Beranda / Romansa / Ibu Sang Pewaris / Bab 7 Panggilan Kerja

Share

Bab 7 Panggilan Kerja

Penulis: Jewellrytion
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-19 16:41:37

Hari itu Jasmine bertemu dengan seorang wanita, tetangga baru yang katanya baru pindah ke kompleks tersebut. Entah bagaimana awalnya, wanita itu memberi info tentang lowongan kerja di PT Total Karya Indonusa. Bahkan dia memberikan tautan langsung untuk melamar.

Matanya berbinar begitu mendengar dan melihat langsung info lowongan kerja tersebut. Jasmine yang memang mencari kerja, merasa info lowongan ini adalah jawaban dari Tuhan atas kegundahan dan doa-doanya.

Kebetulan sekali, posisi yang ditawarkan juga bagus. Aku punya pengalaman di bidang itu sebelumnya. Apa ku kirim saja lamaran ini ya?

Dengan segera, Jasmine menyiapkan persyaratan dan langsung mengirimnya melalui surel.

“Ini sebuah kebetulan kan, Mbak Murni. Disaat aku sedang butuh kerjaan, eh ada orang yang kasih info lowongan.” Jasmine bicara dengan pengasuh anaknya, Mbak Murni.

Tentu bukan sebuah kebetulan, wanita tadi adalah orang suruhan Jiwa untuk mendekati jasmine dan membawa pesan lowongan itu. Sebab hingga mendekati sore, masih belum ada tanda-tanda Jasmine mengirim lamaran kerja. Terpaksa, Jiwa menggunbakan cara itu agar Jasmine langsung terinformasi.

Haaah tau gitu dari awal aja pake cara ini. Jiwa akhirnya bernapas lega, satu step telah diselesaikan.

“Mujur benar nasib Ibu. Semoga segera dapat panggilan, Bu. Terus keterima di sana. Itu kantornya bagus banget!” Wanita itu diperlihatkan bangunan yang akan menjadi kantor majikannya nanti.

Mbak Murni tak henti memberikan doa untuk Jasmine. Dia sudah lama ikut ibu satu anak itu, baginya, Jasmine sudah seperti keluarga. Jasmine yang memberinya kehidupan baru setelah dia terpuruk menjadi korban kdrt sang suami. Selama proses cerainya Mbak Murni mendapat bantuan dari Jasmine. Setelah itu Mbak Murni bekerja dan ikut tinggal bersama Jasmine, mengasuh Zico yang masih kecil.

Tak menunggu lama, Jasmine langsung mendapat panggilan tes kerja esok hari. Wanita itu diminta untuk mempersiapkan diri agar tes berjalan dengan baik.

“Baik Bu, saya akan hadir tepat waktu. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan.” Jasmine menutup panggilan telepon dari HRD. Matanya berbinar, kebahagiaan pun membuncah.

“Mbak, aku dapat panggilan kerja!” Dengan girang, Jasmine mencari pengasuh putranya sambil berteriak.

“Wah, selamat, Bu! Udah saya bilang, nasib Ibu mujur.” Mbak Murni tak kalah antusias.

“Tapi aneh nggak si, Mbak. Perasaan kok cepet banget prosesnya ya? Biasanya kan kita nunggu lama baru dapat panggilan tes. Lah ini kok, sat set, aku dipanggil.” Rupanya Jasmine merasa aneh. Dia masih tak percaya dengan proses yang begitu lancar ini.

“Itu namanya mereka emang lagu butuh banget karyawan bu. Mungkin posisi itu harus cepat terisi.” Mbak Murni mematahkan kecurigaan Jasmine.

“Iya juga ya, MBak. Siapa tau emang kantor itu lagiu butuh cepat karyawan baru.” Jasmine akhirnya mengenyahkan kecurigaannya.

Sementara Kemal, bahagia karena rencananya berjalan lancar. Semua memang harus berjalan sesuai keinginannya, tidak boleh ada yang menggalkan niatnya. Maklum, Kemal sudah bucin akut.

***

Jarak dari Malang ke Surabaya yang lumayan jauh, membuat Jasmine sempat berpikir ulang. Tapi demi Zico, apapun rintangannya akan ia lalui. Malang Surabaya hanya berjarak dua jam jika menggunakan kereta. Maka dari itu, Jasmine memilih kereta untuk moda transportasi. Walaupun jadwal tesnya pukul 10 pagi, tapi Jasmine memilih tiba lebih awal di sana daripada harus terlambat. Jasmine menggunakan kereta Arjuno Ekspres Executive pukul 05:53.

“Mama berangkat ya, Nak. Doakan Mama tesnya berhasil.” Jasmine mengusap lembut kepala Zico kemudian mencium pipinya.

Zico tanpa henti mengucapkan doa dan permohonanannya. “Aku pasti doakan Mama. Semoga Mama dapat kerjaan baru yang gajinya lebih besar, jadi kita bisa makan enak terus, jalan-jalan terus, Mama bisa belikan aku mainan terbaru, dan …”

“Aamiin … Iya sayang, terima kasih doanya ya. Mama harus berangkat takut ketinggalan kereta.” Jasmine memotong ucapan anaknya yang lebih banyak minta makan enak dan mainan baru itu. Biar masih kecil, Zico sudah mengerti, jika ibunya punya gaji besar, artinya banyak uang. Dia bisa minta apapun yang dia inginkan.

“Mbak, Murni, titip Zico ya! Zico, baik-baik sama Mbak Murni ya. Jangan nakal, ini hari pertama masuk sekolah kan? Semangat sayang!”

Setelah saling memberi semangat, akhirnya Jasmine berangkat menuju stasiun. Sepanjang perjalanan, Ibu satu anak itu mengkhawatirkan satu hal, semoga identitasnya tidak terbongkar. Statsunya sebagai ibu beranak satu namun masih tertulis lajang di KTPnya. Jasmine pun tak berniat mengnubah itu dalam CV-nya. Biarlah itu menjadi rahasianya. Dia hanya akan bekerja dengan tekun dan mendapatkan gaji bulanan untuk bertahan hidup. Masalah Zico, biar nanti dia pikirkan lagi, yang terpenting Jasmine mendapat pekerjaan untuk menopang hidup mereka.

 Pengumuman tentang keberangkatan kereta pun terdengar. Jasmine bergegas menuju peron yang telah disebutkan, dan memasuki gerbong kereta. Wanita itu sengaja memilih kereta executive karena selain ingin lebih nyaman, ia juga ingin menjaga mood-nya tetap baik sampai tiba di kantor itu. Ini adalah interview pertamanya setelah sekian lama tidak memasuki dunia perkantoran lagi.

Selama di kereta, entah mengapa Jasmine teringat Kemal. Pertemuan tak sengaja mereja masih membekas. Bagaimana suaranya yang bergetar memohon maaf dan matanya yang memelas membuat dirinya terusik. Marah, tentu saja ada. Tapi dia biasa apa? Jasmine lebih teringat ekspresi Zico yang mirip dengannya.

Tanpa terasa bulir bening keluar dari pelupuk mata indahnya. Kemal masih tetap menorehkan luka, bahkan setelah tujuh tahun tak bertemu, getara itubbegitu kuat menguasai dirinya. Namun, terganggu oleh pesan-pesan usil yang masuk ke ponselnya.

+852? Bukannya ini nomor dari Hongkong? Siapa? Orang iseng kali ya. Jasmine tak menanggapi pesan usil tersebut.

[ Hai Melati! Masih ingat aku? Jangan bilang kau sudah lupa denganku, Jasmine tea!]

[Kau baik-baik saja? Kau sedang apa? Rasanya lama sekali kita tak bertemu. Kau merindukanku tidak?]

[Jasmine, kalau baca pesanku cepat balas. Jangan Cuma dilihat aja! Open and read my mssg!]

Begitulah isi pesan usil yang memang hanya dilihat Jasmine dari notifikasi pada layar ponselnya. Jasmine tersenyum, ibu satu anak itu langsung teringat wajah seseorang.

Kalau isi pesannya cerewet begini, sudah pasti dia orangnya. Orang yang memang sudah lama tak berjumpa. Zacky Ardinto Meirzano. Sosok hangat dengan mata teduh. Pria periang yang menjadi penyelamat dirinya dan Zico kala itu.  

Hanya dia yang berani memanggil Jasmine tea, kalau sudah kesal dengannya.

Jasmine kemudian menggulir pesan, membacanya, dan mengetuk foto profile untuk memastikan dugaannya. Foto itu hanya sebuah silut seorang pria yang sedang melihat kea rah pemandangan perbukitan. Dari Nampak belakang saja Jasmine sudah bisa mengenali pria itu. Benar, dia adalah Zacky, teman baiknya.

Keduanya saling berbalas pesan. Pesan rindu yang dibalut keusilan hingga Jasmine tertawa sendiri di kereta.

[By the way, gimana kabar anakku? Sudah sebesar apa dia sekarang?] Membaca pesan Zacky yang menanyakan Zico, matanya langsung memanas. Andai dia bisa menceritakan kejadian itu pada Zacky. Tapi waktunya tidak tepat.

[Zico, baik. Dia semakin pintar.] Jawab Jasmine singkat.

[Great, seperti Daddy-nya ya?!]

Ya, dia seperti papanya. Tentu dijawab hanya dalam hati. Jasmine tak menjawab pertanyaan Zacky.

Karena tak dapat menahan rindu, akhirnay Zacky menghubingi Jasmine dengan saluran telepon. Hanya bertukar pesan rasanya kurang puas, kalau belum mendengar suara lembut Jasmine.

Pria itu akhirnya menemani perjalanan Jasmine ke Surabaya. Jasmine juga cerita kalau dia ada tes kerja dan meminta doa dari pria itu.

“Jasmine, andai kau mau menerima tawaranku. Kau tidak perlu seperti ini. Kenapa harus ke Surabaya segala? Jauh-jauh ke sana hanya untuk tes. Belum tentu kamu keterima.” Pria campuan Sumatera-Itali itu mulai mengeluarkan unek-uneknya.  

“Bukannya ngedoaian malah kasih ceramah. Sudahlah Zack, kamu muncul-muncul tambah cerewet ya! Aku baik-baik saja, beneran. Terima kasih untuk tawaranmu, tapi kamu pasti tau jawabanku apa.”

Zacky hanya menghela napas. Pria itu sangat peduli, dia tak ingin Jasmine kesulitan. Tapi wanita itu berkeras ingin hidup mandiri tanpa bantuan darinya.

“Jangan pura-pura kuat. Aku tau kamu pasti mau nangis habis kututup telponnya.”

“Sok tau!” Jasmine mendengus sebal, meski apa yang diucapkan Zacky benar. Dia menahan tangis sekarang.

“Ya Tuhan, andai aku bisa bersama kalian saat ini. Kalian pasti tidak akkan kesusahan. You know I really care ‘bout you Jasmine. Kau bisa mengandalkanku.”

“Iya baweeeel. Udah ah, sebentar lagi aku sampai di Stasiun Gubeng, nih. Bye, Zack. See you when I see you!

Tak ingin terlalu lama membicarakan hal berat, Jasmine memutus sambungan telepon. Bukannya tadi dia mau menjaga mood-nya agar tetap baik, kenapa sekarang malah berantakan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 22. Ibu Sang Pewaris

    Hansen mulai membuka mata, terbangun dari tidur indahnya sepanjang hari. Pria itu merasa linglung, sedikit pusing dan tentu saja, pegal-pegal karena seharian tidur meringkuk di sofa empuk. "Loh kok aku di sini?" ucapnya tak sadar dengan apa yang terjadi. Hansen menggerakkan otot badannya yang kaku. Lehernya pun digerak gerakkan hingga terdengar bunyi 'kretek-kretek'. “Eh ko Hansen udah bangun. Enak tidurnya, ko?" Heru menyindir rekan kerjanya. Sementara Hansen hanya meringis. Beruntung Kemal sedang tidak ada di ruangannya. Jam segini, Kemal sedang asyik memata-matai Jasmine. Hansen, resepsionis dan security di lantai direksi diminta untuk berkumpul oleh Heru. Pria itu melakukan briefing dadakan. “Mulai sekarang, siapapun, perempuan manapun yang ngaku-ngaku saudara, pacar, tunangannya Bos Kemal, DI-LA-RANG naik apalagi sampai masuk menemui Bos. Gak usah minta persetujuan segala, kelamaan. Langsung BLOCK aja dari kalian. Paham?!" Heru memberi arahan serius. "Paham!" Mereka menj

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 21. Tamu Tak Diundang 2

    Walau Kemal sedang tidak mood menerima tamu, tapi dia berbaik hati memberikan waktunya untuk mendengar celoteh centil teman lamanya itu. Viza membawakan Kemal hadiah berupa jam tangan mahal. Tentu itu hanya alasan agar dia bisa bertemu Kemal. "Orang kantor di Jakarta bilang kamu di Surabaya. Katanya kamu lagi urus Mega proyek di sini. Jadi, ku susul deh." Viza konsisten menampilkan senyum terbaiknya. "Terima asih Viza, tapi seharusnya kamu tidak perlu repot. Aku sedang tidak berulang tahun." Kemal malas menerima hadiah itu, dia bisa beli sendiri. Koleksinya pun sudah banyak, tapi untuk menghormati teman, akhirnya terpaksa diterima juga. Saat akan mecoba jam tersebut, tiba-tiba Viza berpindah duduk ke sisi kanan hand rest di single sofa yang Kemal duduki. Sontak Kemal kaget. "Apa yang kau lakukan, Viza?" Pria itu tidak sempat menghindar. Wanita itu tersenyum, senyum yang tidak Kemal sukai. "Aku hanya membantumu memakainya" Dengan gerakan gemulai cenderung menggod

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 20. Tamu Tak Diundang

    Interocom Hansen, sekretaris Kemal, berbunyi. Resepsionis bilang ada tamu untuk bos mereka. "Siapa, Mbak?" "Family-nya Bos Kemal," jawab resepsionis setengah yakin, karena dia mendapat tatapan tajam mengintimidasi dari tamu tersebut. Tanpa meminta pertimbangan Heru, Hansen langsung membolehkan tamu tersebut masuk ke areanya. Padahal Hansen tidak tau apa yang akan menunggunya di depan. Hansen pikir, kalau tamu itu sudah bisa naik ke lantai direksi, tentu dia sudah lolos screening dari security bawah. Sementara security bawah yang baru tiga bulan kerja itu, merasa harus cari aman. Kalau saudara bosnya datang lalu ditolak, bisa-bisa dia dipecat seperti ucapan tamu itu. Heru datang ke meja kerja Hansen, memberi dokumen dan beberapa ordner arsip. “Siapa yang datang?” Tanya Heru sambil mengunyah permen. Asisten pribadi Kemal itu sempat mendengar sedikit percakapan Hansen. “Family-nya Big Boss. " Hansen dengan santai melanjutkan kegiatan mengetiknya. "Oh ..." jawab Her

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 19 Hari Pertama Kerja

    Jasmine masuk ke lobby bersamaan dengan mobil Kemal yang baru memasuki area gedung. Pria itu bisa melihat Jasmine di antara banyaknya karyawan yang datang berbarengan. Walau hanya tampak dari belakang, tapi Kemal bisa mengenalinya dari bentuk tubuh dan cara wanita itu berjalan. Lagi-lagi degupan aneh itu dirasakan oleh keduanya. Seolah hati mereka kini terhubung kembali setelah sekian lama terputus. Merasakan getaran dari kehadiran satu sama lain, meski dari jarak yang jauh. Masing-masing memegang dadanya, denyut yang menyesakkan itu terasa nyata sekali di telapak tangan. Kemal berusaha terlihat tetap tenang walau sebenarnya ingin melompat kegirangan. Akhirnya, langkah awal dari rencana besarnya berjalan juga. Melihat Jasmine berada dalam jangkauannya lagi tentu membuatnya bahagia. Langkah selanjutnya, adalah membuat Jasmine tak bisa lepas dari Kemal. Pria itu akan menarik Jasmine untuk satu lantai dengannya, dan membuatnya terikat agar Jasmine tidak bisa lari lagi dariny

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 18. Berdamai Dengan Keadaan

    Setelah ribut-ribut kemarin, Zacky dan Jasmine kembali pada mode normal. Dua orang dewasa itu menyadari mereka tak bisa lagi mengutamakan egonya. Mereka harus berdamai dengan keadaan dan menyadari mereka adalah tim yang sama untuk membesarkan Zico. Zacky tetap bersikeras bahwa dia memiliki kewajiban atas anak itu karena merasa memiliki ikatan emosiaonal, dan Jasmine tak dapat menolaknya. Zacky memang mencintai Zico begitu besar. Lihatlah kini, bahkan mereka telah mendaftarkan Zico di sekolah swasta terbaik. Meski bukan sekolah internasional seperti yang diinginkan Zacky, tapi sekolah global itu mengikuti standard dan kurikulum Cambridge yang diakui oleh sekolah dan kampus di luar negeri. Tentu Zico bahagia, mendapat sekolah terbaik dan teman-teman baru. Anak itu sudah tidak sabar ingin segera masuk sekolah. Padahal sekolah baru akan dimulai seminggu lagi. Selama itu pula Zacky akan menemani Zico, sementara Jasmine akan mulai bekerja esok hari. Zacky ingin menebus kebersamaan yang hil

  • Ibu Sang Pewaris   Bab 17 Emosi

    Semburat jingga di langit Surabaya sore itu terlihat sangat cantik. Dari jendela besar di kamar Zico, Jasmine bisa dengan jelas melihat pemandangan kota dan laut Suramadu. Sedikit mendung tapi matahari masih bersinar. Cuaca masih bagus, Zico ingin berenang ditemani Amir, asisten Daddy-nya. Belakangan mereka sudah akrab. Amir senang dengan anak-anak, jadi ketika Zico minta berenang, Amir tak berpikir dua kali untuk mengiyakan. “Berapa lama kau ada di Indonesia?” Wanita itu sedang merapikan barang-barang Zico di kamarnya. Sementara di kamar itu, Jasmine tidak sendiri, dia bersama Zacky. Pria yang sejak siang sibuk mendesain ulang kamar Zico menghentikan kegiatannya. Ia lantas memandang Jasmine tak suka. “Kenapa tanya begitu? Kamu mau aku cepat-cepat pergi?” Melihat reaksi Zacky, Jasmine meringis. “Bukan begitu, Zack. Aku kan hanya tanya, memang nggak boleh? Maksudku, Tuan Muda ini memang tidak dicari sama kantor di Itali?” “Oh tenang, semua bisa dihandle dengan baik. Kamu nggak us

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status