lily kayaknya ya,” ucap Lintang. Galaksi bersama Breyana ke bagian pria, toko pakaian merek Z itu begitu menggoda Galaksi juga untuk berbelanja, lain emang bapak-bapak satu ini, nggak mau kalah sama bininya, padahal, dari jauh Lintang sudah melotot ke arah Galaksi saat ia memegang sepatu dan beberapa kaos santai.Dengan kode tangan yang diberikan Lintang, akhirnya Galaksi menaruh kaos kembali ke gantungan dan meminta izin membeli sepatu santai. Lintang mengangguk.“Bre, besok-sesok, Pa